Opini

Pesantren Seblak, Laskar Hizbullah, dan Perang Gerilya

Selasa, 2 September 2025 | 17:45 WIB

Pesantren Seblak, Laskar Hizbullah, dan Perang Gerilya

Masjid dan Pesantren Seblak,Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. (Foto: NU Online Jombang/Mukani)

Pesantren Seblak didirikan tahun 1921 oleh Nyai Choiriyah binti KH M Hasyim Asy’ari Tebuireng dan KH M Ma’shum Ali. Kiai Ma’shum adalah Katib Syuriyah PCNU Jombang periode pertama sejak berdiri tanggal 14 Dzulqa’idah 1436 H (4 Mei 1928 M). Dia santri generasi pertama Pesantren Tebuireng yang berasal dari Maskumambang, Gresik.


Lokasi Pesantren Seblak hanya sekitar 300 meter barat Pesantren Tebuireng. Peran membentang sudah diberikan Pesantren Seblak dalam mendukung perwujudan kemerdekaan Indonesia. Termasuk upaya untuk mempertahankan dari tentara Belanda setelah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. 


Dua Peran

Sebagai sebuah institusi pendidikan, Pesantren Seblak memiliki peran tidak kecil dalam memberikan kontribusi bagi perjuangan Indonesia. Bahkan sudah dilakukan jauh hari sebelum proklamasi Indonesia. Ini dilakukan sebagai tanggung jawab moral dunia pesantren dalam menunjukkan semangat nasionalismenya. 


Pada tanggal 24 Oktober 1943 di Jakarta didirikan wadah baru perjuangan umat Islam Indonesia bernama Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Inisiatornya adalah para pemimpin organisasi NU dan Muhammadiyah yang menyadari adanya kesamaan tujuan dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Organisasi Masyumi menggantikan Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) yang sudah berdiri sejak 21 September 1937 di Surabaya dan kemudian dibubarkan Jepang.


Masyumi kemudian membentuk Laskar Hizbullah sebagai pasukan para pemuda Islam yang ingin berjuang membela tanah airnya sekaligus mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Laskar Hizbullah pada awalnya hanya pasukan cadangan dari tentara Pembela Tanah Air (PETA). Barisan kaum santri ini, menurut Kuntowijoyo (1986), di kemudian hari pasca proklamasi, akan menunjukkan urgensi secara signifikan. Laskar Hizbullah diidentifikasi sebagai media artikulasi kaum santri dalam berperang mengusir penjajah berdasarkan agama yang diyakininya. 


Laskar Hizbullah menggelar pelatihan pertama kali di Cibarusah, sekarang masuk Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Pelatihan digelar tanggal 28 Februari – 19 Mei 1945. Para alumni pelatihan ini di kemudian hari menjadi embrio pembentukan Laskar Hizbullah di masing-masing daerahnya. 


Dari kabupaten Jombang, yang dikirim empat santri Pesantren Tebuireng. Keempatnya adalah M Hasyim Lathif (Sumobito Jombang), Chumaidy/Sa’dullah (Sumobito Jombang), M Noer (Madura) dan Ma’shum (Gresik). Berdasarkan dokumen Sejarah Hizbullah II Resimen IV Divisi Sunan Ampel Surabaya (1981), mereka berempat berangkat ke Cibarusah setelah memperoleh rekomendasi dari KH Mahfudz Anwar, pengasuh Pesantren Seblak saat itu.


Setelah pulang, keempatnya kemudian menggelar pelatihan serupa di akhir bulan Mei sampai Agustus 1945. Berdasarkan dokumen Sejarah Singkat Batalyon 39 Condromowo (1985), peserta pelatihan ini dibatasi hanya 40 orang saja. Alumninya diproyeksikan menjadi calon komandan kompi bagi Laskar Hizbullah Jombang. Bahkan banyak putra kiai di Jombang yang mengikuti pelatihan ini, seperti KH M Yusuf Hasyim, Gus Muhammad Baidhowi dan Gus Abdul Haq Idris dari Pesantren Tebuireng. 


