Keislaman

Mengungkap Sisi Lain tentang 'Perempuan sebagai Sumber Fitnah' dalam Kajian Hadits

Rabu, 21 Agustus 2024 | 17:55 WIB

Mengungkap Sisi Lain tentang 'Perempuan sebagai Sumber Fitnah' dalam Kajian Hadits

Ilustrasi Muslimah sedang belajar. (Foto: Freepik)

Kalangan perempuan tentu saja mendengar pandangan yang menyatakan bahwa perempuan adalah sumber fitnah bagi laki-laki. Persepsi ini telah berkembang dan tertanam kuat dalam budaya serta pemikiran sebagian orang.

 

Pandangan tersebut biasanya disandarkan kepada hadits-hadits Nabi SAW. Beberapa di antaranya:
Dari Sahl bin Sa’d, berikut ini:


‎مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِي النَّاسِ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ


Artinya, “Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih besar bagi laki-laki selain dari perempuan," (HR. Al Bukhari)


Hadits ini juga diriwayatkan beberapa imam hadits lainnya, yaitu Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah.


Abu Sa’id al-Khudri juga meriwayatkan hadits lainnya seperti redaksi di bawah ini:


‎أَلَا فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ


Artinya, “Ketahuilah, takutlah kalian terhadap dunia dan para wanita,” (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).


Dalam praktiknya, teks-teks ini sering kali dijadikan alasan untuk mendomestifikasi perempuan, bahkan menyalahkan perempuan atas segala kesalahan, misalnya perempuan yang menjadi korban pemerkosaan justru disalahkan karena dianggap menggoda laki-laki melalui pakaian atau keluar malam. Praktik ini tentu saja kurang tepat, sebagaimana dikemukakan Ustadzah Fera Rahmatun Nazilah melalui tulisannya di NU Online berjudul ''Perempuan sebagai Sumber Fitnah' dalam Kajian Hadits'.


Redaksi fitnah dalam Al-Qur’an salah satunya disebutkan pada Surat At-Taghābun, Allah SWT berfirman:


‎ يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِكُمۡ وَاَوۡلَادِكُمۡ عَدُوًّا لَّكُمۡ فَاحۡذَرُوۡهُمۡ‌ۚ وَاِنۡ تَعۡفُوۡا وَتَصۡفَحُوۡا وَتَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ. اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُـكُمۡ وَاَوۡلَادُكُمۡ فِتۡنَةٌ ‌ؕ وَاللّٰهُ عِنۡدَهٗۤ اَجۡرٌ عَظِيۡمٌ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sungguh di antara pasangan-pasanganmu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar,” (Surat At-Taghabun ayat 14-15).


Prof Quraish Shihab mengutip riwayat Imam at-Tirmidzi menyatakan, menurut Ibnu Abbas ayat ini diturunkan berkaitan dengan penduduk Makkah yang hendak hijrah ke Madinah namun dihalangi istri-istri dan anak-anak mereka. Kemudian setelah berhasil hijrah, mereka mendapati orang-orang yang terlebih dahulu hijrah telah memiliki ilmu yang memadai tentang Islam sehingga orang-orang yang terlambat berhijrah pun menyesal dan hendak menghukum istri dan anak-anak mereka.


Riwayat lainnya menyatakan bahwa ayat ini berkaitan dengan kasus Auf bin Malik Al-Asyja’iy yang setiap kali hendak berperang, istri-istri dan anak-anaknya selalu menahannya karena khawatir Auf meninggal di medan perang. (Lihat Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol 14, halaman 118).

 

Jika kita perhatikan, dalam ayat ini Al-Qur’an menggunakan kata Azwaj yang berarti pasangan. Sehingga ia tak terbatas pada perempuan semata, melainkan juga bisa ditujukan pada suami yang merupakan pasangan dari istri.


Pada ayat 15, Al-Qur’an tidak lagi menyebutkan pasangan, melainkan hanya anak-anak dan harta. Hal ini bisa jadi karena ujian melalui anak-anak lebih berat dibanding cobaan melalui pasangan. 


Prof Quraish Shihab menerjemahkan kata fitnah sebagai “ujian.” Sedangkan Thāhir ibn Asyūr mengartikan fitnah sebagai “keguncangan hati serta kebingungan akibat adanya situasi yang tidak sejalan dengan siapa yang menghadapi situasi itu.” (Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol 14, halaman 119).


Selain itu, Imam At-Tirmidzi mengemukakan, tabiat mayoritas laki-laki adalah menyukai perempuan sehingga seorang laki-laki rela jatuh ke dalam perbuatan haram demi mendapatkan hati perempuan, bahkan ia juga rela membunuh dan saling bermusuhan karenanya. Maka tak heran bila Rasulullah SAW menyebutkan bahwa perempuan adalah cobaan terberat bagi laki-laki. (Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’it Tirmidzi).


Laki-laki sekuat apapun bisa menjadi lemah di hadapan perempuan yang dicintainya. Sedangkan ujian bagi perempuan mungkin adalah anak-anaknya, hingga ia rela mati dan berkorban untuk kehidupan mereka.


Untuk menghindari diri dari fitnah lawan jenis ini, Allah SWT sudah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjaga kemaluan dan pandangan mereka, sebagaimana tercantum dalam Surat An-Nur ayat 30-31. Ini semakin memperkuat bahwa fitnah bisa saja datang dari laki-laki maupun perempuan.


Oleh sebab itu, jangan semata-mata menyebutkan bahwa perempuan adalah sumber fitnah. Baik perempuan ataupun laki-laki memiliki potensi yang sama menjadi sumber godaan bagi lawan jenisnya. Di sisi lain, bisa juga menjadi sumber kebaikan. Tak heran jika Rasulullah SAW menyatakan bahwa sebaik-baiknya perhiasan adalah perempuan salehah.


Hal ini sebagai pengingat untuk perempuan maupun laki-laki, agar menjadi manusia yang bertakwa. Allah SWT mengingatkan pentingnya bertakwa, hal ini menunjukkan bahwa ketakwaan kepada Allah SWT dapat mencegah seseorang dari perbuatan dosa dan terjerumus pada godaan dunia. Wallahu a’lam.


*Ditulis oleh Muzdalivah, Mahasiswi Universitas Hasyim Asy'ari (Unhasy) Tebuireng jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.