Opini HAUL GUS DUR 2024

Gus Dur dan Masa Depan Moderasi Beragama

Jumat, 20 Desember 2024 | 08:16 WIB

Gus Dur dan Masa Depan Moderasi Beragama

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: NU Online)

Puncak peringatan 15 tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) akan digelar Ahad, (22/12/2024) di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang. Berbagai rangkaian kegiatan akan digelar. Mulai khatmil Qur'an, bedah majalah, bahtsul masail, shalawatan, bakti sosial hingga pengajian akbar. 


Sebagai kiai besar, nama Gus Dur hingga sekarang masih terkenang di hati kaum Muslim Indonesia. Perjuangannya menjadi ketua umum PBNU tiga periode telah mampu membawa berbagai prestasi bagi NU. Bahkan mampu menduduki jabatan tertinggi di republik ini sebagai presiden keempat RI.


Multikultur

Gus Dur saat masih menjadi presiden, melalui PP Nomor 6 Tahun 2000, menetapkan Tahun Baru Imlek menjadi hari libur nasional. Atas dasar gebrakan revolusioner ini, komunitas Tionghoa bersepakat menganugerahi Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa Indonesia.


Dalam perspektif kesederhanaan dan perjuangan Gus Dur untuk memanusiakan manusia, banyak pihak menyebut Gus Dur sebagai Santo, orang suci dalam ajaran Kristen. Bahkan dalam beberapa kesempatan, umat Buddha dengan terang-terangan menyebut Gus Dur sebagai jelmaan Buddhastya. Yaitu orang suci sebagai reinkarnasi Sidharta Gautama yang membaktikan diri bagi kedamaian alam semesta.


Sedangkan gelar waliyullah bagi Gus Dur, dalam ajaran Islam, seolah sudah tidak diragukan lagi. Tidak heran jika kemudian umat Islam banyak yang berziyarah ke makam Gus Dur. Berdasar catatan pengurus makam, minimal dua ribu pengunjung setiap harinya. Suatu fenomena langka yang baru terjadi di kolong jagat ini.


Fakta ini melampaui jumlah empat juta pentakziyah saat pemakaman Gamal Abdul Nasser, presiden Mesir yang memproklamasikan diri sebagai murid Bung Karno. Bahkan saat prosesi pemakaman Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy (JFK) sekalipun. Untuk itu, sudah banyak pihak yang mengusulkan agar prestasi ini dicatat di Guinnes Book of the Record.


Itulah Gus Dur. Presiden asli Jombang ini tidak pernah mengedepankan kepentingan pribadi. Tetapi, bagaimana Gus Dur menjadi tokoh pilihan berbagai kalangan yang pantas menyandang banyak gelar itu adalah sesuatu yang pantas dikaji. Yang perlu diketahui lebih awal adalah keberpihakan dan pembelaan Gus Dur terhadap kaum minoritas lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 


Keberanian Gus Dur untuk membela kaum minoritas, jika ditelisik lebih jauh, merupakan refleksi dari konsep pemikirannya yang sangat menghargai pluralisme. Menurut Greg Barton (2000), dosen senior di Deakin University, mengkategorikan Gus Dur sebagai sosok intelektual Muslim non-chauvinis. Yaitu figur yang memperjuangkan diterimanya realitas sosial bahwa Indonesia itu beragam. 
Pada titik tertentu, kecintaan Gus Dur yang mendalam terhadap nilai-nilai budaya tradisional dan doktrin Islam ini telah menjadikan Gus Dur sebagai sosok demokrat liberal. Sangat sulit ditemukan ulang pada masa sekarang sosok tokoh Indonesia yang sekaliber Gus Dur.


Moderasi Beragama

Kebijakan penting dalam mengelola kehidupan keagamaan yang beragam di Indonesia adalah moderasi beragama. Kebijakan ini, menurut Ngainun Naim (2024), sebagai upaya memberikan respons sekaligus mencegah tumbuh dan berkembangnya kelompok radikal. Bahkan moderasi beragama, yang dicanangkan Menteri Agama RI pada tahun 2019, sudah dimasukkan ke dalam RPJMN 2020-2024.


Moderasi beragama dalam konteks ini berdiri di atas tiga pilar, yaitu moderat (wasathiyah), toleran (samahah) dan dialog (hiwar). Setidaknya ada lima cara untuk mengaplikasikan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari menghargai perbedaan, meningkatkan pemahaman, mempraktekkan nilai-nilai agama, menciptakan dialog dan menjaga sikap tenang serta tidak mudah terprovokasi.


Sebagai negara majemuk, moderasi beragama di Indonesia adalah cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang dianut dan dipraktekkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini, dari dulu hingga sekarang. Sehingga karakter moderasi beragama akan ditampilkan dari empat ciri yang dimiliki, mulai dari toleran, komitmen kebangsaan, menerima kearifan lokal dan anti kekerasan.


Moderasi beragama, menurut Masdar Hilmy (2013), dapat dipahami sebagai cara pandang seseorang yang beragama untuk tidak menggunakan kekerasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, pengambilan keputusan, cara berpikir dan ide-ide kehidupan. Sedangkan M Qurais Shihab (2019) memandang moderasi beragama dipahami sebagai cara masyarakat untuk mampu mengontrol keragaman agama sehingga muncul sifat dan perilaku yang harmonis dengan orang lain.


Sebagai tokoh agama di Indonesia, Gus Dur sudah memberikan teladan kepada bangsa bahwa kehidupan harus dibingkai dengan nilai-nilai humanistik. Tidak sekadar dari sudut pandang politik kekuasaan. Dan itu semua harus dilakukan secara konsisten.


Masa depan moderasi beragama di Indonesia menjadi tugas bersama bagi semua anak bangsa. Negara yang diwarisi dari perjuangan para pendahulu ini harus terus dirawat dalam menyikapi berbagai perbedaan di dalamnya. Dalam konteks ini, Gus Dur akan tetap menjadi teladan yang pas di masa-masa mendatang. Meskipun sejak 30 Desember 2009 beliau wafat meninggalkan kita semua. Lahul Fatihah


*Mukani, A'wan Ranting NU Desa Kayangan Diwek Jombang dan Dosen STAI Darussalam Krempyang Nganjuk.Â