Daerah

Pegiat Sejarah Temukan Jejak Manuskrip Kanjeng Sepuh, Bupati Pertama Jombang

Rabu, 26 Juni 2024 | 09:24 WIB

Pegiat Sejarah Temukan Jejak Manuskrip Kanjeng Sepuh, Bupati Pertama Jombang

Manuskrip Kanjeng Sepuh, Bupati Jombang pertama ditemukan pegiat sejarah. (Foto: Aang Fatihul Islam)

NU Online Jombang, 
Kanjeng Sepuh Jombang adalah Bupati Jombang pertama yang disegani masyarakatnya kala itu. Beliau adalah Soeroadiningrat V, keturunan kerajaan Majapahit dari rajanya yang terakhir yakni Prabu Brawijaya V.


Sebagai pemimpin Jombang di era kependudukan Belanda, Kanjeng Sepuh Jombang memiliki pengaruh yang kuat dan dihormati oleh Belanda.

 

Sampai saat ini, pegiat sejarah Jombang masih terus menggali peninggalan-peninggalan sejarah dari Kanjeng Sepuh.


Salah satu jejak peninggalan Kanjeng Sepuh Jombang adalah ditemukannya Manuskrip berupa surat yang ditulis tangan oleh Kanjeng Sepuh Jombang sendiri untuk Masjid Kedung Macan, Dusun Sambong Santren, Desa Sambong Dukuh, Kecamatan Jombang kota, Jombang.


Menurut penjelasan Aang Fatihul Islam, pegiat sejarah asal Jombang, manuskrip tersebut berisi tentang izin peralihan fungsi dari mushala menjadi masjid oleh bupati Jombang kala itu kepada pendiri masjid, yakni Kiai Muntaha.


Kiai Muntaha adalah sosok kiai alim yang keilmuannya diakui oleh banyak orang, termasuk diakui Kanjeng Sepuh Jombang sehingga keduanya memiliki hubungan yang dekat.


Aang menceritakan bahwa dulunya Masjid Kedung Macan adalah Mushala. Suatu ketika Kanjeng Sepuh Jombang kehilangan istri yang dicintainya. Akhirnya, Kanjeng Sepuh Jombang menemui Kiai Muntaha, meminta bantuan agar istrinya bisa ditemukan.


Kiai Muntaha pun menyetujui permintaan tersebut, namun, beliau meminta waktu selama tiga hari untuk bisa menemukan istri dari Kanjeng Sepuh Jombang.


Atas berkat rahmat Allah dan keilmuan serta kesalehan Kiai Muntaha, istri Kanjeng Sepuh Jombang dapat ditemukan. Alangkah bahagianya hati Kanjeng Sepuh Jombang, ia pun bersedia akan menuruti apapun permintaan Kiai Muntaha. Kiai Muntaha berhak atas jabatan apapun yang ada di pemerintahan Kabupaten Jombang.


Namun, Kiai Muntaha tidak menginginkan hal itu, dia hanya meminta kepada Kanjeng Sepuh Jombang agar Mushala Kedung Macan diberi izin untuk beralih fungsi menjadi masjid. 


Hal ini dilakukan agar tempat tersebut bisa dijadikan sebagai tempat shalat Jumat. Karena pada masa itu gerak ulama dalam berdakwah diawasi oleh Belanda. Diharapkan dengan adanya surat perizinan masyarakat sekitar menjadi lebih mudah dalam melaksanakan ibadah.


Tanpa penolakan, Kanjeng Sepuh Jombang pun membuat sebuah surat pernyataan perizinan alih fungsi Mushala Kedung Macan menjadi masjid. Surat tersebut ditulis langsung oleh Kanjeng Sepuh Jombang dan berstempel pemerintah Jombang.


Manuskrip yang ditanda tangani pada 1 Desember 1913 tersebut kini telah berusia 111 tahun, dan tersimpan dengan baik di kediaman cucu Kiai Muntaha, yakni Kiai Ibrahim.


Yang menjadikan menarik adalah manuskrip tersebut disajikan dalam dua aksara, yakni aksara jawa dan aksara latin. Ditemukan pula di dalam isi manuskrip tersebut pernyataan bahwa ajaran agama yang didakwahkan oleh Kiai Muntaha tidak ada indikasi yang memberontak kepada Belanda.


"Selain itu, setelah ditelisik dalam manuskrip, ternyata Kiai Muntaha merupakan Mursyid Thariqah yang mengajarkan kitab-kitab pesantren dengan berbagai macam cabang keilmuan, seperti tasawuf, fiqih, sejarah, ilmu kalam, dan lain-lain," jelasnya. 


Tambahnya, jejak peninggalan Kiai Muntaha yang ada sampai sekarang selain manuskrip surat Kanjeng Sepuh Jombang adalah kitab-kitab peninggalan Kiai Muntaha, serta artefak berupa bangunan masjid dan bancek, atau jam matahari yang digunakan sebagai penunjuk waktu salat pada zaman dahulu.


"Bangunan Masjid Kedung Macan ini tetap terjaga keaslian bangunannya, hanya ada sedikit perluasan di teras untuk menampung jamaah yang lebih banyak," ungkap Aang.


Menemukan jejak sejarah masa lampau bukanlah hal yang mudah, Aang Fatihul Islam bersama para pegiat sejarah Jombang yang lain tetap melakukan penelusuran sejarah ke berbagai tempat dan narasumber.


Ia juga menyebutkan proses mendapatkan sumber informasi tentang manuskrip tersebut. "Adanya informasi ini berasal dari salah satu ulama, namanya Kiai Choirul Anwar, yang saat ini menjadi Rais Syuriah PRNU Sambong Dukuh. Kiai Chorul Anwar inilah yang selama ini menyelenggarakan haul Kanjeng Sepuh Jombang," ujarnya.


Aang berharap seiring berjalannya waktu akan semakin banyak ditemukan literatur terkait jejak kepemimpinan Kanjeng Sepuh Jombang. Karena sejatinya menulis sejarah tidak ada kata selesai, tetapi terus berkembang seiring dengan ditemukannya literatur baru, "Apalagi tokoh yang ditulis minim literatur tentu butuh effort yang kuat." Tambahnya.


"Saya meyakini masih banyak pendaman literatur yang belum terungkap, dan ini butuh ikhtiar dan riyadhah untuk terus menggalinya," pungkasnya.