Syariah

Bagaimana Jika Zakat Fitrah Diberikan kepada Keluarga Sendiri? Ini Penjelasannya

Senin, 24 Maret 2025 | 19:04 WIB

Bagaimana Jika Zakat Fitrah Diberikan kepada Keluarga Sendiri? Ini Penjelasannya

Ilustrasi zakat. (Foto: Freepik)

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, umat Muslim diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah. Dalam Islam, zakat fitrah memiliki tujuan yang mulia yakni untuk membantu sesama yang membutuhkan. Namun, bagaimana jika kondisi keluarga sendiri termasuk dalam kategori tersebut? Apakah zakat fitrah boleh diberikan kepada mereka?


Melansir dari Bolehkah Zakat Firah Diberikan kepada Keluarga? tulisan M Ali Zainal Abidin, dijelaskan dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60, bahwa Allah Swt telah menetapkan golongan orang yang berhak menerima zakat.

 
 إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
 

Artinya, “Sungguh zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana.” 
 

Ayat di atas menetapkan bahwa ada delapan golongan yang berhak menjadi penerima zakat. Lalu, muncul pertanyaan, apakah keluarga pembayar zakat (muzakki) boleh menerima zakat jika termasuk dalam salah satu dari delapan golongan tersebut?
 

Ulama Syafi'iyah memberikan rincian hukum tentang keluarga yang boleh diberikan zakat dan keluarga yang tidak boleh menerima zakat.


Keluarga yang wajib dinafkahi, tidak boleh menerima zakat dari muzakki, terutama jika termasuk golongan fakir, miskin, atau mualaf. Alasannya, mereka sudah dicukupi nafkahnya, dan pemberian zakat akan meringankan beban nafkah muzakki. Namun, jika mereka termasuk golongan lain (amil, gharim, dll.), zakat boleh diberikan.
 

Penjelasan lengkap mengenai aturan-aturan tersebut  dijelaskan dalam kitab Al-Majmu' ala Syarhil Muhadzab, sebagai berikut:


 قوله (ولا يجوز دفعها الي من تلزمه نفقته من الاقارب والزوجات من سهم الفقراء لان ذلك انما جعل للحاجة ولا حاجة بهم مع وجوب النفقة) قال أصحابنا لا يجوز للإنسان أن يدفع إلى ولده ولا والده الذي يلزمه نفقته من سهم الفقراء والمساكين لعلتين (احداهما) أنه غني بنفقته (والثانية) أنه بالدفع إليه يجلب إلى نفسه نفعا وهو منع وجوب النفقة عليه
 

Artinya, “Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang wajib untuk menafkahinya dari golongan kerabat dan para istri atas dasar bagian orang-orang fakir. Sebab bagian tersebut hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan, dan tidak ada kebutuhan bagi para kerabat yang telah wajib dinafkahi."
 

Selain itu, para ashab juga menjelaskan, bahwa seseorang tidak diperbolehkan memberikan zakat dari bagian orang fakir miskin kepada anak atau orang tua yang wajib dinafkahi. Hal ini didasarkan pada dua alasan:


1. Kebutuhan mereka telah terpenuhi oleh nafkah yang wajib diberikan.


2. Memberikan zakat kepada orang tua atau anak dapat memberikan keuntungan bagi pemberi zakat, yaitu terhindar dari kewajiban menafkahi mereka.
 

 قال أصحابنا ويجوز أن يدفع إلى ولده ووالده من سهم العاملين والمكاتبين والغارمين والغزاة إذا كانا بهذه الصفة  ولا يجوز أن يدفع إليه من سهم المؤلفة ان كان ممن يلزمه نفقته لأن نفعه يعود إليه وهو إسقاط النفقة فإن كان ممن لا يلزمه نفقته جاز دفعه إليه
 

Artinya, “Para Ashab berkata, ‘Boleh membagikan zakat kepada anak dan orang tua dari bagian ‘Amil, Mukatab, Orang yang punya hutang, Orang yang berperang ketika memiliki sifat-sifat tersebut. Tidak boleh membagikan zakat dari golongan orang-orang muallaf, jika termasuk orang yang wajib menafkahinya. Sebab terdapat kemanfaatan yang kembali pada pihak yang membayar zakat, yakni gugurnya nafkah. Jika orang tua atau anak termasuk orang yang tidak wajib menafkahinya maka boleh untuk memberikan zakat kepadanya.’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab, juz VI, halaman 229). 
 

