Pustaka

KH M Yusuf Hasyim, Sang Pembaharu Pendidikan di Pesantren

Rabu, 5 Februari 2025 | 12:00 WIB

KH M Yusuf Hasyim, Sang Pembaharu Pendidikan di Pesantren

Buku Biografi KH M Yusuf Hasyim, Kiai Militer Pengawal ldeologi NKRl Berbasis Pesantren dibedah di Tebuireng, Senin (4/2/2025). (Foto: NU Online Jombang/Mukani)

KH M Yusuf Hasyim atau Pak Ud sapaannya, adalah Pengasuh Pesantren Tebuireng periode 1965-2006. Ia lahir tanggal 3 Agustus 1929 di Jombang. Wafat karena sakit di RSUD dr Soetomo Surabaya tanggal 14 Januari 2007. Jenazahnya dimakamkan di maqbarah Pesantren Tebuireng. 


Kiai militer ini adalah putra bungsu dari pasangan pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) KH M Hasyim Asy’ari dengan Nyai Nafiqoh dari Sewulan Madiun. Pernikahan dengan Nyai Siti Bariyah, Pak Ud dikarunia dua putra dan tiga putri.


Pejuang Sejati

Semasa hidup, dalam buku Biografi KH M Yusuf Hasyim (2025) yang diterbitkan Pustaka Tebuireng, berbagai peran telah dilakoni Pak Ud dalam berjuang dan mengabdi bagi Indonesia. Pada usia 16 tahun, sudah bergabung dengan Laskar Hizbullah (hlm 73). Termasuk menjadi komandan kompi dari sisi barat dalam pertempuran Arek-arek Suroboyo 10 November 1945 yang sangat heroik itu. Markasnya di daerah Gunungsari, yang sekarang menjadi Kodam V/Brawijaya.


Pertempuran Suroboyo menjadi peran besar Pak Ud di dunia militer. Ini karena tiga pekan sebelumnya, yaitu tanggal 22 Oktober 1945, NU secara resmi mengeluarkan Resolusi Jihad. Sebagai putra Rais Akbar NU, Pak Ud tentu menjadi motivasi tersendiri bagi para Nahdliyin untuk ikut berperang melawan Belanda ketika itu.


Di kalangan NU, Pak Ud pernah menjadi Sekretaris Jenderal PBNU periode 1967-1971. Dirinya juga pernah menjadi komandan pusat pertama Barisan Ansor Serbaguna (Banser). Di pimpinan pusat GP Ansor, Pak Ud pernah menjadi salah satu ketua di periode 1958-1967 (hlm 125). 


Pada Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Pak Ud pernah menjadi Wakil Sekretaris Jenderal periode 1958-1965. Termasuk menjadi ketua umum Ikatan Bekas Pejuang Islam Jawa Timur periode1957-1958.


Tidak heran jika darahnya langsung mendidih saat mendengar kata komunisme. Ini karena Pak Ud berhadapan langsung dengan PKI pada pemberontakan Madiun 1948 maupun pengkhianatan G30S/PKI 1965. Sehingga dirinya tahu persis kekejaman yang dilakukan PKI. 


Di dunia politik, Pak Ud pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) periode 1967-1977. Berlanjut menjadi anggota DPR RI di tahun 1980. Keduanya dilakoni sebagai perwakilan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 


Pada orde baru, Pak Ud pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (hlm 147). Pada orde reformasi, Pak Ud pernah mendirikan Partai Kebangkitan Ulama (PKU). Meskipun perolehan suaranya belum signifikan mengantarkan wakilnya duduk di Senayan.


Dalam karier militer, Pak Ud pada tahun 1949 memperoleh pangkat letnan satu (lettu) TNI sebelum pensiun. Dulu dia bergabung di Batalyon Condromowo, cikal bakal Kodam V/Brawijaya, bersama para eksponen Laskar Hisbullah. Salah satu atasan awalnya adalah KH Moenasir Ali Mojokerto. Termasuk Kolonel Hambali, yang kelak menjadi kakak iparnya.


Saat peristiwa agresi militer satu dan dua dari Belanda, Pak Ud juga tercatat berjuang di garis depan. Termasuk meletusnya pengkhianatan PKI 1948 Madiun yang saat itu sudah menguasai Pesantren Gontor Ponorogo. Pak Ud bersama pasukannya mampu memukul mundur pasukan PKI dari Gontor (hlm 94).  


