Syariah

Makna Zakat Sebagai Rukun Islam Menurut Imam Al-Ghozali

Kamis, 20 Maret 2025 | 19:34 WIB

Makna Zakat Sebagai Rukun Islam Menurut Imam Al-Ghozali

Ilustrasi membayar zakat fitrah. (Foto: Freepik)

Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat yang wajib bagi seluruh umat Islam ialah zakat fitrah yang dilakukan tiap bulan Ramadhan.


Melansir dari NU Online, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin menjelaskan penting untuk memahami posisi zakat dalam Islam.


Imam Al-Ghazali, seorang ulama sufi, tidak memandang ibadah hanya sebagai kewajiban yang selesai setelah dilakukan. Dengan pendekatan fikih tasawufnya, Imam Al-Ghazali mengajak umat Islam untuk merenungkan setiap ibadah dan menggali makna di baliknya, termasuk dalam praktik zakat.


Zakat adalah ibadah yang melibatkan harta, di mana jumlah harta yang harus disumbangkan telah ditentukan. Berbeda dengan shalat, zakat dikategorikan sebagai ibadah maliyah (ibadah harta), sedangkan shalat adalah ibadah badaniyah (ibadah dengan tubuh).


Dalam kitab Ihya 'Ulumiddin, muncul pertanyaan dari Imam Al-Ghazali, jika zakat adalah ibadah harta, mengapa harta termasuk dalam rukun Islam? Bukankah Islam tidak materialistik? Mengapa zakat yang bersifat "kehartaan" dihitung sebagai salah satu ibadah pokok?


Menurut Imam Al-Ghazali, ada tiga alasan mengapa zakat termasuk dalam rukun Islam:


1. Zakat sebagai wujud totalitas cinta seorang hamba kepada Allah swt.
Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, seorang hamba harus benar-benar mengesakan Allah dan tidak mencintai sesuatu yang lain selain-Nya. Imam Al-Ghazali mengatakan:


فإن المحبة لا تقبل الشركة


Artinya, “Sesungguhnya cinta tidak bisa diduakan.” (lihat Ihya ‘Ulumiddin, cetakan Al-Haramain, juz 1, hal 214).


Karena harta adalah hal yang paling dicintai manusia di dunia, maka zakat, yang berarti melepaskan sebagian harta, adalah bentuk pemurnian tauhid kepada Allah. Semakin tinggi derajat seseorang di sisi Allah, semakin ia rela mendermakan seluruh hartanya. Contohnya adalah Abu Bakar as-Shiddiq, yang mendermakan seluruh hartanya sebagai wujud cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.


2. Zakat membersihkan diri dari sifat kikir (pelit)
Sifat kikir adalah enggan mendermakan harta. Harta tersebut dikumpulkan hanya untuk kepuasan diri sendiri. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 9:


وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ


Artinya, “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.”


Menurut Imam Al-Ghazali, sifat kikir dapat diobati dengan membiasakan diri mendermakan harta, dan zakat adalah salah satu caranya.


فحب الشيء لا ينقطع إلا بقهر النفس على مفارقته حتى يصير ذلك إعتيادا


Artinya, “Kecintaan terhadap sesuatu, hanya bisa diobati dengan cara memaksa untuk berpisah darinya, sampai menjadi sebuah kebiasaan.”


3. Zakat sebagai rasa syukur atas nikmat Allah swt.
Imam Al-Ghazali membagi nikmat menjadi nikmat anggota badan dan nikmat harta. Syukur atas nikmat anggota badan dilakukan dengan ibadah badaniyah seperti salat, sedangkan syukur atas nikmat harta dilakukan dengan zakat. Selain itu, zakat juga merupakan wujud kasih sayang terhadap orang-orang yang membutuhkan.


Penjelasan Imam Ghazali di atas mengajak untuk memahami zakat lebih dari sekadar kewajiban ritual. Zakat memiliki makna dan nilai-nilai luhur yang perlu ditanamkan dalam diri setiap Muslim.