Sementara itu, bagi keluarga yang tidak wajib dinafkahi, boleh menerima zakat, bahkan lebih utama dari orang lain, jika termasuk salah satu dari delapan golongan penerima zakat. Contoh: saudara kandung, paman, bibi, dan kerabat lainnya. Istri boleh memberikan zakat kepada suami atau anak yang fakir. Memberikan zakat kepada kerabat yang tidak wajib dinafkahi mendapat dua pahala: zakat dan silaturahim.
 
 
Pemberian zakat hanya diperbolehkan kepada delapan golongan yang memang berhak menerimanya, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam sumber-sumber berikut:
 

 وإذا كان للمالك الذي وجبت في ماله الزكاة أقارب لا تجب عليه نفقتهم ، كالأخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات وأبنائهم وغيرهم، وكانوا فقراء أو مساكين، أو غيرهم من أصناف المستحقين للزكاة، جاز صرف الزكاة إليهم، وكانوا هم أولى من غيرهم 
 

Artinya, “Jika pemilik harta yang wajib zakat memiliki kerabat yang tidak wajib baginya untuk menafkahi mereka, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari jalur ayah, bibi dari jalur ayah, paman dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, anak-anak mereka dan kerabat lainnya, keadaan kerabat tersebut fakir atau miskin, atau memiliki sifat lain dari golongan orang-orang yang wajib zakat, maka boleh membagikan zakat kepada mereka, bahkan para kerabat ini lebih berhak dari orang lain.” (Lihat Syekh Mushtafa Said Al-Khin dan Syekh Mushtafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘alal Madzhabil Imamis Syafi’i, juz II, halaman 42). 
 

Dalam sumber yang sama, dijelaskan bahwa seorang istri dianjurkan untuk memberikan zakat kepada suami atau anaknya yang tergolong fakir. Hal ini diperbolehkan karena istri tidak berkewajiban menafkahi suami atau anaknya, sehingga ia dapat memberikan zakat kepada mereka. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut:


 يسن للزوجة إذا كانت غنية، ووجبت في مالها الزكاة، أن تعطي زكاة مالها لزوجها إن كان فقيرا، وكذلك يستحب لها أن تنفقها على أولادها إن كانوا كذلك، لأن نفقة الزوج والأولاد غير واجبة على الأم والزوجة
 

Artinya, “Disunnahkan bagi istri yang kaya dan wajib zakat dari hartanya, untuk memberikan zakat tersebut kepada suaminya yang fakir. Begitu juga disunnahkan bagi istri tersebut untuk memberikan zakat pada anak-anaknya, jika anaknya dalam keadaan fakir, sebab menafkahi suami dan anak tidak wajib bagi istri dan ibu.” (Lihat Syekh Mushtafa Said Al-Khin dan Syekh Mushtafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘alal Madzhabil Imamis Syafi’i, juz II, halaman 42). 
 

Memberikan zakat kepada anggota keluarga yang tidak menjadi tanggungan nafkah hukumnya sunnah. Tindakan ini mendatangkan dua pahala bagi pemberi zakat: pahala zakat itu sendiri dan pahala mempererat hubungan kekeluargaan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
 

 إنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَهِيَ عَلَى ذِيْ الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ 
 

Artinya, “Shadaqah pada orang miskin mendapatkan (pahala) shadaqah, Shadaqah kepada saudara mendapatkan dua pahala, yakni (pahala) shadaqah dan (pahala) menyambung tali persaudaraan.” (HR An-Nasa’i).