Syariah

Pahami Perbedaan Status Amil dan Panitia Zakat Beserta Konsekuensinya

Ahad, 16 Maret 2025 | 16:40 WIB

Pahami Perbedaan Status Amil dan Panitia Zakat Beserta Konsekuensinya

Ilustrasi zakat dengan beras. (Foto: Freepik)

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Karena itu, aturan-aturan yang sudah digariskan syariat perlu benar-benar diperhatikan. Termasuk tentang pihak yang berwenang menerima zakat dan waktu mengeluarkannya.


Pendistribusian zakat sering kali kita berikan melalui amil zakat. Lantas siapakah amil zakat tersebut? Amil merupakan salah satu dari 8 golongan (asnafus tsamaniyah) yang berhak menerima bagian, seperti yang disebutkan dalam QS. At-Taubah 60:


اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ {٦٠}


Artinya, "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana," (QS At-Taubah; 60).


Melansir artikel NU Online karya Abdul Kadir Jailani disebutkan bahwa pengertian amil zakat adalah orang atau kelompok orang yang ditugaskan oleh pemerintah untuk menarik zakat dari orang yang membayar zakat (muzakki) dan menyalurkannya kepada yang berhak (mustahiq)


Sebagaiman penjelasan Ibnul Qasim Al-Gazzi dalam Fathul Qarib:


وَالْعَامِلُ مَنِ اسْتَعْمَلَهُ الْإِمَامُ عَلَى أَخْذِ الصَّدَقَاتِ وَدَفْعِهَا لِمُسْتَحِقِّيهَا


Artinya, “Amil adalah orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk menarik zakat dan menyalurkannya kepada yang berhak menerima”( Abu Abdullah Syams al-Din Muhammad bin Qasim al-Gazzi, Fath al-Qarib al-Mujib, [Beirut: Darul-Hazm: 2005] halaman. 133.


Jadi petugas zakat yang tidak diangkat (tanpa legalitas) oleh pemerintah tidak dapat disebut amil, melainkan hanya panitia zakat biasa yang dibentuk oleh swakarsa masyarakat. Konsekuensinya adalah amil berhak menerima bagian dari zakat seukuran upah yang sesuai dengan pekerjaannya, sedangkan panitia zakat tidak berhak.


Mengelola zakat bisa dilakukan siapa saja baik yang berstatus amil atau panitia zakat. Tapi karena zakat adalah ibadah yang memiliki ketentuan syariat maka perlu diperhatikan aturan penyalurannya.


Menurut Syaikh Mahfudz Termas dalam Hasyiah At-Termasi menjelaskan sebagai berikut:


 قَوْلُهُ وَالْعَامِلُوْنَ عَلَيْهَا أَيْ الزَّكَاةِ يَعْنِى مَنْ نَصَبَهُ الْإِمَامِ فِى أَخْذِ الْعُمَالَةِ مِنَ الزَّكَوَاتِ….إلى أن قال….وَمُقْتَضَاهُ أَنَّ مَنْ عَمِلَ مُتَبَرِّعًا لاَيَسْتَحِقُّ شَيْئًا عَلىَ الْقَاعِدَةِ


Artinya, “Amil zakat ialah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk menarik harta zakat.....Menurut tuntunan redaksi pengarang, sesungguhnya orang yang melaksanakan tugas menarik zakat secara tabarru’ (sukarelawan) maka tidak masuk dalam sebuah kaidah/peraturan di atas” (Muhammad Mahfudz At-Turmusi, Hasyiah At-Termasi, [Jedah, Darul Minhaj: 2011] jilid. Halaman 404) 


Dapat dipahami bahwa orang yang bekerja sukarela, yang tidak diangkat oleh pemerintah tidak berhak mendapatkan bagian zakat atas nama amil. Mengambil zakat atas nama amil adalah suatu yang terlarang dan menyebabkan tidak sahnya zakat seseorang.


Status panitia zakat adalah wakil dari yang wajib berzakat (muzakki), sedangkan amil adalah wakil dari yang berhak menerima (mustahiq). Ketika zakat dibayarkan kepada amil, secara otomatis zakat tersebut sah dan kewajiban zakat dari muzakki gugur. Sebaliknya jika zakat dibayarkan ke panitia zakat, kewajiban zakat dari muzakki belum gugur sebelum panitia zakat menyalurkannya ke mustahiq.


Karena panitia zakat berstatus sebagai wakil muzakki, maka keabsahan zakat tergantung pada tersalurkannya zakat kepada mustahiq. Sebelum zakat diterima mustahiq, zakat belum dianggap sah. Oleh karenanya menyalurkan zakat secara langsung oleh muzakki lebih utama dari pada menitipkannya melalui panitia zakat, karena dianggap lebih meyakinkan. 


Dapat disimpulkan bahwa perbedaan amil zakat dan panitia zakat adalah sebagai berikut:

 
  1. Amil zakat mempunyai legalitas hukum dari pemerintah dalam mengelola zakat. 
 
  1. Panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat bukanlah amil zakat. 
 
  1. Amil berhak mendapat bagian hasil zakat, sedangkan panitia yang bukan amil (bukan ashnaf) tidak diperbolehkan
 
  1. Zakat yang diserahkan kepada panitia zakat belum dianggap sah sebelum zakat itu disalurkan kepada mustahiq.  Berbeda jika diserahkan kepada Amil sudah dianggap sah secara hukum, meskipun Amil belum menyerahkannya kepada mustahiq
 
  1. Andaikan zakat tersebut hilang atau rusak di tangan panitia zakat maka akan menjadi tanggung jawab muzakki. Berbeda jika hilang atau rusaknya di tangan amil, zakat tetap dianggap sah. 
 
  1. Bagi panitia zakat yang ingin menjadi amil zakat syar’i bisa mengusulkan panitianya untuk diusulkan menjadi amil sesuai perundang-undangan yang berlaku.