Achmad Subakti
Penulis
Sebentar lagi, masyarakat Indonesia akan dihadapkan dengan gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada). Rencananya, Pilkada ini nantinya akan dilaksanakan pada 27 November 2024 serentak di seluruh Indonesia.
Dalam gelaran ini, masyarakat tentunya memiliki kriterianya tersendiri dalam menentukan calon pemimpin bagi daerahnya. Namun, bagaimana kriteria pemimpin yang baik dalam Al-Qur'an?
Melansir dalam Kriteria Pemimpin Pilihan dalam Al-Qur'an yang ditulis oleh Zainuddin Lubis menyebutkan, dalam Islam, pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam membimbing umat dan mengelola urusan publik.
Memilih pemimpin yang tepat adalah kewajiban bagi setiap Muslim, karena pemimpin yang baik akan berdampak positif pada masyarakat dan menyebarkan keadilan serta kemaslahatan bagi seluruh umat. Oleh karena itu, tak setiap orang bisa menjadi pemimpin.
Pemimpin itu adalah manusia pilihan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 59.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.”
Menurut Imam Tabari dalam kitab Jāmi’ al Bayān, ayat ini menyuruh untuk taat kepada perintah Allah dan juga Nabi Muhammad. Pun seorang muslim, dianjurkan untuk mentaati pada ulil amri. Imam Tabari mengatakan yang dimaksud term “ulil amri”, ialah pemimpin, kepala negara (pemerintahan). Ketaatan kepada pemimpin berlaku selama tidak disuruh melakukan perbuatan maksiat.
حدثني أبو السائب سلم بن جنادة قال، حدثنا أبو معاوية، عن الأعمش، عن أبي صالح، عن أبي هريرة في قوله:"أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم"، قال: هم الأمراء.
Artinya, "Menceritakan Abu Saib Salam bin Junadah, berkata ia, menceritakan Abu Muawiyah, dari ‘Amasy. Dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah, firman Allah “taatilah Allah dan taatilah Rasul serta ulil amri”, ia berkatal; mereka adalah pemimpin."
Sementara itu, Imam Menurut Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab Jilid X (h.47) mengatakan menaati pemimpin dalam Islam hukumnya wajib. Kaum muslimin diharus tunduk pada peraturan dan kebijakan yang dicetuskan pemimpin, selama tidak memerintahkan maksiat pada Allah.
تجب طاعة الإمام في أَمْرِهِ وَنَهْيِهِ، ما لم يخالف حكم الشرع، سواء كان عادلًا أو جائرًا
Artinya, "Wajib hukumnya taat pada pemimpin, pada apa yang ia perintahkan dan larang, selama itu tidak menyalahi hukum syariat, sama ada pemimpin itu adil atau tidak adil."
Pemimpin Harus Punya Kredibilitas
Berangkat dari keterangan di atas, terlihat bahwa pemimpin itu vital posisinya dalam Islam. Untuk itu, Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memberikan panduan dalam memilih pemimpin. Tidak sembarang orang bisa dijadikan pemimpin, dan tidak asal orang bisa menduduki jabatan publik tersebut.
Kriteria pertama ialah amanah. Dalam Al-Qur’an Surat al-Nisa` (4) ayat 58, ditegaskan bahwa seorang pemimpin seyogianya memiliki sifat amanah, yakni dapat dipercaya. Dalam masalah kepemimpinan, amanah adalah aspek yang tak tergantikan dan sangat penting. Seorang pemimpin yang amanah akan membangun kepercayaan, meningkatkan kredibilitas, memberikan contoh yang baik, mencegah korupsi, dan mengoptimalkan kinerja tim atau organisasinya. Kualitas kepemimpinan yang baik tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan kecerdasan, tetapi juga integritas dan amanah yang dijunjung tinggi. Allah swt berfirman.
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ
Artinya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu."
