• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 20 April 2024

Bahtsul Masail

Hukum Menyimpan Uang Masjid di Bank

Hukum Menyimpan Uang Masjid di Bank
Ilustrasi sebuah masjid. (Foto: Freepik)
Ilustrasi sebuah masjid. (Foto: Freepik)

Deskripsi Masalah:

Di suatu daerah banyak terjadi dalam pengelolaan uang masjid yang terkumpul dan masih belum digunakan dalam pembangunan masjid atau alokasi lainnya yang tidak ada hubungannya dengan pembangunan masjid, akhirnya pengurus takmir masjid berinisiatif untuk menyimpannya di bank.


Dan ada sebagian masjid yang mempunyai peralatan yang layak pakai, seperti karpet, kayu, genting, dan lain-lain. Kemudian ada orang yang menyumbang peralatan baru sehingga pengurus takmir masjid kebingungan dalam pengelolaan peralatan tersebut, karena ketika mengganti peralatan yang lama ia merasa tidak enak dengan penyumbang peralatan yang lama, dan begitu juga sebaliknya.


Pertanyaan:

Apakah diperbolehkan menyimpan uang masjid di bank menurut pandangan syariat?


Jawaban:

Tidak diperbolehkan kecuali bila ada darurat seperti kebakaran, perampokan, pencurian dan hendak bepergian. Namun menurut satu pendapat diperbolehkan bagi takmir menabung uang masjid di bank. Menurut pendapat ulama Hanafiyah diperbolehkan apabila menabung di bank dianggap lebih aman.


Referensi:

بُغْيَةُ الْمُسْتَرْشِدِيْنَ صـ 306
فَائِدَةٌ أَفْتَى مُحَمَّدٌ صَالِحٌ الرَّيْسُ فِيْمَنْ أَرْسَلَ مَعَ غَيْرِهِ دَرَاهِمَ أَمَانَةً يُوْصِلُهَا إِلَى مَحَلٍّ آخَرَ وَأَذِنَ لَهُ فِي التَّصَرُّفِ فِيْهَا بِأَخْذِ بِضَاعَةٍ وَمَا ظَهَرَ فِيْهَا مِنْ رِبْحٍ يَكُوْنُ لِلْأَمِيْنِ فِي مُقَابَلَةِ حَمْلِهِ الدَّرَاهِمَ وَإِعْطَائِهَا الْمُرْسَلَ إِلَيْهِ كَالْأُجْرَةِ بِأَنَّهُ إِنْ كَانَت الدَّرَاهِمُ الْمَذْكُوْرَةُ مِلْكاً لِلْمُرْسِلِ وَأَذِنَ كَذَلِكَ جَازَ وَكَانَ الرَّسُوْلُ ضَامِناً وَحُكْمُهُ حُكْمُ الْقَرْضِ حَتَّى تَصِلَ إِلَى الْمُرْسَلِ إِلَيْهِ


Artinya: Imam Muhammad Sholih Ar Rois berfatwa dalam permasalahan seseorang yang menyuruh orang lain untuk mengirimkan uang ke tempat lain, dan utusan tersebut diberi izin untuk menasarufkan uang, dan hasil keuntungan dari pentasarufan itu menjadi miliknya sebagai upah atas membawa hartanya dan pengiriman kepada orang yang dituju, bahwasanya apabila uang tersebut milik orang yang menyuruhnya dan ia telah memberikan izin maka hukumnya boleh, dan utusan wajib menanggung apabila terjadi kerusakan, dan hukumnya menjadi hutang sampai kepada orang yang dituju. 


رَوْضَةُ الطَّالِبِيْنَ وَعُمْدَةُ الْمُفْتِيْنَ الجزء الخامس صـ 349
فَرْعٌ لَيْسَ لِلْمُتَوَلِّي أَنْ يَأْخُذَ مِنْ مَالِ الْوَقْفِ شَيْئًا عَلَى أَنْ يَضْمَنَهُ وَلَوْ فَعَلَ ضَمِنَ وَلَا يَجُوزُ ضَمُّ الضَّمَانِ إِلَى مَالِ الْوَقْفِ وَإِقْرَاضُ مَالِ الْوَقْفِ حُكْمُهُ حُكْمُ إِقْرَاضِ مَالِ الصَّبِيِّ


Artinya: Menghutangkan harta wakaf hukumnya seperti menghutangkan harta anak kecil.


الفَتَاوِى الفِقْهِيَّةُ الْكُبْرَى الجزء الثالث صـ 41
(وَسُئِلَ) عَنْ شَخْصٍ عِنْدَهُ دَرَاهِمُ لِيَتِيمٍ أَوْ لِغَائِبٍ أَوْ لِمَسْجِدٍ وَنَحْوِهِ وَالْيَتِيمُ وَنَحْوُهُ غَيْرُ مُحْتَاج لَهَا فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ فَأَرَادَ الْقَيِّمُ وَنَحْوُهُ إقْرَاضَهَا أَوْ التَّصَرُّفَ فِيهَا بِرَدِّ بَدَلِهَا فَهَلْ يَسُوغُ لَهُ ذَلِكَ وَهَلْ قَالَ بِذَلِكَ أَحَدٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ وَلَوْ مِنْ غَيْرِ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - مَعَ أَنَّ الْبَلَدَ لَيْسَ بِهَا حَاكِمٌ وَهَلْ تَجِدُونَ لَهُ طَرِيقًا فِي ذَلِكَ أَمْ لَا؟
(فَأَجَابَ) إقْرَاضُ الْوَلِيِّ مَالَ مَحْجُورِهِ فِيهِ تَفْصِيلٌ وَهُوَ أَنَّهُ يَجُوزُ لِلْأَبِ وَالْجَدِّ وَالْوَصِيِّ الْإِقْرَاضُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ لِنَهْبٍ أَوْ حَرِيقٍ أَوْ إرَادَةِ سَفَرٍ وَفِي غَيْرِ ذَلِكَ لَا يَجُوزُ وَلِلْقَاضِي الْإِقْرَاضُ مُطْلَقًا لِكَثْرَةِ أَشْغَاله هَذَا مَا عَلَيْهِ الشَّيْخَانِ لَكِنْ أَطَالَ الْإِسْنَوِيُّ كَالسُّبْكِيِّ فِي رَدِّهِ وَأَنَّ الْقَاضِيَ كَغَيْرِهِ فِي أَنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهُ الْإِقْرَاضُ إلَّا لِضَرُورَةٍ


