Degradasi Moral Remaja yang Semakin Mengkhawatirkan di Era Digital
Rabu, 21 Agustus 2024 | 16:08 WIB
Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai moral. Hal ini sejalan dengan bunyi butir Pancasila sila kedua yakni ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ yang berarti bahwa bangsa Indonesia mengakui setiap persamaan dan kewajiban hak asasi manusia tanpa membeda bedakan ras, suku, agama, keturunan dan lain sebagainya.
Namun, belakangan ini isu-isu mengenai kemerosotan moral atau sering disebut dengan istilah degradasi moral tengah menjadi ploblematika tersendiri. Khususnya yang terjadi di lingkungan sekolah. Kasus bobroknya moral seperti tawuran antarpelajar, bullying, perundungan, narkotika, seks bebas dan lain sebagainya seakan sudah tidak asing di telinga kita.
Nampaknya kemajuan teknologi telah merubah segala aspek kehidupan. Budaya instan, materialistis dan hedonis seakan hadir menjadi pelengkap di zaman ini. Kesenangan yang instan menjadi suguhan sehari-hari. Dulu masyarakat berkomunikasi dengan mengirim surat lewat kantor pos, saat ini kitab bisa berkomunikasi lewat media sosial (SMS, Facebook, WhatsApp, Instagram dan lain sebagainya). Tanpa sadar kesenangan ini hanyalah bersifat sementara yang justru dapat mengantarkan bangsa kita atau penerus bangsa kita pada sebuah malapetaka dan kehancuran.
Terlebih dengan hadirnya gadget, ia bagaikan pisau bermata dua. Jika digunakan dengan bijak maka bisa memberikan manfaat bagi penggunanya. Begitu juga sebaliknya, jika tidak digunakan dengan bijak gadget bisa berakibat fatal. Hal ini menjadi persoalan yang cukup serius, mengingat pengguna gadget bukan hanya dari kalangan orang dewasa saja. Tapi mulai dari anak-anak sampai pelajar yang notabenenya mereka dinilai belum fasih dalam mengoperasikan gadget dengan bijak.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kepada 4.500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota mengungkapkan bahwa jumlah pelajar yang mengakses konten pornografi mencapai 97%. Sungguh angka yang terbilang fantastis. Di sini orang tua harus mengambil peran.
Orang tua sebagai figur utama dan sekolah utama bagi anak dapat melakukan berbagai hal dalam upaya mengerem serta pencegahan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan gadget. Antara lain, memberikan tayangan-tayangan atau konten yang bernilai edukatif bagi anak, mengajarkan etika yang baik dalam bermedia sosial, memberikan batas waktu saat anak bermain gadget, serta selalu memberikan pendampingan dan pengawasan saat anak bermain gadget. Selain itu, orang tua juga dapat melakukan berbagai pendekatan dalam upaya membentuk moral yang baik pada anak yaitu dengan menanamkan nilai-nilai kebiasaan yang baik pada anak. Seperti nilai kejujuran, tolong-menolong, tanggung jawab, mandiri, menghormati yang lebih tua, dan lain sebagainya.
Selain lingkungan keluarga (orang tua), lingkungan sekolah (guru) juga berperan penting dalam mendidik moral anak. Guru adalah figur utama dalam dunia pendidikan. Sebagaimana bunyi semboyan yang dicetuskan oleh bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara, “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Yang berarti, seorang guru di depan harus memberikan suri teladan atau contoh yang baik bagi anak, sedangkan saat di tengah, seorang guru harus bisa membangun, merangsang atau memunculkan ide anak, serta saat di belakang seorang guru harus memberikan berbagai motivasi, dukungan, atau dorongan pada peserta didik agar mereka selalu semangat dalam menuntut ilmu.
Tugas seorang guru yaitu mengajar, mendidik serta mencerdaskan bangsa. Lebih dari itu, guru juga memiliki tugas yang cukup berat yaitu melawan paradigma bahwa sekolah hanya menjadi sarana atau perantara untuk memperoleh ijazah yang kemudian digunakan untuk bekerja. Paradigma semacam inilah yang cukup mendarah daging di masyarakat luas yang umumnya kurang paham betul akan pentingnya sebuah pendidikan. Tidak hanya tempat untuk mengembangkan aspek intelektual saja, sekolah juga menjadi tempat untuk membangun moral yang baik pada anak.
