Tokoh

Sutradara Serial Klasik 'Mak Lampir' Ternyata Pernah Nyantri di Tebuireng dan Seblak, Ini Sosoknya

Kamis, 12 Juni 2025 | 18:45 WIB

Sutradara Serial Klasik 'Mak Lampir' Ternyata Pernah Nyantri di Tebuireng dan Seblak, Ini Sosoknya

Abnar Romli, alumni Tebuireng dan Seblak yang sukses sutradarai serial Mak Lampir. (Foto: NU Online)

Drama kolosal legendaris Indonesia yang terkenal dengan tokoh Mak Lampir berjudul "Misteri Gunung Merapi", menjadi serial TV populer di tahun 90-an. Pertama kali tayang pada 1 November 1998, serial ini berhasil memadukan unsur mistik dan cerita rakyat yang sarat akan makna juga pesan moral.


Namun, siapa sangka bahwa sosok di balik kepopuleran serial TV ini pernah nyantri di Jombang, tepatnya di Tebuireng dan Seblak. Melansir dari NU Online, Muhammad Abu Nawar Romli alias Abnar Romli lah yang menyutradarai serial tersebut.


Pria kelahiran Tegal 13 Maret 1943 ini diketahui memiliki hobi menulis cerita yang tumbuh dari kebiasaannya mendengarkan cerita dongeng dari sang ibu. Dari situ, ia bercita-cita menjadi penulis fiksi dan sutradara film.


Sebelum nyantri di Jombang, Abnar Romli menempuh pendidikan di Sekolah Dasar dan lulus pada tahun 1958, kemudian ia melanjutkan studi di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) di kota asalnya, Tegal.


Tahun 1960, Abnar Romli mulai nyantri di Jombang. Ayahnya mengirim Abnar Romli ke Pondok Pesantren Tebuireng dengan harapan agar anaknya memiliki ilmu agama yang dalam dan kelak menjadi seorang kiai.


Meskipun tinggal di pesantren, Abnar Romli tetap berkarya, ia aktif menulis cerpen dan berbagai karya lain di sela-sela kesibukannya mempelajari ilmu agama seperti santri-santri pada umumnya.


Dari Pesantren Tebuireng, Abnar Romli kemudian nyantri ke Pesantren Seblak yang didirikan oleh KH Ma'shum Ali, pengarang Kitab Amtsilah At-Tashrifiyah yang juga menantu KH Hasyim Asy'ari.


Tahun 1965, Abnar Romli kembali nyantri ke Pesantren Tebuireng setelah menyelesaikan pendidikannya di Pesantren Seblak. Dua tahun kemudian, tepatnya 1967, ia kembali ke kampung halamannya di Slawi, Tegal, dan memimpin Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI) Kabupaten Tegal.


Rasa cintanya terhadap dunia seni serta dorongan cita-cita masa kecil menuntunnya untuk merantau ke Jakarta pada tahun 1970. Di Jakarta, ia mulai merintis karirnya dengan mendirikan sebuah grup drama bernama 'Teater Pembina' yang aktif mengisi program di TVRI Jakarta, termasuk drama Mimbar Agama Islam dan drama remaja kala itu.


Tahun 1971, Abnar Romli mencoba peruntungannya dengan melamar sebagai pekerja di PT Agora Film, sebuah perusahaan produksi film layar lebar yang dipimpin oleh aktor terkenal Bambang Irawan.


Mulanya Abnar Romli diterima sebagai seorang juru catat adegan, kemudian ia dipromosikan menjadi asisten sutradara setahun setelahnya. Barulah di tahun 1974, PT Sapta Yanuar Film memberikan kepercayaan penuh padanya untuk menjadi sutradara utama.


Ia pun menyutradarai film layar lebar berjudul "Dimadu", dengan skenario yang ditulisnya sendiri dan berakhir sukses di pasaran. Film selanjutnya yang ia sutradarai berjudul "Setitik Noda", produksi PT Sarinande Film, yang kemudian membuatnya mengepakkan sayap ke berbagai film layar lebar lainnya.


Selain serial "Misteri Gunung Merapi" dan karya yang disebutkan di atas, karya lain yang disutradarai Abnar Romli adalah "Legenda Mahkota Majapahit", "Prahara Prabu Siliwangi", "Mayat Hidup""Pancasona" dan berbagai judul lainnya.


Tak hanya aktif berkarya di dunia perfilman, Abnar Romli juga aktif berkarya dalam bentuk cerpen, contohnya cerpen berjudul "Penjual Kapas" karyanya dimuat dalam buku Cerita Pendek Indonesia ke-4 (1979).


Sebelumnya, cerpen "Penjual Kapas" ini dimuat di majalah Horison (majalah sastra yang dipimpin oleh H B Jassin dan Mochtar Lubis) nomor 2 tahun 1967 (15 Februari 1967). Cerpen ini mendapatkan penghargaan Hadiah Horison tahun 1966-1967 untuk kategori cerpen yang mendapat pujian dari redaksi. Oleh Ajip Rosidi, cerpen tersebut lantas dimasukkan ke dalam antologi Langit Biru, Laut Biru (1977).


Karya lainnya dari Abnar Romli yaitu naskah drama "Satu Babak Perlawanan" (1967). Lalu novel "Orang-orang yang Terhormat" (terbit tahun 1967, pada tahun 1974 dilarang terbit oleh Orde Baru), novel "Willem Best" (1969), novel "Saat Badai Mengamuk" (1973), dan novel "Keramat Maulana Putih" (2023).