• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Selasa, 30 April 2024

Tokoh

Mengenang Nyai Hj Nur Khodijah Sosok Perempuan Pejuang, Wafat di Penghujung Ramadhan

Mengenang Nyai Hj Nur Khodijah Sosok Perempuan Pejuang, Wafat di Penghujung Ramadhan
KH Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khadijah. (Foto: X TV9)
KH Bisri Syansuri dan Nyai Hj Nur Khadijah. (Foto: X TV9)

Nyai Hj Nur Khodijah lahir pada 21 Ramadhan 1314 H, atau konversi Masehi adalah, 23 Februari 1897. Sedangkan wafatnya menurut satu versi bertepatan pada malam 25 Ramadhan 1374/18 Mei 1955.

 

Dikisahkan dzurriyahnya, ia tidak memiliki riwayat penyakit dan tidak ada tanda-tanda sakit kala itu. Bahkan, ketika itu masih sempat menyiapkan buka puasa.


Nyai Hj Nur Khodijah kiprahnya dikenal sebagai penggerak pendidikan Muslimah sekaligus pendiri pondok pesantren putri pertama di Jawa. Peran ini tentu sangat berjasa terhadap kemajuan pendidikan Islam, khususnya bagi kalangan perempuan.

 

Pada abad ke-19, pendidikan perempuan secara umum masih belum merata. Keterbatasan akses pendidikan dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan menjadi penyebab tidak adanya pendidikan yang memadai bagi para perempuan.


Meskipun Kartini sudah mulai menyadarkan akan betapa pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan, hal ini tidak menjadikan semua kalangan perempuan mendapatkan pendidikan.


Begitu juga para Muslimah, akses pendidikan pada masa itu belum semerata sekarang. 


Satu-satunya pondok pesantren khusus Muslimah baru berdiri di Padang pada tahun 1923, yaitu Perguruan Diniyah Putri.


Perjuangan Mendirikan Pesantren Putri

Mayoritas pondok pesantren pada abad 19 hanya menerima santri putra saja. Seperti Pondok Pesantren Tambakberas Bahrul Ulum yang didirikan pada 1825 dan Tebuireng pada 1899.


Melihat kenyataan ini, Nyai Hj Nur Khodijah, salah satu putri KH Hasbullah, berinisiatif mendirikan pesantren khusus putri. Berasal dari keluarga pondok pesantren Bahrul Ulum, membuat Nyai Hj Nur Khodijah memiliki pengetahuan yang mumpuni terkait ilmu keagamaan.


Pondok pesantren khusus putri didirikan 10 tahun setelah pendirian Pondok Pesantren Denanyar (Mambaul Maarif). Pesantren yang didirikan KH Bisri Syansuri ini tepatnya pada tahun 1917. Sementara pesantren khusus putri yang didirikan Nyai Hj Nur Khodijah berdiri pada tahun 1927, terletak di belakang kediaman KH Bisri Syansuri.


Awal pendirian pondok pesantren khusus putri yang digagas Nyai Hj Nur Khodijah sebenarnya kurang disetujui oleh KH M Hasyim Asy’ari yang merupakan guru dari KH Bisri Syansuri. 


Namun, melihat semangat dan antusias para Muslimah saat itu untuk menuntut ilmu dan kegigihan tekad Nyai Hj Nur Khodijah, akhirnya KH M Hasyim Asy'ari menyetujui adanya pondok pesantren khusus putri tersebut.


Niat awal pendirian pesantren khusus putri ini adalah dikarenakan rasa kasihan terhadap Muslimah yang harus bolak-balik dari tempat belajar dan rumah ketika menuntut ilmu.


Meskipun Nyai Hj Nur Khodijah tidak sepopuler Kartini, Namun jasanya terhadap pendidikan perempuan khususnya Muslimah sangat besar dan dapat dirasakan hingga saat ini.


Di bawah pengasuhannya, pesantren khusus putri tersebut mengajarkan para santriwatinya berbagai macam ilmu agama. Pembelajaran kitab kuning diajarkan langsung oleh Nyai Hj Nur Khodijah. Beberapa kitab kuning yang diajarkan seperti Adabul Mar'ah, Uqudul Jain, Safinatun Najah, dan Aqidatul Awam.


Pendidikan Nyai Hj Nur Khodijah

Besar di keluarga pesantren yang kental akan ilmu agama, berdampak besar pada keilmuan Nyai Hj Nur Khodijah. Di bawah pengasuhan ayahnya, Kiai Hasbullah, Nyai Nur Hj Nur Khodijah banyak belajar ilmu agama.


Selain itu, pada tahun 1912, keluarga Nyai Hj Nur Khodijah berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Di Makkah, Nyai Hj Nur Khodijah berkesempatan bertemu dengan para ulama besar dan belajar ilmu dari mereka.


Nyai Hj Nur Khodijah Menikah

Seperti yang telah diketahui, Nyai Hj Nur Khodijah menikah dengan KH Bisri Syansuri yang akhirnya mereka berdua bersama-sama berjuang mendirikan pondok pesantren Mambaul Ma'arif Denanyar, Jombang.


Hubungan antara Kiai Bisri dengan keluarga Nyai Hj Nur Khodijah sebelumnya cukup dekat, terutama ketika kakak Nyai Hj Nur Khodijah yang bernama Kiai Wahab Chasbullah sama-sama nyantri dengan Kiai Bisri di Tebuireng dan Bangkalan. Kakak Nyai Hj Nur Khodijah yang bernama KH Wahab Chasbullah adalah teman dari Kiai Bisri. 


Ketika sama-sama sedang berhaji, muncul keinginan di benak KH Wahab Chasbullah untuk menikahkan adiknya dengan Kiai Bisri. Akhirnya Nyai Hj Nur Khodijah dan Kiai Bisri menikah di Makkah pada tahun 1912.


Setelah menikah dengan Kiai Bisri Syansuri, Nyai Hj Nur Khodijah dikaruniai 6 anak, 2 putra dan 4 putri. Yaitu, KH Ahmad Bisri, Hj Muasshomah, Nyai Sholichah, Nyai Musyarafah, Aziz Bisri, dan Kiai Shohib Bisri

 

Keteladanan Nyai Hj Nur Khodijah

Nyai Hj Nur Khodijah merupakan teladan di bidang pendidikan khususnya bagi kalangan perempuan. Berkat usaha dan semangatnya dalam menyebarkan ilmu, akhirnya pondok pesantren putri dapat berdiri sampai sekarang.


Dalam menerima calon santriwatinya, Nyai Hj Nur Khodijah memiliki tiga kriteria.


Pertama, santriwati yang berasal dari lingkungan sekitar pondok pesantren.


Kedua, santriwati yang akan menikah. Biasanya santriwati yang akan menikah ini dibekali dengan keahlian yang kelak berguna di masyarakat, seperti dibaan, doa khatam Al-Qur'an, dan lainnya.


Ketiga, yaitu santriwati yang ada masalah dengan keluarganya, seperti diceraikan suami atau suaminya meninggal. Untuk santriwati seperti ini, tinggal di pesantren lebih bertujuan untuk mengelola emosi dan menghilangkan stresnya.


Nyai Hj Nur Khodijah juga terkenal sebagai sosok yang telaten dan sabar. Beliau selalu berlaku sabar terhadap santrinya.

 

*Ditulis oleh Miftakhul Jannah, Guru sekaligus Kontributor NU Jombang di wilayah Peterongan Jombang.


Tokoh Terbaru