Syariah

Bersentuhan Kulit dengan Lawan Jenis saat Tawaf Tak Terhindarkan, Begini Solusinya

Selasa, 21 Mei 2024 | 09:06 WIB

Bersentuhan Kulit dengan Lawan Jenis saat Tawaf Tak Terhindarkan, Begini Solusinya

Jamaah haji sedang melaksanakan tawaf. (Foto: NU Online/MCH)

Ada beberapa penanya baik melalui online dan offline yang menginginkan sesuatu termasuk hukum yang solutif saat melakukan ibadah haji. Sebagaimana diketahui bersama bahwa ibadah haji adalah ibadah fisik.


Misalnya tawaf. Banyak orang yang menjalankan tawaf, tentu saja mereka dari beragam latar belakang kemampuan agama yang berbeda atau latar belakang madzhab yang berbeda pula, sehingga dalam penerapan hukum juga berbeda-beda.


Seperti persentuhan kulit laki laki-laki dan perempuan lain saat tawaf. Ini memang sebuah problem yang perlu dicarikan solusi paling ringan untuk memudahkan.


Sudah biasa dan banyak diketahui oleh jamaah haji Indonesia bahwa di antara syarat tawaf menurut madzhab Syafi'i adalah suci dan di antara yang membatalkan wudhu adalah persentuhan kulit laki-laki dan perempuan lain baik sengaja atau tidak.


Tentu konsekuensi dari hukum ini sering menyulitkan, karena ketika terjadi persentuhan tersebut mereka harus cari tempat wudu dan kemudian meneruskan tawafnya dari tempat di mana ia batal. 


Dua hal ini tentu sangat merepotkan bagi jamaah haji Indonesia apalagi yang sepuh. 


Maka penulis sering memberikan solusi pada problematika tawaf ini dengan mengikuti pendapat Alfauroni dan Imam Haromain yang bermazhab Syafi'i yang menyatakan bahwa sepanjang tidak ada kesengajaan melakukan persentuhan kulit laki-laki dan perempuan, maka wudunya tidak batal, meski pendapat ini dianggap lemah. 


Namun pendapat lemah dalam keadaan yang sulit dan demi hal yang maslahat dalam pernyataan kitab Tarsyihul Mustafidin boleh dipakai. 


Berikut pendapat Alfauroni dan imam Haromain yang dikutip Annawawi dalam Al-Majmu':


ووجه حكاه الفوراني وإمام الحرمين وآخرون أن اللمس إنما ينقض إذا وقع قصدا


Artinya, "Dan wajah yang diceritakan oleh Alfauroni, Imam Haromain dan banyak ulama yang lain: persentuhan kulit  laki-laki dan perempuan itu dapat membatalkan wudu bila terjadi dengan sengaja". 


Mengapa tidak menggunakan madzhab Hanafi yang mengatakan: persentuhan kulit laki-laki dan perempuan itu tidak membatalkan wudu?


Alfaqir tidak merekomendasi itu karena mayoritas jamaah haji Indonesia tidak terbiasa berwudlu dengan cara Hanafi yang ketika mengusap kepala harus minimal seperempat kepala.


Hal ini untuk mengurangi resistensi di kalangan ahli fiqih mengenai talfiq (mencampuradukkan madzhab).


Bila memang menjaga suci dari hadats ini masih kesulitan karena problemnya sering "ngentut", maka sebaiknya membaca landasan hukum yang sudah Alfaqir tulis sebelumnya. Wallahu a'lam bishshawab


*Ditulis oleh KH M Sholeh, tokoh NU Jombang.