• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 29 Maret 2024

Daerah

Bagaimana Hukum Menikahi Perempuan yang Hamil Duluan?

Bagaimana Hukum Menikahi Perempuan yang Hamil Duluan?
Pengasuh Pondok Pesantren Daarul 'Ilm dan Ashabul Yamin, Semarang, Habib Muhammad bin Farid Al Muthohar (Foto: Source Youtube NU Online)
Pengasuh Pondok Pesantren Daarul 'Ilm dan Ashabul Yamin, Semarang, Habib Muhammad bin Farid Al Muthohar (Foto: Source Youtube NU Online)

NU Online Jombang,
Apakah pendapat Islam mengenai hukum hamil di luar nikah? Dan bagaimana status anak yang lahir di luar nikah? Tentunya, hal ini mengundang banyak pertanyaan dan juga argumen. Dilansir dari kanal YouTube NU Online, Habib Muhammad bin Farid Al Muthohar menjelaskan status anak hasil dari hamil di luar nikah.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Daarul 'Ilm dan Ashabul Yamin, Semarang, Habib Muhammad bin Farid Al Muthohar menjelaskan, mengenai fenomena pergaulan bebas yang akhirnya si perempuan hamil di luar nikah dan bagaimana status wali dari anak tersebut.

 

"Di dalam beberapa kitab fiqih menjelaskan, kalau lahirnya di atas 6 bulan dari pelaksanaan pernikahan, maka nasab anaknya masih kepada ayahnya. Hal tersebut dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin," jelasnya.

 

Sementara itu, lanjut dia, satu hal yang pasti sejatinya pernikahan menurut Islam adalah sebuah ibadah. Namun, jika pernikahan dilakukan hanya untuk menutupi aib karena hamil duluan akibat kumpul kebo atau berhubungan intim sebelum terjadinya pernikahan, maka itu tidak diperbolehkan karena akan banyak menentang syariat," paparnya seperti dikutip NU Online Jombang, Sabtu (10/12/2022).

 

Pernikahan yang dilaksanakan untuk menutupi hamil di luar nikah tidak diperbolehkan. Berzina atau kumpul kebo tidak bisa dibenarkan dan dapat merusak keislamannya. 

 

"Orang yang kumpul kebo lalu kemudian hamil tentu banyak. Ujung-ujungnya orang menutupi anak hasil zina ini dengan menikah. Padahal zina sebelum nikah ini sangat haram dan bisa merusak keislaman seseorang," paparnya.

 

Sebaiknya, kata dia, ini tidak perlu ditutupi dengan pernikahan. Apalagi jika kemudian anak yang lahir adalah anak perempuan. Maka, akan terjadi kebingungan tentang hukum mahram, hukum warisan hingga hukum wali nikah.

 

Pihaknya menambahkan, ada satu ulama Jawa Timur yang menanyakan hal tersebut kepada salah satu Mufti di Madinah dari kalangan sahabat yang dijuluki Syafi'i Zamanis yang merupakan Al Habib Abdullah bin Ibrahim.

 

"Pernah ada ulama Jawa Timur menanyakan kepada salah seorang Mufti di Madinah, mengenai status tersebut. Sebetulnya, sudah banyak teknologi modern yang dapat digunakan sebagai sandaran hukum yang dapat menjadi bukti status anak di luar nikah," jelasnya.

 

Menurutnya, alat modern untuk memeriksa usia kehamilan seperti USG 3 dimensi dapat dijadikan dasar atau landasan hukum jika terdapat Bidan, dokter atau perawat yang adil dan dapat dijadikan saksi.

 

"Status anak di luar nikah harus diketahui secara jelas. Hati-hati atas nama kehormatan, menahan malu dari masyarakat malah akan membohongi Allah SWT. Ini perlu kita sampaikan. Karena banyak yang menyepelekan dan mengambil jalan tikus supaya tetap bisa jadi walinya anaknya atau anaknya bisa mewarisi harta dan sebagainya," urainya.

 

Saat ini, kata dia, teknologi sudah maju. Jika dulu, dalam menentukan hukum fiqih, masih menggunakan cara sederhana. Kalau sekarang makin canggih.

 

"Ada kemudahan dari Allah subhanahu wa ta'ala untuk orang-orang yang hidup di zaman akhir ini sebagai media ilmu sehingga bisa lebih hati-hati," pungkasnya.


Daerah Terbaru