Seorang Guru adalah contoh yang baik bagi para peserta didiknya. Oleh karenanya, tidak hanya peserta didik yang dituntut untuk memiliki moral baik. Namun guru juga dituntut untuk memiliki moral yang baik karena guru menjadi panutan serta teladan bagi sang peserta didik. Guru yang hebat akan melahirkan peserta didik yang bermoral.
Namun, di zaman yang serba modern ini, nampaknya tidak hanya peserta didik saja yang haus akan moral, guru juga haus akan moral. Sebuah kasus yang tengah viral di dunia maya akhir-akhir ini yaitu kasus seorang guru yang menganiaya peserta didiknya. Dilansir dari detik.com seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan ditetapkan menjadi tersangka atas kasus penganiayaan terhadap anak didiknya hingga korban mengalami patah tulang di bagian bahu.
Ironis bukan? Sosok guru yang seharusnya menjadi panutan serta pelindung bagi anak didiknya justru malah melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Tidak hanya itu saja, Kasus seorang Guru Sekolah Dasar (SD) yang mencabuli peserta didiknya yang berusia 11 tahun di Cirebon, Jawa Barat. Menjadi bukti akan hausnya moral tenaga pendidik. Guru seperti inilah yang mengalami Degradasi moral. Guru yang baik tidak sepatutnya melakukan perbuatan sekeji itu. Jika pendidik krisis akan moral, lantas bagaimana nasib moral peserta didik?
Kurangnya kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab sebagai pendidik serta minimnya pemahaman mengenai kode etik seorang guru menjadi penyebab utama degradasi moral pendidik. Dalam kode etik guru telah tertulis bahwa seorang guru bertugas membimbing anak seutuhnya untuk membentuk manusia yang berpancasila. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 alenia keempat yaitu "Mencerdaskan kehidupan bangsa."
Guru adalah profesi yang mulia dan suci. Jangan sampai kesucian itu tercemar oleh segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab. Maka dari itu kita sebagai pendidik harus selalu meluruskan niat. Yaitu membekali diri dengan niat ikhlas serta tulus dalam mendidik anak tanpa mengharapkan upah atau lain sebagainya.
Selain keluarga dan Lembaga sekolah, Lembaga pemerintah juga berperan penting dalam membangun moral generasi penerus bangsa. Salah satu terobosan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi hal ini, pemerintah telah mengkampanyekan aksi implementasi pendidikan karakter (moral) di berbagai lembaga pendidikan. Dari jenjang PAUD sampai jenjang perguruan tinggi.
Degradasi moral ialah perilaku yang dapat mengancam keutuhan negara kita. Maka dari itu perlu adanya kerja sama yang konkret antarlingkungan keluarga, masyarakat, sekolah serta lembaga pemerintah dalam upaya membangun moral yang baik pada generasi penerus bangsa agar tercipta generasi penerus bangsa yang cerdas, unggul, kreatif, inovatif, berakhlakul karimah serta menjunjung tinggi nilai moral.
*Ditulis Nurul Fikri Al-Ikhsan, Pembina dan Pengajar di Pondok Pesantren Terpadu Hasbullah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
Terpopuler
1
Keutamaan Sedekah di Bulan Rajab
2
Habib Jamal Jelaskan Makna Asyhurul Hurum dan Keutamaan Bulan Rajab
3
Khilafiah Ulama tentang Hukum Pemindahan Pemakaman Jenazah ke Daerah Lain
4
Rapimcab IPNU-IPPNU Jombang, Upaya Perkuat Kolaborasi Tingkat PAC dan PKPT
5
Makna Filosofi di Balik Nama Bulan Rajab
6
Ketua PCNU Jombang Ajak Muslim Manfaatkan Rajab dengan Beragam Amalan, Mulai Istighfar hingga Sedekah
Terkini
Lihat Semua