Orang Pikun Tetap Wajib Jalankan Perintah Syariat? Ini Penjelasannya
Senin, 24 Juni 2024 | 07:02 WIB
KH M Sholeh
Penulis
Namanya saja pikun, sering lupa terhadap aktivitas yang telah dilakukan atau tengah melakukan sesuatu tapi tak sesuai dengan aturan umum yang berlaku, seperti menganggap belum makan padahal belum lama sudah habis satu piring, atau sebaliknya. Contoh lain misalnya, melaksanakan shalat Subuh tapi lima rakaat.
Kemampuan kerja akal, sudah tak lagi normal, kemampuan identifikasi, ingatan dan lain sebagainya sudah sangat bermasalahi. Itulah sekelumit gambaran orang pikun.
Karenanya Almishbahul Munir mendefinisikan pikun sebagaimana berikut:
وخرف الرجل خرفا من باب تعب فسد عقله لكبره
Artinya, "Kata khorifa (pikun) mengikuti kata ta'iba artinya adalah rusak akal yang disebabkan karena usia lanjut".
Orang yang sedang dalam kondisi demikian oleh Ushul Fiqih mendapat hukum yang berbeda dengan orang yang kondisinya normal, sehingga muncul teori Awaridlul Ahhliyah, sebuah teori yang mengetengahkan penyebab-penyebab manusia Muslim menjadi tidak berkelayakan mendapat beban tugas sebagaimana mestinya seperti shalat, puasa, keabsahan bicara, dan lain-lain.
Teori ini berawal dari sabda Nabi:
رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل
Artinya, "Terangkat pena catatan amal dari tiga golongan, dari orang tidur hingga terbangun, dari anak kecil hingga baligh, dari orang gila hingga sembuh dari gilanya".
Baca Juga
Hukum Menerima Pemberian dari Non-Muslim
قال أبو داود : رواه ابن جريج عن القاسم بن يزيد عن علي عن النبي زاد فيه والخرف
Artinya, "Abu Dawud berkomentar: hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Qosim bin Yazid dari Ali dari nabi dengan penambahan kata 'dan orang pikun'".
Jadi, orang yang dalam kondisi di atas tidak wajib menjalankan beban tugas agama seperti shalat, puasa dan lain-lain, juga tidak ada konsekuensi pada bentuk ucapan dan tindakan yang dilakukan.
Sehingga seandainya orang pikun ini di kemudian hari memberikan aset berharga seperti sawah, rumah dan lain-lain kepada seseorang, maka pemberian tersebut dianggap tidak sah secara fiqih.
Baca Juga
Hukum Membaca Basmalah
Catatan: Orang yang tidur di saat waktu shalat sudah masuk, hingga keluar waktu shalat tetap berdosa, karena pada dasarnya orang ini sedang berada di waktu shalat dalam keadaan mukallaf, beda dengan tidur sebelum masuknya waktu shalat. Wallahu a'lam bishshawab.
*Ditulis oleh KH M Sholeh, tokoh NU Jombang, aktif mengajar di beberapa pondok pesantren di Jombang.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat Akhir Syawal: Merawat Silaturahim dengan Sesama
2
Cara Melaksanakan Shalat Utaqa, 8 Rakaat di Bulan Syawal
3
Gus Kikin Kisahkan Sepak Terjang KH Asy’ari, Ayahanda KH Hasyim Asy’ari
4
Ini Desain dan Makna Logo Harlah Ke-75 Fatayat NU, Unduh di Sini
5
Memahami Makna Halal Bihalal menurut Prof Quraish Shihab
6
Indahnya Syawal, Bulan Pernikahan Rasulullah dan Siti Aisyah
Terkini
Lihat Semua