Imam Thabari dalam kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an (h. 490) mengatakan bahwa seorang pemimpin wajib hukumnya untuk menunaikan amanah. Pasalnya, membangun kepercayaan adalah dasar utama untuk membangun kepercayaan antara pemimpin dan masyarakat. Ketika seorang pemimpin dikenal amanah, orang-orang akan merasa yakin bahwa keputusan dan tindakan yang diambilnya didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan. Ia berkata;
حدثنا أبو كريب قال، حدثنا ابن إدريس قال، حدثنا إسماعيل، عن مصعب بن سعد قال، قال علي رضي الله عنه كلماتٍ أصاب فيهن:"حقٌّ على الإمام أن يحكم بما أنزل الله، وأن يؤدِّيَ الأمانة، وإذا فعل ذلك، فحقّ على الناس أن يسمعوا، وأن يُطيعوا، وأن يجيبوا إذا دُعوا
Artinya, "Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il, dari Mus'ab bin Sa'ad, dia berkata, Sayyidina Ali berkata, “Imam [pemimpin] memiliki kewajiban untuk menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, dan untuk menunaikan amanah. Jika dia melakukannya, maka adalah hak bagi manusia untuk mendengarkan, taat, dan merespons ketika dia dipanggil."
Dengan demikian, kepercayaan yang dibangun akan memperkuat ikatan antara pemimpin dan pengikutnya, memungkinkan kolaborasi yang lebih baik, dan memperlancar jalannya tugas-tugas organisasi. Pun, pemimpin kredibilitas akan mampu menjaga diri dalam menyalahgunakan kekuasaan.
Pasalnya, bahaya terbesar dalam kepemimpinan adalah penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Seorang pemimpin yang amanah akan menolak tawaran suap atau manipulasi yang dapat merugikan kepentingan orang banyak. Dengan menjunjung tinggi nilai amanah, pemimpin ini akan berperan aktif dalam mencegah dan memberantas korupsi.
Pemimpin Berpihak kepada Keadilan
Kriteria kedua dalam memilih pemimpin adalah yang adil. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Shad (38) ayat 22.
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ࣖ
Artinya, “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah."
Berdasarkan kitab Tafsir as-Sam'ani, karya dari Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani, Jilid IV, (h. 437), bahwa maksud dari “fahkum bainan annās bil haq” ialah menerapkan hukum yang adil dalam mengadili sesuatu. Sebagai pemimpin, kewajiban pertama adalah memastikan keadilan sosial bagi semua warga. Ini berarti memastikan setiap individu diperlakukan dengan sama, tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, gender, atau latar belakang sosial.
Pemimpin harus mengupayakan kesetaraan kesempatan dalam akses terhadap pendidikan, perawatan kesehatan, dan peluang ekonomi. Dengan berlaku adil, pemimpin menciptakan lingkungan yang inklusif dan menghargai keragaman, memastikan setiap suara didengar dan diakui.
وَقَوله: {فاحكم بَين النَّاس بِالْحَقِّ} أَي: بِالْعَدْلِ
Artinya, "Firman Allah [Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak] maksudnya adalah adil."
Keadilan tidak dapat terwujud tanpa penegakan hukum yang adil. Sebagai pemimpin, penting untuk mendukung penegakan sistem hukum yang independen dan transparan. Pemimpin yang berlaku adil tidak boleh berusaha untuk menghindari hukuman atas kesalahan mereka sendiri atau kelompok tertentu. Pemimpin harus membela hak asasi manusia dan memberikan akses yang adil kepada sistem peradilan kepada masyarakat.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Rajab, Isra' Mi'raj, dan Kesungguhan Tingkatkan Kualitas Shalat
2
Prof KH Ridwan Nasir Mustasyar PWNU Jatim Sosok Komplet, Santri, Kiai, dan Akademisi
3
Khutbah Jumat: Menembus Pintu Rahmat Allah
4
7 Amalan di Pertengahan hingga Akhir Bulan Rajab
5
Harlah Ke-8 JRA Jombang Jadi Momen Perkuat Ukhuwah Bagi Para Praktisi
6
Jadi Titik Penyebaran PMK Paling Rawan, Pasar Hewan di Jombang akan Ditutup Sementara
Terkini
Lihat Semua