Feni Kusumaningrum
Kontributor
NU Online Jombang,
KH Marzuki Mustamar yang biasa dipanggil Kiai Marzuki dalam ceramahnya memaparkan bukti bahwa Al-Qur’an langsung dari Allah bukan dari karangan manusia dan bukan karangan Nabi.
Hal ini disampaikan pada acara Pengajian Umum dalam rangka Haul ke-7 KH Mansur Mu’id Al-Hafidz & Ibu Nyai Mar’atus Sholihah di Pesantren Nurul Qur’an Wringinpitu Mojowarno, Ahad (12/5/2024) malam.
“Itu yang membedakan Al-Qur’an dan hadits qudsi,” katanya.
Kiai Marzuki melanjutkan, definisi Al-Qur’an menurut para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah adalah kalamullah, berbahasa arab, ditulis dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.
“Walaupun membaca Al-Qur’an tidak paham tetap mendapat ganjaran dan dihitung sebagai ibadah. Yakinilah bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah,” imbuhnya.
Kiai Marzuki lantas menjelaskan bukti bahwa Al-Qur’an bukan karangan manusia dan bukan karangan Nabi, terlihat dari mukjizat Al-Qur’an langgeng sampai sekarang. Al Qur’an diawali dengan bismillahirrahmanirrahim dengan jumlah 19 huruf dan diakhiri dengan surat an-Nas yang berjumlah 6 ayat.
“Angka 19 dan 6 adalah angka i’jazi. Angka yang mengandung unsur kemukjizatan Al-Qur’an dan angka untuk mengunci keaslian Al-Qur’an,” ujarnya.
Menurut Kiai Marzuki, surat di Al-Qur’an berjumlah 114, sama dengan jumlah 19x6 yang hasilnya 114.
“Al-Qur’an benar-benar suci, tidak ada satu huruf pun yang mengalami perubahan, penambahan, dan pengurangan,” tegasnya.
Ia berpesan, jika memegang Al-Qur’an harus mempunyai wudhu (artinya dalam keadaan suci). Sebagaimana dalam surat Al-Waqi’ah ayat 79
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ
Artinya, "Tidak ada yang menyentuhnya, kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.”
“Bagi yang berhadas besar, seperti haid, nifas, jinabat belum mandi tidak boleh membaca Al-Qur’an dengan niat membacanya. Jika niatnya tidak membaca maka diperbolehkan kecuali untuk berdzikir,” tambahnya.
Pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Gasek Malang ini menambahkan, untuk penghafal Al-Qur’an yang berhadas besar seperti nifas, haid khawatir hafalannya hilang, maka diperbolehkan untuk membacanya.
"Bagi yang santri proses setoran hafalan ketika nifas, jangan menambah setoran hafalan. Tapi jika nderes surat yang sudah dihafal biar tidak lupa, ini diperbolehkan," pungkasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Rajab, Isra' Mi'raj, dan Kesungguhan Tingkatkan Kualitas Shalat
2
Prof KH Ridwan Nasir Mustasyar PWNU Jatim Sosok Komplet, Santri, Kiai, dan Akademisi
3
Libur Panjang Akhir Januari 2025, Catat Tanggalnya!
4
Riwayat Penyakit Imam Syafi'i hingga Wafat di Akhir Bulan Rajab
5
Wujudkan NU Care Sehat, LAZISNU Mojoagung Kembali Gelar Pengobatan Gratis
6
PPDB MAN 3 Jombang 2025/2026: Cara Daftar, Program, dan Ekstrakurikuler yang Bisa Dipilih
Terkini
Lihat Semua