Bahtsul Masail

Pulang ke Indonesia Ternyata Belum Lebaran, Wajibkah Ikut Puasa Lagi?

Selasa, 11 Maret 2025 | 12:55 WIB

Pulang ke Indonesia Ternyata Belum Lebaran, Wajibkah Ikut Puasa Lagi?

Ilustrasi orang mudik. (Foto: Freepik)

Assalamualaikum Wr. Wb.

Izin bertanya, bagaimanakah jika kita puasa tanggal 1 Ramadhan di Arab Saudi kemudian tanggal berikutnya di Indonesia dan masa puasa di kedua negara sama-sama 30 hari. Sedangkan kita puasa di Arab Saudi lebih dulu. Jika kita ikut di Indonesia maka jumlah harinya jadi 31 hari. Mohon pencerahannya. (Ahmad Mudhodir, Banyuwangi).


Wassalamualikum Wr. Wb.

Di Indonesia sangat memungkinkan memiliki perbedaan hari dalam kalender Islam dengan Arab Saudi. Salah satu faktornya perbedaan geografis yang sangat signifikan, sehingga pengamatan bulan dapat berbeda.


Dalam kaidah penentuan awal puasa Ramadhan, jika suatu daerah sudah nampak hilal, maka konsekuensinya adalah penduduk setempat wajib melakukan puasa.


Serta menurut pendapat yang dibuat pedoman Syafi'iyyah (mu'tamad), masyarakat daerah yang masih satu mathla’ (24 farsah) atau 120,960 km bagi daerah timur ru'yah kalau barat ru'yah semua juga wajib melakukan puasa.


Sedangkan untuk daerah di luar mathla’, maka tidak wajib berpuasa. Contohnya, Ketika sudah nampak hilal di Arab Saudi, sedangkan di Indonesia belum nampak hilal, maka penduduk Indonesia belum wajib puasa Ramadhan atau bahkan tidak boleh.


Sebagaimana diungkapkan oleh Syiekh Ismali dalam Qurratul Ain:


إِنَّ مُعْتَمَدَ مَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ أّنَّ الْعِبْرَةَ فِىْ رُؤْيَةِ الْهِلَالِ بِالْمَطَالِعِ فَلِكُلِّ قَوْمٍ الْعَمَلُ بِمُقْتَضَى مَطْلَعِهِمْ رُؤْيَةً وَعَدَمَهَا وَصَوْمًا وَعِيْدًا وَلَا يَلْزَمُهُمْ بَلْ وَلَا يَجُوْزُ لَهُمْ مُتَابَعَةُ أَهْلِ مَطْلَعِ آخَرَ وَإِنْ كَانُوْا مُجَاوِرِيْنَ لَهُمْ أَوْ كَانَ سُلْطَانُ أَهْلِ مَطْلَعَيْنِ وَاحِدُا (قرة العين بفتاوى إسماعيل ص:111)


Artinya, "Menurut qoul mu’tamad dari madzhab Syafii dan lainnya, sesungguhnya yang dianggap dalam melihat hilal adalah mathla’. Sehingga setiap masyarakat harus mengamalkan sesuai mathla’nya. Tidak wajib bahkan tidak boleh mengikuti mathla’ daerah lain, walaupun melewatinya atau pimpinan mereka sama". (hal 111)


Sehingga dengan kondisi ini, sangat memungkinkan bila di Arab Saudi melakukan puasa terlebih dahulu, berikut lebaran Idul Fitrinya. 


Untuk menjawab pertanyaan saudara, Imam Abdul Hamid Asy- Syarwani dalam Hasyiatu Syarwani memberikan komentar sebagai berikut:


وَإِذَا لَمْ نُوجِبْ) الصَّوْمَ (عَلَى) أَهْلِ (الْبَلَدِ الْآخَرِ) لِاخْتِلَافِ مَطَالِعِهِمَا (فَسَافَرَ إلَيْهِ مِنْ بَلَدِ الرُّؤْيَةِ) إنْسَانٌ (فَالْأَصَحُّ أَنَّهُ يُوَافِقُهُمْ فِي الصَّوْمِ آخِرًا) وَإِنْ أَتَمَّ ثَلَاثِينَ؛ لِأَنَّهُ بِالِانْتِقَالِ إلَيْهِمْ صَارَ مِثْلَهُمْ


Artinya, "Ketika kita tidak mewajibkan puasa pada penduduk daerah lain (yang belum nampak hilal) dikarenakan perbedaan mathla’, kemudian bila seseorang (dari daerah yang sudah terlihat hilal) pergi ke daerah yang belum nampak hilal, maka menurut pendapat ashah dia harus berpuasa mengikuti penduduk daerah tersebut sekalipun dia telah sempurna melakukan puasa 30 hari. Sebab dengan dia berpindah ke daerah tersebut, maka dia menjadi seperti mereka." (Juz 3, hal 383


Maka dengan demikian, dia tetap wajib menjalani puasa sebagaimana penduduk Indonesia, meskipun jumlah hari puasa yang dilaksanakan menjadi 31 hari.


Wallahu a'lam bishshawab. 

 


*Ahmad Faiz, Redaktur Keislaman NU Online Jombang, Pengajar di Pesantren Tarbiyatunnasyiin, Paculgowang, Jombang​​