• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 27 April 2024

Tokoh

Perjalanan dan Kiprah KH Fattah Hasyim, Pendiri Muallimin-Muallimat Tambakberas

Perjalanan dan Kiprah KH Fattah Hasyim, Pendiri Muallimin-Muallimat Tambakberas
KH Fattah Hasyim. (Foto: NU Online Jombang/Akhmad Zamzami)
KH Fattah Hasyim. (Foto: NU Online Jombang/Akhmad Zamzami)

KH Fattah Hasyim adalah kiai yang mempunyai wawasan pengetahuan yang luas, hal tersebut didapatnya dengan belajar dari ayahnya, dan perjalanan intelektualnya di beberapa pesantren di Tanah Jawa. Kiai Fattah Hasyim juga terkenal sebagai seorang yang istikamah, khususnya terkait shalat jamaah, bahkan menjelang dalam kondisi yang sudah tidak stabil, ia masih tetap rutin menjadi imam shalat jamaah lima waktu. 


KH Fattah Hasyim sebenarnya adalah nama hadiah dari perjalanan haji. Nama aslinya adalah Abdullah Marwan. Kiai Fattah, sapaan akrabnya, lahir pasangan KH Fattah Hasyim Idris dengan Ibu Nyai Fatimah Chasbullah pada tahun 1911 M. Sedangkan menurut pendapat KH Abdul Nashir (putra ke-6 Nya), dan KH Jabbar Chubbi, KH Fattah lahir tahun 1914 M. Kiai Fattah lahir di Desa Kapas, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Silsilah nasab kedua orang tuanya bertemu di Pangeran Benowo, Putra Raja Hadiwijaya atau sering dipanggil dengan Joko Tingkir.


Belajar di Sejumlah Pesantren

Perjalanan Kiai Fattah dalam mencari ilmu dimulai dari didikan sang ayah, KH Hasyim Idris. Dari ayahnya, Kiai Fattah belajar tentang dasar-dasar ilmu agama Islam dan pengajaran Al-Qur’an, dari ayahnya Kiai Fattah juga digembleng untuk menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri. Setelah mempunyai bekal dasar ilmu agama Kiai Fattah melanjutkan belajarnya ke beberapa pesantren di Pulau Jawa.


Pondok pilihan pertamanya, yakni di Pondok Pesantren Mojosari, Nganjuk, yang diasuh oleh KH Zainuddin. Lalu dilanjutkan ke Pondok Pesantren Siwalan Buduran, Sidoarjo. Menurut buku Tambakberas: Menelisik Sejarah, Memetik Uswah, bahwa di pesantren ini Kiai Fattah memperdalam keilmuannya, khususnya pada ilmu tata bahasa Arab, seperti shorof, nahwu (Alfiyyah Ibnu Malik), dan balaghoh. Kiai fattah mondok ponpes tersebut pada masa kepengasuhan di pegang KH. Khozin


Setelah itu, Kiai Fattah melanjutkan belajarnya ke Pesantren Tebuireng, di bawah kepengasuhan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Menurut informasi yang didapat dari buku Kiai Nashir sejarah, Haliyah, dan Uswah (2022), bahwa Kiai Fattah termasuk seorang santri istimewa, diceritakan bahwa Kiai Hasyim tidak akan memulai pengajian sebelum Kiai Fattah ada di sampingnya. Kematangan keilmuan Kiai Fattah membuat Kiai Hasyim memintanya menjadi guru, dan juga memintanya menjadi guru badal (pengganti)  ketika sedang berhalangan hadir.


Menikah Bu Nyai Musyarrofah

Pada tahun 1938, Kiai Fattah dijodohkan dengan Bu Nyai Musyarrofah Bisri, Putri KH Bisri Syansuri. Perlu diketahui bahwa ibu Kiai Fattah adalah adik dari ibu Musyarrofah, maka antara keduanya masih memiliki keterkaitan nasab. 


Mendirikan Madrasah Muallimin-Muallimat

salah satu jasa Kiai Fattah yang dampaknya masih bisa dirasakan hingga saat ini dalam bidang pendidikan, yakni mendirikan Madrasah Muallimin-Muallimat. Menurut penuturan Almarhum KH Djamluddin Ahmad, bahwa madrasah ini berdiri pada tahun 1956. Namun, ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa madrasah tersebut berdiri pada tahun 1953.


Para santri Madrasah Muallimin-Muallimat pada saat awal pendiriannya harus menempuh masa belajarnya selama 4 tahun. Kemudian berubah menjadi 6 tahun. Gedung awalnya berada di depan Ndalem Kiai Fattah yang sekarang menjadi aula Pondok Induk. setelah berjalan dua tahun, ternyata banyak santri putri yang antusias melanjutkan pendidikannya, lalu Kiai Fattah pun berinisiatif untuk membangun Madrasah Muallimat.


Masa pendidikan madrasah 6 tahun dikarenakan menyesuaikan dengan kurikulum PGA (Pendidikan Guru Agama) pada tahun 1964. Lalu pada tahun 1969 Madrasah Muallimin dinegerikan dengan persetujuan dari hasil musyawarah keluarga Tambakberas. Pada tahun 1972 Kiai Fattah menginisiasi untuk membangun kembali Madrasah Muallimin-Muallimat dengan fokus "tafaquh fiddin" hingga saat ini madrasah tersebut telah memiliki dua bangunan, gedung pertama berada di sebelah timur Pondok Induk, sedangkan bangunan kedua berada di sebelah timur Pondok Al-Maliki. 


Berwasiat Dimakamkan di Dekat Madrasah 

Sebelum Kiai Fattah wafat, kondisinya memang menurun karena terjatuh di depan ndalem (rumah). Walaupun dalam kondisi yang tidak stabil ia masih tetap rutin menjadi imam shalat jamaah lima waktu, serta memberikan penganjian, dan pengajaran kepada para santri. Pada tanggal 28 April 1997 pukul 22:15 WIB, Kiai Fattah menghadap sang pencipta. 


Kiai Fattah wafat pada usia 63 tahun. Pada referensi yang lain disebutkan wafat di usia 66 tahun. Pada saat sebelum wafat ia sempat berwasiat, bahwa ketika meninggal agar dimakamkan di pemakaman keluarga, bangunan sebelah timur madrasah Muallimin-Muallimat. Kiai Fattah berkeinginan dengan dimakamkan di sana, ia masih dapat mendengarkan santri-santri membaca kitab, melantunkan bait-bait Alfiyyah Ibnu Malik, dan ayat suci Al-Qur’an.

 

*Ditulis oleh Akhmad Zamzami, Santri Pondok Induk Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang


Tokoh Terbaru