Hikmah

Makna Merdeka dalam Perspektif Tafsir Al-Qur'an

Senin, 18 Agustus 2025 | 13:55 WIB

Makna Merdeka dalam Perspektif Tafsir Al-Qur'an

Ilustrasi bendera merah putih. (Foto: Freepik)

Tanggal 17 Agustus 2025 kemarin, bangsa Indonesia telah merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke-80. Dari Sabang sampai Merauke, rakyat akan bersuka cita dengan berbagai lomba, upacara, dan pidato kebangsaan. Semua ini bertujuan menumbuhkan semangat nasionalisme dan cinta tanah air.


Namun, setelah delapan dekade merdeka, sering kali kita lalai untuk merenungkan, apa sebenarnya makna kemerdekaan yang sejati? Apakah cukup disebut merdeka bila pikiran kita masih dijajah algoritma digital yang menggiring opini tanpa logika? Apakah kita benar-benar merdeka jika ekonomi masih dikendalikan oleh budaya konsumtif dan ilusi kekayaan? Dan pantaskah disebut merdeka bila lidah kita takut bersuara, tunduk pada tekanan, dan kehilangan keberanian membela keadilan?


Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus kita renungkan. Karena sejatinya, Al-Qur’an tidak hanya dibaca dengan tartil, tetapi juga direnungkan sebagai pedoman pembebasan diri dan masyarakat dari bentuk-bentuk “perbudakan modern” yang semakin canggih dan samar.


Misi Pembebasan Rasulullah
Para ahli tafsir, melansir NU Online, telah menjelaskan secara gamblang bahwa tujuan diturunkannya Islam adalah untuk membebaskan manusia, bukan hanya bebas dari kemusyrikan, tapi juga dari segala bentuk ikrah (pemaksaan), zhulm (kezaliman), dan ishr (beban yang memberatkan). Hal ini sudah ditegaskan dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 157 yang berbunyi:


يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰىهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ


Artinya, “Dia menyuruh mereka pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan membebaskan beban-beban serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS. Al-A’raf: 157)


Ayat ini menggambarkan, salah satu misi utama para Nabi adalah membebaskan manusia, baik dari kesesatan akidah ataupun dari belenggu kehidupan. Imam al-Alusi dalam kitab Ruh al-Ma’ani menuliskan, al-ishr dan al-aghlal merupakan simbol dari sistem penindasan sosial dan spiritual yang dapat membelenggu manusia di masa lalu, dan Islam datang untuk menghapusnya.


قوله: (إِصْرَهُمْ) الإصر هو الحمل الثقيل من التكاليف الشاقة، وقوله: (وَالْأَغْلَالَ) جمع غل، وهي القيود، والمعنى: أن الرسول يخفف عنهم ما كانوا فيه من ظلم الملوك والأحبار وكثرة الحرج في الشرائع


Artinya, “Ayat: “(إِصْرَهُمْ)”, maksudnya adalah beban berat berupa kewajiban-kewajiban yang sulit. Dan firman-Nya: “(وَالْأَغْلَالَ)” adalah bentuk jamak dari “ghull”, yaitu belenggu atau rantai. Maknanya: Rasul (Nabi Muhammad) datang untuk meringankan beban mereka, membebaskan mereka dari kezaliman para raja dan pendeta, serta melepaskan mereka dari tekanan berat dalam syariat-syariat sebelumnya.” (Ruh Al-Ma’ani, [Dar Ihya at-Turath al-Arabi: Beirut, 1994], juz 9, hlm. 206)


Di sisi lain, Imam Fakhruddin Ar-Razi menuliskan dalam kitabnya Tafsir al-Kabir:


الإسلام جاء بالتخفيف والتيسير، ورفع كل قيد كان يمنع الناس من حرية الاعتقاد والتفكير، ولهذا قيل إن النبي كان رحمةً تحرر العقول من الجهل


Artinya, “Islam datang dengan kemudahan dan keringanan. Islam mengangkat segala ikatan yang menghalangi manusia dari kebebasan berpikir dan berkeyakinan. Karena itu, sesungguhnya Rasulullah disebut sebagai Rahmat yang membebaskan akal dari kebodohan.”  (Tafsir al-Kabir, [Beirut: Dar Ihya at-Turath, 1999], hlm. 165)


Kemerdekaan Spiritual dan Intelektual
Salah satu fondasi paling kokoh dalam ajaran Islam adalah kebebasan berpikir dan kebebasan berkeyakinan. Allah SWT telah memuliakan manusia dengan akal pikiran, dan karenanya pula setiap individu diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri, dan pasti setiap pilihan yang diambil memiliki konsekuensinya.


Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 256 berbunyi:


لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَاۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ


Artinya, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”  (QS. Al-Baqarah: 2/256)


Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari menjelaskan dalam kitabnya bahwa paksaan yang tidak dibenarkan karena kebenaran Islam sudah cukup jelas bagi yang berpikir dan mencari.


لا تُكرِهوا أحدًا على الدخول في ملة الإسلام، فقد تبين له الرشد من الغيّ، وبان له الحق من الباطل، فمن اهتدى فلنفسه، ومن ضلّ فإنما يضلّ عليها


Artinya, “Janganlah kamu memaksa siapa pun untuk memeluk agama Islam, karena sungguh jelas (perbedaan) antara petunjuk dan kesesatan, telah nyata kebenaran dari kebatilan. Maka barang siapa yang mendapatkan petunjuk, maka itu merupakan (manfaat) untuk dirinya, dan barang siapa yang sesat, maka sesat itu akan kembali kepada dirinya sendiri.”  (Jamial-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, [Kairo: Dar al-Ma’arif, 2000], jilid III, hlm. 11)


Dalam dunia modern, ayat di atas menjadi bentuk kritik tajam terhadap segala bentuk dominasi ideologis, baik berupa indoktrinasi pikiran maupun dogmatisasi politik. yang menghilangkan otonomi berpikir individu. Kemerdekaan spiritual dan intelektual adalah fondasi utama dari bentuk kemerdekaan yang lain.


Merdeka bukanlah sekadar upacara bendera, memasang twibbon kemerdekaan, maupun jargon patriotik yang berulang setiap tahunnya. Ketika pikiran kita masih terbelenggu oleh algoritma yang membungkam nalar, ketika suara kita masih dibungkam oleh kekuasaan yang mengancam, dan ketika keinginan serta harapan kita dibentuk oleh budaya yang memperbudak, maka hakikatnya kita belum Merdeka sepenuhnya.


Merdeka adalah tugas harian, perjuangan batin, dan keberanian intelektual. Islam hadir untuk membangkitkan kembali semangat keberanian dalam melawan segala bentuk perbudakan, apa pun wujud dan manifestasinya.