Pembaharu Pesantren

Kontribusi besar sudah ditunjukkan Pak Ud bagi kemajuan dunia pendidikan Indonesia. Terutama dari perspektif pesantren. Terlebih pesantren hingga saat itu masih diidentikkan dengan kaum tradisionalis yang sulit menerima kemajuan.


Stigma itu hendak dipatahkan Pak Ud. Caranya dengan membuka pesantren terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Gagasan itu diwujudkan Pak Ud dengan mendirikan sekolah di lingkungan Pesantren Tebuireng. Lembaga itu untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).


Meski saat itu masih sangat asing jika sebuah pesantren mendirikan sekolah. Terlebih di lingkungan pesantren sebesar Tebuireng. Ini karena saat itu budaya pesantren masih cukup mendirikan madrasah saja.


Langkah Pak Ud ini menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Bahkan dari sesama pengasuh pesantren sendiri. Kebijakan ini dituduh kontraproduktif dalam peran pesantren untuk menghasilkan ulama. Tapi Pak Ud, menurut Masud Adnan (2025), tetap tidak bergeming. Meneruskan ide yang beberapa dekade kemudian baru disadari manfaatnya. 


Pak Ud di tahun 1965 kemudian juga mendirikan perguruan tinggi di Tebuireng bernama Universitas Hasyim Asyari (Unhasy). Ide itu juga cukup aneh pada zamannya. Pendirian kampus di pesantren dikhawatirkan oleh banyak pihak akan berbenturan dengan tradisi ilmiah pesantren (hlm 230). 


Di penghujung pengabdian menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng, Pak Ud merintis pendirian Ma'had Aly. Diharapkan Ma'had Aly itu mampu memproduksi para ahli hadits dari Pesantren Tebuireng. Sebagaimana era pengasuh KH M Hasyim Asyari yang Tebuireng terkenal dengan pusat studi hadits di Nusantara. 


Berbagai pembaharuan Pak Ud dengan mendirikan sekolah di lingkungan pesantren, termasuk kemudian universitas dan Ma'had Aly, merupakan titik masuk dari teori Karel A. Steenbrink (1991). Sebuah pesantren, menurut Steenbrink, mendirikan madrasah sebagai upaya merealisasikan keinginan para orang tua santri yang menginginkan anaknya diajari ilmu umum. Tidak hanya ilmu agama saja sebagaimana di pesantren. 


Pada madrasah, komposisi ilmu agama dan ilmu umum masih berimbang. Tapi saat pesantren mendirikan sekolah, tentu komposisinya akan didominasi ilmu umum. Ini karena secara historis, sekolah adalah sistem pendidikan yang murni dibawa oleh Belanda. Sedangkan pesantren diklaim sebagai sistem pendidikan paling tua dan asli Indonesia. Banyak pihak mengkhawatirkan kebijakan Pak Ud mendirikan sekolah akan mereduksi eksistensi ilmu agama di lingkungan pesantren.


Kekhawatiran-kekhawatiran itu hingga saat ini ternyata tidak terbukti. Eksistensi Tebuireng sebagai pesantren tetap bertahan dan diakui di seluruh pelosok Nusantara. Sedangkan berbagai pembaharuan yang dilakukan Pak Ud justru banyak ditiru oleh banyak pesantren lainnya. 


Tidak heran jika sekarang sudah banyak pesantren yang memiliki sekolah, perguruan tinggi dan Ma'had Aly. Di samping madrasah tentunya. Meski saat itu langkah Pak Ud masih dianggap langka saat mendirikan lembaga-lembaga pendidikan itu.


Pembaharuan Pak Ud menyadarkan bahwa adigum pesantren masih dipegang erat. Bahwa pesantren tetap memegang teguh tradisi lama yang baik, dalam bentuk institusi madrasah. Tapi pesantren akan terus mengikuti perkembangan tradisi ilmiah dunia pendidikan yang (diharapkan) menjadi lebih baik, berbentuk sekolah dan universitas.
 


*Diresensi oleh Mukani, Pengurus Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) PWNU Jawa Timur 

 

Identitas Buku

Judul buku: Biografi KH M Yusuf Hasyim, Kiai Militer Pengawal Ideologi NKRI Berbasis Pesantren 
Penulis: Dr. H. Aguk Irawan, MA dan HM. Mas'ud Adnan, M.Si.
Tahun Terbit: Januari 2025
Tebal buku: 260 halaman
ISBN: -
Penerbit: Pustaka Tebuireng