Bagaimana Hukum Takziah ke Jenazah Non-Muslim? Begini Penjelasannya
Ahad, 27 April 2025 | 06:45 WIB
Syaiful Habib
Kontributor
Takziah adalah kegiatan mengunjungi keluarga atau seseorang yang tertimpa musibah kematian untuk menunjukkan rasa bela sungkawa atau berduka cita.
Takziah bisa dilakukan dengan berbagai tujuan, seperti untuk mendoakan orang yang telah meninggal, menghormati jasa-jasa mereka, menghibur keluarganya dan sebagai bentuk refleksi atau mengambil pelajaran tentang kematian.
Islam mengatur agar hubungan dengan sanak-saudara, tetangga maupun teman yang berbeda keyakinan, hendaknya berjalan dengan damai. Lantas bagaimana hukum melayat jenazah non-Muslim sampai ke kuburnya?
Menurut keterangan dalam kitab Fathul Wahhab karya Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, sebagaimana dilansir dari NU Online , bahwa takziah ke kuburan orang non-Muslim itu diperbolehkan.
أَمَّا زِيَارَةُ قُبُورِ الْكُفَّارِ فَمُبَاحَةٌ --زكريا الأنصاري، فتح الوهاب، بيروت-دار الكتب العلمية، 1418هـ، ج، 1، ص. 176
Artinya, “Bahwa berziarah ke kuburan orang-orang kafir itu mubah (diperbolehkan)." (Zakariya al-Anshari, Fathul Wahhab, Bairut-Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1418 H, juz, 1, h. 176).
Ditegaskan bahwa tidak ada larangan bagi orang Muslim takziah kepada jenazah non-Muslim. Sebagai seorang Muslim, kita diperintahkan untuk berhubungan sosial dengan baik pada siapa pun tanpa memandang status sosial, ras, suku, bahkan agama.
Akan tetapi sepanjang takziah ke kuburan orang non-Muslim itu semata dilakukan untuk mengingatkan kita akan kematian dan alam akhirat atau iktibar (pelajaran) dan peringatan bagi yang masih hidup tentang adanya kematian.
Dengan demikian, mentakziahi kuburan orang yang non-Muslim saja diperbolehkan, maka logikannya mengunjungi ketika yang masih hidup itu lebih utama (awla).
Inilah yang kemudian ditegaskan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim-nya.
إِذَا جَازَتْ زِيَارَتُهُمْ بَعْدَ الْوَفَاةِ فَفِي الْحَيَاةِ أَوْلَى (محي الدين شرف النووي، شرح النووي، على صحيح مسلم، بيروت-دار إحياء التراث العربي، الطبعة الثانية، 1392 هـ، ج، 8، ص. 45)
Artinya, "Jika boleh menziarahi mereka (non-muslim) setelah meninggal dunia, maka menziarahi mereka ketika masih hidup itu lebih utama”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Syarhun Nawawi ala Shahihi Muslim, Bairut-Daru Ihya`it Turats al-‘Arabi, cet ke-II, 1392 H, juz, VIII, h. 45).
Terpopuler
1
Matahari Melintas Tepat di Atas Ka’bah, Saatnya Cek Arah Kiblat
2
Momen MPLS, IPNU-IPPNU Peterongan Gaungkan Kampanye Anti-Bullying di Sekolah
3
MWCNU Diwek Terima 18 Bidang Tanah Wakaf, Salah Satunya akan Dimanfaatkan untuk Masjid
4
7 Hari Wafatnya KH Wazir Aly: Kacamata dan Obituari dari Seorang Abdi
5
Siswa SDN Jabon 2 Terpaksa Belajar di Ruang Darurat, LP Ma'arif PCNU Jombang Ajak Bahu-Membahu Demi Hak Anak Didik
6
Perjalanan Nurul Azijah, Kader Fatayat sekaligus Pendidik yang Akhirnya Dipercaya Pimpin Kantor Pelayanan BMT NU Jombang
Terkini
Lihat Semua