M Fathoni Mahsun
Penulis
Umumnya dari kita mengetahui Gus Dur sudah tidak bisa melihat. Kecuali yang sudah kenal Gus Dur sejak muda. Namun dengan kekuarangan Gus Dur tersebut justru menyimpan keistimewaan tersendiri. Setidaknya ada dua peristiwa yang akan kita kenang dari keistimewaan tersebut.
Pertama, pernah dalam suatu perjalan mengendarai mobil bersama Kiai Wahab Chasbullah Tambakberas, yang pegang setir adalah Kiai Wahab. Zaman tahun 60-70-an memang Kiai Wahab sudah lihai menngendarai mobil. Pokoknya di zaman itu kalau ada orang tua yang mengenakan sorban di kepalanya sedang menyopir, hampir bisa dipastikan bahwa itu adalah Kiai Wahab.
Namun yang aneh, tiba-tiba waktu nyetir mobil begitu Kiai Wahab bertanya pada Gus Dur "Abdurrahman, sungainya ada di sebelah kanan apa kiri?" Itu berarti sedari tadi Kiai Wahab nyopir tidak melihat jalan.
Menurut sebuah sumber, penglihatan Kiai Wahab mulai terganggu ketika berada dalam perjalan kereta api, Kiai Wahab tertimpa koper yang berada di atas tempat duduknya. Sehingga di usia senjanya penglihatan Kiai Wahab tidak berfungsi.
Pernah suatu ketika foto Kiai Wahab yang mengenakan sorban di kepala, serta berkacamata dengan mata terpejam karena memang penglihatan yang sudah terganggu, diedit oleh seseorang sehingga matanya terbuka. Di luar dugaan, pihak keluarga malah tidak berkenan, karena itu berarti foto tersebut tidak otentik lagi. Memang ada foto asli Kiai Wahab dengan mata terbuka, karena penglihatan masih normal. Namun foto yang masih melihat ini mengenakan kopiah hitam, bukan surban.
Belakangan kita dapat cerita dari Budi Santoso Tanuwibowo, ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) yang pernah suatu ketika menjemput Gus Dur di kediamannya di Ciganjur Jakarta menuju ke sebuah acara di hotel Danau Sunter. Pak Budi yang nyetir mobil tidak tahu jalannya, karena ketika itu belum ada google map. Namun, anehnya Gus Dur yang sudah tidak bisa melihat itu, bisa mengomando Pak Budi dengan mengatakan “kiri-kanan, kiri-kanan” hingga sampai ke tujuan. Berarti apa Gus Dur dapat sanad bisa mengenali jalan tanpa melihat dari Kiai Wahab?
Percaya atau tidak, hingga saat tulisan ini dibuat, di Pondok Pesantren Tambakberas ada kiai yang bisa nyetir mobil tanpa melihat (nama off the record, karena beliaunya masih hidup). Kiai ini seringkali kalau nyetir mobil tertidur, hingga kepalanya hampir menyentuh setir. Salah satunya, perjalanan dari Lengkong Nganjuk menuju Kertosono, posisi nyetir mobil tapi tertidur. Anehnya, waktunya belok, setirnya belok sendiri. Cerita ini saya dapatkan dari salah satu Gus Tambakberas yang menjadi salah satu penumpangnya.
Peristiwa lain, ketika saya sempat ikut kegiatan pesantren Ramadhan tahun 2007 di Ciganjur, atau 2 tahun sebelum Gus Dur wafat. Sebagai kiai pemilik pesantren, tentu Gus Dur mengajar ngaji santrinya. Namun, karena kekurangan dalam hal penglihatan, maka Gus Dur menyuruh santrinya menjadi muqri' atau pembaca kitab. Santri muqri' ini bernama Maftuhin yang kesehariannya dipanggil Kiki. Duduk bersebelahan dengan Gus Dur menghadap santri yang lain. Cara membacanya, dibaca teks Arabnya, tanpa dimaknai, karena mungkin santri yang mengaji rata-rata merupakan lulusan pondok pesantren. Sesekali ketika Gus Dur perlu menerangkan, maka pembacaan kitab dihentikan sejenak.
Kitab yang dibaca adalah Risalah Halus Sunnah wal Jamaah karya Kiai Hasyim Asy’ari. Merupakan salah satu kitab Kiai Hasyim yang sudah dikodifikasi menjadi satu, berjudul Irsyadus Sary. Seingat saya, santri yang mengaji ketika itu tidak beli, tapi dibagi masing-masing satu. Irsyadus Sary ketika itu cetakannya masih versi awal-awal, belum seperti versi saat ini yang sudah ada maknya. Masih baru saja dikumpulkan oleh Gus Isom Hadzik, salah satu cucu Kiai Hasyim.
Pada 1 Oktober 2024 KH Faiq Hasyim dari Kedunglo Kediri wafat. Saya baru tahu dari postingan Facebook Gus Ainur Rofiq Tambakberas bahwa Kiai Faiq merupakan muqri' Kiai Wahab Chasbullah, saat menjadi santri di Tambakberas. Seketika saya sadar, Gus Dur mengajar kitab dengan menggunakan muqri' berarti mencontoh, atau bahasa pesantren bersanad juga pada Kiai Wahab Chasbullah.
*M. Fathoni Mahsun, Pengajar di Madin Nurul Muhtadin, Jombang.
Terpopuler
1
Santri Tahfiz Diwisuda, Nyai Machfudhoh Tekankan Jaga Hafalan dan Akhlak Mulia
2
Menag Sebut Haji 2025 Berpotensi Menjadi Haji Akbar
3
Ini Desain dan Makna Logo Harlah Ke-75 Fatayat NU, Unduh di Sini
4
Memahami Makna Halal Bihalal menurut Prof Quraish Shihab
5
Halal Bihalal LTN MWCNU Diwek: Pompa Spirit Baru Tingkatkan Literasi dan Komitmen Rampungkan Buku
6
Harlah Ke-65, Ketua PMII Jombang Tekankan Semangat dan Konsistensi Berorganisasi
Terkini
Lihat Semua