• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Rabu, 17 April 2024

Opini

Kiai Bisri Syansuri dan Maklumat Penerimaan Pancasila sebagai Dasar Negara

Kiai Bisri Syansuri dan Maklumat Penerimaan Pancasila sebagai Dasar Negara
KH Bisri Syansuri. (Foto: Bangkitmedia.com)
KH Bisri Syansuri. (Foto: Bangkitmedia.com)

Sekarang saya sudah mengerti apa itu Pancasila. Sekarang bila ada orang Indonesia, orang Islam, orang NU, yang anti Pancasila berarti ia anti padaku(KH. Bisri Syansuri).

Pernyataan Rais ‘Aam PBNU 1971–1980 di atas menegaskan bahwa penerimaan terhadap Pancasila bukan hanya dilakukan oleh para politisi yang memang berjibaku dalam urusan kenegaraan, juga bukan hanya dilakukan oleh tentara yang. memperjuangkan bangsa. Bahkan ulama sekaliber Kiai Bisri Syansuri sekalipun menerimanya. Ini menandakan bahwa pancasila merupakan ideologi yang bisa diterima oleh semua kalangan, termasuk kalangan ulama NU seperti Kiai Bisri Syansuri.

Sikap tegas Kiai Bisri Syansuri sebagai ulama dan negarawan terhadap penerimaan Pancasila sebagai dasar Negara tentunya tidak lepas dari beberapa alasan yang sangat kuat tentang hubungan yang erat antara Pancasila dengan agama Islam, antara lain: yang pertama, atas arahan dan petunjuk Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahid Hasyim berhasil memasukkan sila ‘Ke-Tuhanan Yang Maha Esa’ dalam sila pertama Pancasila sebagai ganti dari ‘Kewajiban manjalankan suari’at Islam bagi pemeluknya’ yang dalam konteks NKRI sangat rentan perpecahan, hal ini karena Indonesia merupakan Negara yang ruhnya diambil dari ‘Bhineka Tunggal Ika’ (yang diambil dari kitab Sutasoma 2) sebagai jawaban atas keragaman rakyat Indonesia, sehingga redaksi ‘Ke-Tuhanan Yang Maha Esa’ lebih bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Akan tetapi makna yang terkandung di dalam sila pertama tersebut hakikatnya diambil dari surah Al-Ikhlas, ayat 1 “Katakanlah (Muhammad), Dialah Alah, Yang Maha Esa.” Maka peran K.H. wahid Hasyim dalam merumuskan Pancasila tidak lepas dari arahan dan petunjuk ayahnya (Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari), yang juga merupakan guru dari Kiai Bisri Syansuri, sekaligus pendiri dan Rais Akbar NU yang pertama yang sangat dihormati Kiai Bisri Syansuri. 

Gagasan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila inilah yang diperjuangkan oleh Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari melalui peran langsung K.H. Wahid Hasyim dalam BPUPKI dan PPKI. Kelestarian cita-cita beliau merupakan tanggung jawab seluruh warga nahdhiyin, termasuk di dalamnya Kiai Bisri Syansuri sebagai penerus estafet pemimpin tertinggi NU ketiga setelah wafatnya K.H. Wahab Hasbullah (Rais ‘Aaam PBNU kedua).

Yang kedua, Pancasila yang dijadikan sebagai dasar Negara telah ditashih oleh guru Kiai Bisri Syansuri yaitu Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari (Rais Akbar PBNU pertama dan juga pendiri NU), yang juga merupakan besan dari perkawinan putrinya Nyai Hj. Sholihah Bisri dengan K.H. Wahid Hasyim. Di antara tirakat Kiai Hasyim ialah puasa tiga hari. Selama puasa tersebut, beliau meng-khatam-kan Al-Qur’an dan membaca Al-Fatihah. Setiap membaca Al-Fatihah dan sampai pada ayat iya kana’ budu waiya kanasta’in, Kiai Hasyim mengulangnya hingga 350.000 kali. Kemudian, setelah puasa tiga hari, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah dua rakaat. Rakaat pertama beliau membaca Surat At-Taubah sebanyak 41 kali, sedangkan rakaat kedua membaca Surat Al-Kahfijuga sebanyak 41 kali. Kemudian beliau istirahat tidur. Sebelum tidur Kiai Hasyim Asy’ari membaca ayat terkahir dari Surat Al-Kahfi sebanyak 11 kali. (Sumber: KH Ahmad Muwafiq) Paginya, Kiai Hasyim Asy’ari memanggil anaknya Wahid Hasyim dengan mengatakan bahwa Pancasila sudah betul secara syar’i sehingga apa yang tertulis dalam Piagam Jakarta (Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) perlu dihapus karena Ketuhanan Yang Maha Esa adalah prinsip ketauhidan dalam Islam. Sila-sila lain yang termaktub dalam sila ke-2 hingga sila ke-5 juga sudah sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip ajaran Islam. Karena ajaran Islam juga mencakup kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Atas ikhtiar lahir dan batin Kiai Hasyim Asy’ari tersebut, akhirnya rumusan Pancasila bisa diterima oleh semua pihak dan menjadi pemersatu bangsa Indonesia hingga saat ini.

Alasan yang ketiga, Muktamar NU ke-27 tahun 1984 di Situbondo memutuskan menerima Pancasila sebagai asas tunggal dan keputusan ini bersifat final. Artinya bagi NU dan seluruh badan otonomnya termasuk GP Ansor dan Fatayat NU, Pancasila sebagai dasar negara dan asas  organsiasi tidak ada persoalan. Secara teologis, NU tidak mempersoalkan Pancasila karena secara faktual Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan setiap sila di dalam Pancasila memiliki rujukan di dalam Al-Qur’an seperti sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” merujuk pada surah Al-Ikhlas, ayat 1 “Katakanlah (Muhammad), Dialah Alah, Yang Maha Esa.”

Demikian pula sila-sila yang lain memiliki rujukan di dalam Al-Qur'an, seperti sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” merujuk pada Surah An-Nisa, ayat 135. Sila ketiga “Persatuan Indonesia” merujuk pada Surah Al-Hujurat, ayat 13. Sila keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” merujuk pada surah Asy-Syuro, ayat 38. Sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” merujuk pada Surah An-Nahl, ayat 90.   

Atas dasar itulah barangkali yang menjadi alasan Kiai Bisri Syansuri bermaklumat kepada warga Nahdhiyin dan Umat Islam agar tidak anti pancasila, dalam artian ikit menjaga dan mendukung pancasila sebagai dasar Negara. Hal ini karena para Ulama perumus pancasila saat merumuskan pancasila sebagai dasar Negara melalui riyadhoh dan petunjuk dari Allah melalui nasehat Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari. Semoga kita sebagai generasi penerus perjuangan Kiai Bisri Syansuri bisa meneladani bagaimana kiprah beliau untuk melanjutkan perjuangan gurunya (Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari) lewat peran langsung menntunya (K.H. Wahid Hasyim) dengan cara ikut menjaga pancasila sebagai dasar Negara bagi warga NU dan umat Islam pada khsususnya serta warga Indonesia pada umumnya. Wallahu A’lam

Penulis: Aang Fatihul Islam, Ketua LDNU Jombang, Ketua Lingkar Studi Santri (LISSAN) dan Alumnus Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar


Editor:

Opini Terbaru