Akhlaq Salaf (1) : Nasehat Orang Misterius kepada Imam Ahmad bin Hambal
Oleh Ali Makhrus*
Bila kita baca sejarah Islam, kita tentu akan banyak membaca fakta fakta sejarah tentang mihnah kepada para Ulama, terkait fitnah kemakhluqan al Quran. Peristiwa besar tersebut terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah, di bawah pemerintahan Kholifah Al Makmun. Di antara ulama ulama itu adalah sang mujtahid muthlaq, pendiri madzhab Hambali, Abu Abdillah Ahmad bin Hambal.
Dikisahkan bahwa, “Shalih bin Ahmad berkata, “ayahku (Imam Ahmad) dan Muhammad bin Nuh digiring dari Bagdad dalam keadaan terikat. Kami bersabar mendengar beliau dibawa hinga ke Al Anbar”.
“Abu Bakar al Ahwar bertanya kepadaku, “wahai Abu Abdillah, bagaimana bila anda diancam dengan pedang, apakah anda bersedia membenarkanya ?”
Beliau menjawab, “ Tidak !”
“Kemudian beliau kembali diarak. Aku mendengarkan ayahku berkata, “kami pun dibawa menuju Rahbah (lapangan milik Malik bin Thauq yang terletak di anatar Bagdad dan Riqqoh. Dari sana, kami diberangkatkan lagi pada tengah malam. Tiba tiba lewat di hadapan kami seseorang lelaki dan bertanya, “ siapa di antara kalian yang bernama Ahmad bin Hambal ?”, ada yang menjawab, “ini orangnya. Maka orang itu berkata kepada penuntun ontanya, pelan pelan.
Setelah itu ia berkata, “begini, tidak mengapa anda terbunuh di sini, karena anda akan masuk surga. Lalu ia berkata lagi, “aku menitipkan anda kepada Allah”. Kemudian ia berlalu. Aku pun bertanya tentang lelaki itu.
Ada yang mengabarkan bahwa ia adalah orang arab dari suku Rabiah yang biasa membuat wol atau kain dari bulu domba di daerah pedusunan, ia bernama Jabir bin Umair. Ia dikenal sebagai orang yang saleh (baik)”.
Bahkan, dari Ahmad bi Al Hawari, Ibrahim bin Abdillah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ahmad bin Hambal berkata, “semenjak aku terperangkap dalam urusan ini (fitnah kemakhluqan al Quran), aku belum pernah mendengar ucapan yang lebih mengena daripada ucapan seseorang badui yang ia lontarkan ketika ia mengajakku berbicara di lapangan daerah Thauq. Lelaki itu berkata, “wahai Ahamad, kalau anda mati demi kebenaran, anda akan mati syahid, kalau anda hidup, anda akan hidup dengan kemuliaan”. Kata katanya itu menguatkan hatiku”.
Wallahu alamu bis showab.
(Kisah diambil dari kitab Aina Nahnu Min Akhlaq as Salaf oleh Abdul Aziz Nashir Jalil dan Bahaudin Fatih Aqil; alih bahasa, Ikhwanuddin; editor, Firman Ikhwan, Solo ; Aqwam, 2014), hal 161-162.
*Penulis adalah kader NU asal Madiun, Jawa Timur, yang sekarang menempuh pascasarjana di UIN Jakarta