Lokasi pelatihan calon komandan kompi Hizbullah Jombang di Pesantren Seblak. Pemilihan lokasi ini dikarenakan yang merekomendasi keempat pelatih adalah KH Mahfudz Anwar. Selain itu, posisi Pesantren Seblak yang ketika itu dikelilingi oleh rimbunan bambu (Jawa: barongan), menjadikan tempat pelatihan akan terhindar dari endusan intelijen tentara Belanda.


Para calon komandan kompi dan didukung para kiai Jombang kemudian merekrut anggota secara terbuka bagi Laskar Hizbullah Jombang. Pelatihan setiap pekan merekrut 190 orang. Lokasi pelatihan berikutnya secara massal digelar di PG Djombang Baru. Durasi pelatihan setiap angkatan selama 3-4 pekan. Sehingga tanggal 20 Oktober 1945, Laskar Hizbullah Jombang sudah memiliki satu batalyon dengan kekuatan empat kompi di bawah pimpinan Mayor M Wahib Wahab.


Setelah Mayor M Wahib Wahab diangkat menjadi Komandan Divisi Laskar Hizbullah Sunan Ampel, komandan Laskar Hizbullah Jombang diganti Mayor Munasir Ali. Kekuatan ini di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Batalyon 39/Condromowo. Kekuatan ini, menurut Moch Faisol (2018) dalam buku Jejak Laskar Hizbullah Jombang, yang mempertahankan wilayah Jombang secara bergerilya dari gempuran tentara Belanda.


Batalyon Condromowo ini, saat bermarkas di Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Jombang, bersama-sama dengan beberapa batalyon lainnya, kemudian tergabung dalam Komando Operasi Wingate Hayam Wuruk. Tujuan operasi ini menguasai Pacet Mojokerto pada tanggal 1 Januari 1949 untuk kemudian melanjutkannya dengan perang gerilya dalam merebut Kota Surabaya kembali. Dalam dokumen Perjalanan Perjuangan Wingate Hayam Wuruk (1983), keputusan gerilya ini atas perintah Panglima Besar Jenderal Soedirman setelah Belanda menguasai Yogyakarta sebagai ibukota sementara pemerintahan Indonesia.


Tugas Mulia

Perlawanan pesantren, menurut Agus Sunyoto (2017), tidak pernah padam melawan kaum kolonial. Meskipun dalam banyak kasus mudah dikalahkan. Ini karena pesantren banyak didukung orang desa yang belum terlatih secara militer.


Ketika penjajah Jepang datang, tentara PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 dengan kekuatan 69 batalyon. Sebanyak 20 komandan batalyonnya adalah pemuka agama bergelar kiai dan haji. Sebut saja KH Abdul Kholiq Hasyim (Tebuireng), KH Sam’un (Banten), KH Iskandar Sulaiman (Malang), KH Munasir Ali (Mojokerto), KH Mansur Solichy (Mojokerto) dan lain sebagainya.


Bagi kaum muslim Indonesia, Jepang juga mendirikan Laskar Hizbullah. Baik PETA maupun Hizbullah, di kemudian hari akan menjadi tulang punggung pembentukan Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). 


Fakta keberadaan PETA dan Hizbullah ini tidak mengherankan sudah adanya 10 divisi TKR saat dibentuk 5 Oktober 1945. Tapi pada tanggal 10 Oktober sudah diumumkan memiliki 10 divisi. Kekuatan ini setara dengan 100.000 personel. Artinya, Laskar Hizbullah menjadi embrio kekuatan militer Indonesia pada periode awal.


Pesantren Seblak menjadi contoh kontribusi nyata dunia pesantren dalam menyokong pendirian Indonesia merdeka. Bahkan mempertahankan proklamasi dari agresi militer Belanda. Tidak hanya mengajarkan ilmu agama, pengasuh Pesantren Seblak memfasilitasi pengiriman empat utusan dalam pelatihan Hizbullah awal di Cibarusah.


Di Pesantren Seblak juga menjadi tempat pelatihan para calon komandan kompi Laskar Hizbullah. Laskar inilah yang membuat Belanda kocar-kacir dalam pertempuran Arek-arek Suroboyo tanggal 10 Nopember 1945 yang heroik itu. 



 

*Mukani, A’wan Pengurus Ranting NU Kayangan, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang dan Dosen STAI Darussalam Krempyang Nganjuk