Mukani
Penulis
Pemahaman komprehensif dalam menginterpretasikan doktrin Islam mutlak diperlukan. Parsialitas sudah tidak relevan lagi dalam memaknai kontekstualisasi doktrin Islam. Pendekatan kultural-sosiologis jauh diperlukan daripada sekadar pendekatan normatif. Sebagai studi kasus adalah momentum Hari Raya Idul Adha.
Problematika kebangsaan dan kenegaraan yang masih dihadapi Indonesia, di satu sisi, membutuhkan solusi konkret. Ini harus segera dilakukan mengingat Indonesia akan terus membangun dirinya sesuai cita-cita para founding fathers. Salah satunya yang sudah menggurita adalah bahaya laten korupsi.Â
Mewaspadai Korupsi
Istilah korupsi, dalam Webster Student Dictionary (1960), berasal dari bahasa Latin, yaitu corruption atau corruptus, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik dan menyogok. Kata ini bersinonim dengan kata corruption dan corrups (Inggris), corruption (Perancis), corruptive dan korruptie (Belanda) serta korupsi (Indonesia).
Baca Juga
14 Adab Menyembelih Hewan Kurban
Syed Hussein Alatas (1995) berpendapat bahwa korupsi merupakan perbuatan mengesampingkan kebutuhan umum terhadap kebutuhan individu, termasuk perbuatan menyalahi norma, tugas dan kemakmuran umum, tindakan yang dirahasiakan, pengkhianatan, menipu dan ketidaktahuan, yang akibatnya dirasakan oleh masyarakat. Sebagai institusi negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendefinisikan korupsi sebagai tindakan yang melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral, yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, seringkali dengan menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dan merugikan keuangan atau perekonomian negara. Pemberantasan korupsi di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Â
Menurut KPK, pengertian korupsi merujuk kepada tindakan curang, penyalahgunaan kekuasaan, tindakan yang merugikan negara dan tindakan yang melanggar hukum. Korupsi memiliki berbagai bentuk, seperti suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang dan gratifikasi.
Berbagai upaya sudah dilakukan banyak pihak untuk melawan korupsi di negeri ini. Mulai dari sosialisasi, pencegahan, penyusunan regulasi hingga operasi tangkap tangan (OTT). Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa bahaya laten korupsi masih bercokol. Tetap dibutuhkan upaya cerdas dan usaha keras untuk terus melawan virus korupsi yang sangat merugikan generasi bangsa itu.Â
Aktualisasi
Historisitas Islam mencatat bahwa Idul Adha merupakan perayaan yang berkiblat (ittibaʼ) kepada Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan Nabi Ismail, putranya sendiri. Ini sebagai bentuk ketundukan dan ketaatan terhadap perintah Allah swt.
Pada konteks lain, Idul Adha juga dapat diinterpretasikan sebagai bentuk keberhasilan Nabi Ibrahim dari ujian yang diberikan Allah swt, bahwa kecintaannya kepada Allah swt tidak dapat dikalahkan dengan cinta kepada putra pertamanya itu. Meskipun sebagai seorang bapak tentu akan mengalami depresi yang luar biasa ketika menghadapi pilihan sulit di simpang jalan seperti ini.Â
Syaikh Jawad al-Mughniyah, dalam kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Khamsah (1999), menerangkan bahwa daging kurban yang disembelih pada saat Idul Adha hendaknya diberikan kepada tiga kelompok. Baik sebagai hadiah, diberikan kepada fakir miskin maupun disimpan sebagai konsumsi pribadi. Pemberian daging kurban lebih merupakan simbol penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam kehidupan.
Dalam arti lebih luas, daging kurban merupakan sarana untuk menyambung tali persaudaraan sesama Muslim (silaturahim), di tengah kemerosotan rasa sosial pada manusia modern seperti sekarang ini. Kehidupan modern, yang cenderung materialis-temporer, telah melepaskan nilai-nilai tradisionalisme yang dulu tumbuh subur dalam kultur bangsa ini. Meskipun masih banyak sisi positif yang justru ditemukan dalam modernisme itu sendiri.Â
Indonesia, dengan berbagai isu-isu kerakyatan yang sedang dihadapi, sebenarnya masih memiliki harapan untuk kembali bersinar di tengah percaturan dunia internasional. Jurgen Habermas (2022) sudah mengindikasikan adanya pengaruh dari modernisasi kepada perkembangan struktur sosial ekonomi, telah menyebabkan krisis kemanusiaan menjadi berkepanjangan, seperti kemiskinan, tingginya angka kelahiran, kriminalitas, urbanisasi, konflik antarwarga, dan sebagainya. Â
Dalam perspektif identitas diri, tidak jarang manusia modern sudah sampai pada taraf pencarian kembali nilai-nilai spiritualitas yang sudah sekian lama ditinggalkan. Inilah yang oleh Husein Nasr diidentifikasikan sebagai sebuah keguncangan jiwa (split personality).Â
Dengan berkaca kepada fenomena di atas, Idul Adha merupakan momentum yang sangat tepat untuk menginternalisasikan spirit egaliter dalam kehidupan sehari-hari. Ini sangat mudah terwujud karena secara substansi Idul Adha tidak hanya sekadar menyembelih hewan kurban yang berupa kambing, sapi atau unta.Â
Penyembelihan hewan kurban hanya merupakan simbol semata, karena substansi dari proses itu adalah hilangnya nafsu kebinatangan yang masih bercokol dalam diri orang yang berkurban. Pendekatan materialisme dan hedonisme, sebagai inti dari manusia modern untuk melakukan korupsi, merupakan aspek yang sudah keluar terlalu jauh dari doktrin Islam yang sangat menekankan egaliterianisme dan solidaritas sosial.
Dalam konteks ke-Indonesia-an, bangsa ini sebenarnya masih memiliki harapan besar untuk keluar dari kubangan bernama krisis multidimensional. Problematika kerakyatan yang masih dihadapi, terutama korupsi, seharusnya diasumsikan sebagai sebuah konsekuensi logis dari sebuah kehidupan modern. Artinya, tetap terdapat titik temu antara problematika yang dihadapi dengan solusi yang masih dicari, tergantung bagaimana kita berupaya seoptimal mungkin untuk menemukannya.
Perayaan Idul Adha ke depan sudah saatnya tidak sekadar dimaknai sebagai pendekatan normatif dalam menyebar daging kurban. Tapi aktualisasi pemaknaan substantif agar menyembelih nafsu kebinatangan dalam diri manusia Indonesia untuk bersifat serakah, terutama dalam memenuhi kebutuhan materialismenya, sehingga berpotensi munculnya tindakan-tindakan koruptif.
Â
*Mukani, Aʼwan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama Desa Kayangan, Kecamatan Diwek, Kabupaten JombangÂ
Terpopuler
1
Apakah Tetap Wajib Shalat Jumat Jika Paginya Shalat Id? Ini Penjelasannya
2
Bacaan Takbir Idul Adha Lengkap, Beserta Latin dan Terjemahannya
3
Khutbah Idul Adha: Meneladani Kesalehan dan Keteguhan Keluarga Nabi Ibrahim
4
Jadwal dan Link Live Streaming Timnas Indonesia Vs China
5
Bertepatan Hari Kamis, Pahala Puasa Arafah Jadi Berkali-kali Lipat
6
Berkurban untuk Tidak Korupsi
Terkini
Lihat Semua