• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 25 April 2024

Bahtsul Masail

Memaksa Belajar di Pesantren tanpa Izin Orang Tua, Dibenarkan dalam Syariat?

Memaksa Belajar di Pesantren tanpa Izin Orang Tua, Dibenarkan dalam Syariat?
Ilustrasi santri pesantren ngaji. (Foto: Freepik)
Ilustrasi santri pesantren ngaji. (Foto: Freepik)

Deskripsi Masalah: 

Sebut saja Rosyid, anak cerdas dari Ronald, seorang doktor. Rosyid dilema dengan keputusannya untuk memperdalam ilmu agama yang selama ini tidak pernah ia peroleh. Karena dari kecil ia disekolahkan dan dileskan oleh ayahnya untuk meneruskan rumah sakit yang sudah dibangun dengan susah payah oleh ayahnya. Dengan kecerdasan yang dimilikinya ia pun ingin dimasukkan ke kampus dengan jurusan kedokteran.


Setelah lulus SMA unggulan, ia pun memaksa untuk berangkat ke pesantren walaupun ayahnya tidak memberikan izin. Ayahnya pun kebingungan, dalam waktu satu tahun ia terus mencari. Akhirnya, keberadaan anaknya diketahui. Ronald kemudian menuju pesantren menemui anaknya dan berkata "ayah tidak mau kamu di sini dan jika kamu memaksa, sudah tidak usah pulang lagi ke rumah, terserah kamu mau tinggal di mana". Rosyid pun tambah dilema dengan keadaan ini.


Pertanyaan:

Apakah dibenarkan menurut syariat terkait tindakan Rosyid yang pergi ke pesantren sebagaimana dalam deskripsi?


Jawaban:

Dibenarkan. Jika, pertama, ilmu yang dicari hukumnya fardhu ain dan fardhu kifayah. Kedua, Di daerahnya tidak ada guru yang mengajarkannya, menurut satu pendapat ulama.

 

Referensi:

روضة الطالبين وعمدة المفتين (10/ 211)
)فرع (من أحد أبويه حي، يحرم عليه الجهاد إلا بإذنه، أو بإذنهما إن كانا حيين مسلمين، ولا يحتاج إلى إذن كافر، والأجداد والجدات كالوالدين، وقيل: لا يشترط إذن الجد مع وجود الأب، ولا الجدة مع وجود الأم، والأول أصح، وليس للوالد منع الولد من حجة الإسلام على الصحيح، وله المنع من حج التطوع، وَأَمَّا سَفَرُهُ لِطَلَبِ الْعِلْمِ ، فَإِنْ كَانَ لِطَلَبِ مَا هُوَ مُتَعَيِّنٌ ، فَلَهُ الْخُرُوْجُ بِغَيْرِ إِذْنِهِمَا وَلَيْسَ لَهُمَا الْمَنْعُ . وَإِنْ كَانَ لِطَلَبِ مَا هُوَ فَرْضُ كِفَايَةٍ ، بِأَنْ خَرَجَ لِطَلَبِ دَرَجَةِ الْفَتْوَى وَفِي النَّاحِيَةِ مُسْتَقِلٌّ بِالْفَتْوَى ، فَلَيْسَ لَهُمَا الْمَنْعُ عَلَى الْأَصَحِّ . فَإِنْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ مُسْتَقِلٌّ وَلَكِنْ خَرَجَ جَمَاعَةٌ ، فَلَيْسَ لَهُمَا عَلَى الْمَذْهَبِ ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يُوْجَدْ فِي الْحَالِ مَنْ يَقُوْمُ بِالْمَقْصُوْدِ ، وَالْخَارِجُوْنَ ، فَلَا يَظْفَرُوْنَ بِالْمَقْصُوْدِ . وَإِنْ لَمْ يَخْرُجْ مَعَهُ أَحَدٌ ، لَمْ يَحْتَجْ إِلَى إِذْنٍ وَلَا مَنْعَ لَهُمَا قَطْعًا؛ لأنه يدفع الإثم عن نفسه، كالفرض المتعين عليه، وَقَيَّدَ بَعْضُهُمْ هَذِهِ الصُّوْرَةَ بِمَا إِذَا لَمْ يُمْكِنْهُ التَّعَلُّمُ فِيْ بَلَدِهِ . وَيَجُوْزُ أَنْ لَا يُشْتَرَطَ ذَلِكَ . بَلْ يَكْفِيْ أَنْ يُتَوَقَّعَ فِي السَّفَرِ زِيَادَةُ فَرَاغٍ أَوْ إِرْشَادُ أُسْتَاذٍ أَوْ غَيْرُهُما


Artinya: Adapun kepergian santri untuk mencari ilmu fardhu ain, maka diperbolehkan tanpa izin kedua orang tua dan orang tua tidak boleh mencegahnya. Sedangkan kepergiannya untuk mencari ilmu yang fardhu kifayah dan tidak ada orang lain yang melakukannya, maka diperbolehkan dan orang tuanya tidak boleh mencegah menurut pendapat yang ashah. Dan jika ada orang lain yang telah melakukannya, maka orang tua tidak boleh melarang menurut madzhab yang kuat.


Sebagian ulama mensyaratkan permasalahan ini jika tidak mungkin untuk belajar di daerahnya sendiri. Dan boleh syarat di atas diabaikan, bahkan diharapkan bertambahnya kesempatan atau petunjuk guru atau lainnya di dalam perjalanan mencari ilmu.


Catatan:

  1. Penjelasan atau uraian di atas merupakan hasil bahtsul masail yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang (PC) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Jombang.
  2. Sumber yang dijadikan referensi dalam membahas topik terkait, tidak diterjemahkan secara utuh, hanya menerjemahkan poin-poin penting yang langsung menjelaskan topik.


Bahtsul Masail Terbaru