Syariah

Hukum Perlombaan dengan Memungut Biaya Pendaftaran

Senin, 11 Agustus 2025 | 12:29 WIB

Hukum Perlombaan dengan Memungut Biaya Pendaftaran

Ilustrasi lomba. (Foto: Freepik)

Perlombaan atau musabaqah sering kali menjadi bagian dari memeriahkan suatu acara atau event. Berbagai jenis perlombaan terkadang disertai dengan hadiah bagi para pemenang. Lalu, bagaimana hukum perlombaan dalam Islam?


Hukum Asal Perlombaan dalam Islam
Secara umum, hukum perlombaan dalam Islam adalah boleh. Bahkan jika di dalamnya tidak ada hadiah yang diperebutkan, maka hukumnya tetap boleh secara mutlak, karena perlombaan termasuk dalam ranah muamalah.


Apabila perlombaan tersebut berkaitan dengan ketangkasan yang bermanfaat untuk keperluan jihad atau bela negara, hukumnya menjadi sunnah. Hal ini ditegaskan oleh Syekh As-Syirbini dalam Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’ (Beirut, Darul Fikr: 1431 H, jilid II, hlm. 596).


Hukum Perlombaan dengan Hadiah
Menurut ulama sebagaimana melansir NU Online, hukum perlombaan dengan hadiah yang diperebutkan terbagi menjadi tiga:


1. Jika hadiah berasal dari pihak ketiga dan bukan dari peserta, hukumnya boleh. Imam An-Nawawi berkata:


فَأَمَّا الْمُسَابَقَةُ بِعِوَضٍ فَجَائِزَةٌ بِالْإِجْمَاعِ لَكِنْ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ الْعِوَضُ مِنْ غَيْرِ الْمُتَسَابِقَيْنِ


Artinya, "Perlombaan dengan hadiah hukumnya boleh secara ijma’, dengan syarat hadiah tidak berasal dari para peserta lomba." (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Muslim, Beirut, Dar Ihyait Turats: 1392 H, jilid XIII, hlm. 14)


2. Jika hadiah dari salah satu peserta, hal ini juga diperbolehkan, sebagaimana disebutkan dalam Nihayatul Muhtaj:


وَ يَجُوزُ شَرْطُهُ (مِنْ أَحَدِهِمَا فَيَقُولُ إنْ سَبَقْتَنِي فَلَكَ عَلَيَّ كَذَا وَإِنْ سَبَقْتُكَ فَلَا شَيْءَ) لِي (عَلَيْك) إذْ لَا قِمَارَ


Artinya, "Boleh mensyaratkan hadiah dari salah satu peserta, seperti seseorang berkata: 'Jika kamu mengalahkanku, maka kamu mendapatkan hadiah sekian dariku. Namun jika aku menang, tidak ada kewajiban apapun dari kamu untukku.' Perlombaan semacam ini dibolehkan karena tidak mengandung unsur judi (qimar)." (Syamsuddin Al-Ramli, Nihayatul Muhtaj, Beirut, Darul Fikr: 1984, jilid VIII, hlm. 168)


3. Jika hadiah berasal dari iuran masing-masing peserta dan pemenang mengambil seluruhnya, maka hukumnya haram karena termasuk judi (qimar). Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan:


وَجَوَّزَ اَلْجُمْهُور أَنْ يَكُونَ مِنْ أَحَدِ اَلْجَانِبَيْنِ مِنْ اَلْمُتَسَابِقَيْن وَكَذَا إِذَا كَانَ مَعَهُمَا ثَالِثٌ مُحَلِّلٍ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُخْرِجَ مِنْ عِنْدِهِ شَيْئًا لِيُخْرِجَ الْعَقْدَ عَنْ صُورَةِ الْقِمَارِ وَهُوَ أَنْ يُخْرِجَ كُلٌّ مِنْهُمَا سَبَقًا فَمَنْ غَلَبَ أَخَذَ اَلسَّبَقَيْنِ فَاتَّفَقُوا عَلَى مَنْعِهِ


Artinya, "Mayoritas ulama membolehkan hadiah dari salah satu peserta lomba, atau dari kedua peserta jika melibatkan pihak ketiga (muhallil) yang tidak mengeluarkan hadiah. Hal ini agar akad lomba tidak menjadi judi. Yang dimaksud judi adalah ketika masing-masing peserta mengeluarkan sejumlah harta, lalu pemenang mengambil semua harta tersebut. Dalam hal ini, ulama sepakat melarangnya." (Fathul Bari, Mesir, Al-Maktabah As-Salafiyah: 1390 H, jilid IV, hlm. 73)


Kaidah Perlombaan agar Terhindar dari Unsur Judi
Berdasarkan uraian di atas, ada empat kaidah agar perlombaan tidak mengandung unsur judi:


1. Hadiah berasal dari pihak ketiga. Misalnya dari sponsor, kepala daerah, donatur, atau warga yang mampu.


2. Iuran peserta hanya untuk operasional. Panitia boleh memungut biaya pendaftaran atau iuran peserta, tetapi dana tersebut digunakan untuk biaya operasional perlombaan, bukan untuk hadiah.


3. Penyelenggara bisa menjual suvenir atau produk kepada peserta, lalu hasil penjualannya digunakan untuk hadiah.


4. Tidak memungut biaya hadiah dari semua peserta. Jika uang pendaftaran dipakai untuk hadiah dan semua peserta membayar, maka ini termasuk judi dan hukumnya haram.