Artinya: Diperbolehkan menghutangkan harta anak yang tercegah tasarufnya bagi seorang wali (ayah, kakek atau orang yang diwashiyati) dalam keadaan darurat, seperti ada pencopet, kebakaran atau ketika akan bepergian. Ketika tidak demikian maka tidak diperbolehkan.

 

Bila seseorang memegang harta orang lain secara hak maka boleh menasarufkannya sesuai izin pemilik harta bila statusnya adalah wakil dan bila statusnya qodhi atau penggantinya maka juga boleh bila dalam keadaan darurat.


خَبَايَا الزَّوَايَا صـ 273
مَسْأَلَةٌ يَجُوْزُ لِلْقَاضِي إِقْرَاضُ مَالِ الْغَائِب لِتَحَصُّنِهِ بِذِمَّةِ مَلِىْءٍ حُكِىَ ذَلِكَ عَن صَاحب التَّلْخِيص وَهُوَ
مُوَافِقٌ لِمَا مَرَّ فِي بَابِ الْحِجْرِ أَنَّ لَهُ قَرْضَ مَالِ الصَّبِيِّ لَكِنْ ذَكَرَنَا هُنَاكَ أَنَّ غَيْرَ القَاضِي أَبًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ لَا يُقْرِضُ مَالَ الصَّبِيِّ اِلَّا لِضَرُوْرَةِ نَهْبٍ وَنَحْوِهِ وَعَن صَاحِبِ التَّلْخِيْصِ أَنَّهُ يَجُوْزُ لِلْأَبِ مَا يَجُوْزُ لِلْقَاضِي فَهَذَا وَجْهٌ آخَرُ هَذَا كَلَامُهُ فِي بَابِ الْقَضَاءِ عَلَى الْغَائِبِ


Artinya: Diriwayatkan dari pengarang kitab Al Talkhish bahwa dalam menghutangkan uang anak kecil, bagi bapak diperbolehkan melakukan sesuatu yang diperbolehkan bagi qodhi.

 

الْبَحْرُ الرَّائِقُ شَرْحُ كَنْزِ الدَّقَائِقِ الجزء الخامس صـ 259
قَالَ فِي جَامِعِ الْفُصُولَيْنِ لَيْسَ لِلْمُتَوَلِّي إيدَاعُ مَالِ الْوَقْفِ وَالْمَسْجِدِ إلَّا مِمَّنْ فِي عِيَالِهِ وَلَا إقْرَاضُهُ فَلَوْ أَقْرَضَهُ ضَمِنَ وَكَذَا الْمُسْتَقْرِضُ وَذَكَرَ أَنَّ الْقَيِّمَ لَوْ أَقْرَضَ مَالَ الْمَسْجِدِ لِيَأْخُذَهُ عِنْدَ الْحَاجَةِ وَهُوَ أَحْرَزُ مِنْ إمْسَاكِهِ فَلَا بَأْسَ بِهِ وَفِي الْعُدَّةِ يَسَعُ الْمُتَوَلِّيَ إقْرَاضُ مَا فَضَلَ مِنْ غَلَّةِ الْوَقْفِ لَوْ أَحْرَزَ. اهـ
(قَوْلُهُ: مَالَ الْوَقْفِ) ذَكَرَهُ فِي الْبَحْرِ عَنْ جَامِعِ الْفُصُولَيْنِ لَكِنْ فِيهِ أَيْضًا عَنْ الْعُدَّةِ يَسَعُ لِلْمُتَوَلِّي إقْرَاضُ مَا فَضَلَ مِنْ غَلَّةِ الْوَقْفِ لَوْ أَحْرَزَ اهـ وَمُقْتَضَاهُ أَنَّهُ لَا يَخْتَصُّ بِالْقَاضِي مَعَ أَنَّهُ صَرَّحَ فِي الْبَحْرِ عَنْ الْخِزَانَةِ أَنَّ الْمُتَوَلِّيَ يَضْمَنُ إلَّا أَنْ يُقَالَ: إنَّهُ حَيْثُ لَمْ يَكُنْ الْإِقْرَاضُ أَحْرَزَ


Artinya: Apabila takmir menghutangkan harta masjid dengan tujuan mengambilnya kembali ketika dibutuhkan dan hal tersebut lebih aman daripada menyimpannya sendiri, maka hukumnya tidak masalah (boleh).

 

Catatan:

  1. Penjelasan atau uraian di atas merupakan hasil bahtsul masail yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang (PC) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Jombang. 
  2. Sumber yang dijadikan referensi dalam membahas topik terkait, sebagian tidak diterjemahkan secara utuh, hanya menerjemahkan poin-poin penting yang langsung menjelaskan topik.


Bahtsul Masail Terbaru