Muhammad Rizky Fadillah
Kontributor
Dalam Islam, konsep mahram adalah hal penting yang harus diketahui dan diperhatikan, sebab hal itu menjadi landasan utama dalam tatanan interaksi sosial. Bahkan ketidaktahuan tentang hal itu, dalam beberapa kasus, bisa menjadi suatu petaka. Seperti halnya status ipar yang muncul sebab adanya ikatan pernikahan, yang jika salah mengartikan status ipar, hal ini bisa menjadi bencana bagi suatu keluarga.
Secara khusus Rasulullah saw telah memberikan peringatan agar berhati-hati dalam menjaga interaksi dengan ipar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda, yang artinya:"Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita." Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, "Wahai Rasulullah bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?" Beliau menjawab, "Ipar adalah maut". (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Mahram sendiri adalah perempuan yang haram untuk dinikahi karena beberapa sebab. Keharamannya dikategorikan ke dalam dua bagian, pertama hurmah muabaddah (haram selamanya) yang isinya disebut mahram muabbad, dan kedua hurmah mauaqqatah (haram sementara) yang isinya disebut mahram muaqqat.
Mahram muabbad sendiri diakibatkan oleh tiga hal: kekerabatan, perkawinan, dan persusuan. Sedangkan mahram muaqqat diakibatkan oleh sebab-sebab tertentu.
Status Ipar
Ipar atau saudara dari suami dan istri termasuk ke dalam mahram muaqqat, yakni perempuan-perempuan yang haram dinikahi sementara waktu karena sebab tertentu. Bila sebabnya hilang, maka hilang pula status kemahramannya.
Dalam hal ini, ipar menjadi mahram sebab adanya ikatan pernikahan. Maka, jika ikatan pernikahan itu hilang (misalnya karena perceraian), hilang pula status kemahramannya.
Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisa yang menjelaskan haramnya menikahi dua wanita bersaudara sekaligus.
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ
Artinya, “(Diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau,” (QS An-Nisa’ [4]: 23).
Keharaman ini berlaku baik dalam satu akad atau dua akad yang berbeda. Tatapi jika seorang suami menceraikan istrinya dengan talak ba'in (talak tiga) atau istrinya meninggal, dan hendak menikahi adik iparnya, maka ia boleh langsung menikahnya tanpa menunggu masa iddah istrinya.
Di samping itu, bahkan yang dimaksud dengan dua perempuan di sini bukan hanya dua perempuan yang beradik-kakak, tetapi juga bibi dengan keponakannya atau keponakan dengan bibinya.
Selain ipar, termasuk juga mahram muaqqat adalah:
- Bibi Istri.
- Perempuan yang kelima. Artinya, tidak boleh dinikahi jika seorang laki-laki telah lebih dulu menikahi empat perempuan. Kecuali jika salah satu dari keempatnya meninggal dunia atau diceraikan.
- Perempuan musyrik penyembah berhala.
- Perempuan yang masih menjalani masa iddah, baik dari Iddah wafat atau cerai.
- Perempuan yang telah ditalak tiga. Perempuan yang telah ditalak tiga tidak halal dinikahi lagi oleh suaminya, sampai sang istri dinikahi oleh laki-laki lain (muhallil).
Konsekuensi Ipar dalam Fiqih
Berbeda dengan mahram muabbad, perempuan yang tergolong mahram muaqqat (yang juga termasuk ipar di dalamnya) dihukumi dapat membatalkan wudhu jika bersentuhan dengan mereka.
قوله: أو مصاهرة أي توجب التحريم على التأبيد كأم الزوجة، بخلاف ما إذا كانت توجب التحريم لا على التأبيد كأخت زوجته، فإن الوضوء ينتقض بلمسها
Artinya, "Mahram muabbad (orang yang haram dinikahi selamanya) tidak membatalkan wudhu seperti ibu dari istri, berbeda dengan mahram sementara seperti saudara dari istri, maka membatalkan wudhu jika bersentuhan" (Abu Bakar Muhammad Syatho ad-Dimyathi, I'anah al-Tholibin, juz 1, halaman 79).
Pada dasarnya, ipar dalam kedudukannya sama saja dengan orang lain (ajnabi). Sekalipun berstatus mahram, ia tergolong mahram yang hanya sementara dan tetap dapat membatalkan wudhu jika bersentuhan.
Dengan demikian, ketika suami atau istri berinteraksi dengan iparnya hukum-hukum fiqih seperti menutup aurat, tidak bersentuhan, tidak khalwat (berduaan), tidak bersolek yang berlebihan, tidak mendayu-dayukan suara, dan menundukkan pandangan tetap berlaku dan perlu menjadi perhatian.
Maka interaksi pasang suami dan istri bersama para iparnya perlu memerhatikan hal-hal yang menjadi batasan sebagaimana dengan orang lain yang bukan mahramnya (ajnabi). Dari mulai cara berbicara hingga cara berpakaian dan berinteraksi.
Demikianlah status ipar dan ketentuannya dalam syariat Islam. Hal ini menjadi penting untuk menjadi pengingat dan batasan aurat juga pergaulan laki-laki dengan perempuan dalam keluarga.
*Ditulis oleh Muhammad Rizky Fadillah, Mahasantri Ma'had Aly Tebuireng, Jombang.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Memanfaatkan Sisa Bulan Sya'ban dengan Semangat Perbaiki Diri dan Hati
2
2 Doa Malam Nisfu Sya’ban: Arab, Latin, dan Maknanya
3
4 Dosa yang Tidak Diampuni di Malam Nisfu Sya'ban, kecuali dengan Tobat Nasuhah
4
Raih Ampunan dan Keberkahan di Malam Nisfu Sya'ban dengan 3 Amalan Sunnah Ini
5
Pandangan Ulama tentang Malam Nisfu Sya'ban dan Menghidupkannya
6
Panduan dan Hikmah Menghidupkan Malam Nisfu Sya'ban
Terkini
Lihat Semua