Hikmah

Menggali Hikmah Waktu dalam Islam lewat Film Sore, Istri dari Masa Depan

Rabu, 13 Agustus 2025 | 13:21 WIB

Menggali Hikmah Waktu dalam Islam lewat Film Sore, Istri dari Masa Depan

Poster Film Sore, Istri dari Masa Depan. (Foto: IMDb)

Film Sore, Istri dari Masa Depan mengisahkan perjalanan Sore yang datang tiga tahun sebelum pernikahannya dengan Jonathan (Jo). Kedatangannya bukan tanpa alasan, Sore ingin mengubah takdir Jo yang di masa depan akan meninggal akibat serangan jantung, dipicu kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol.


Dengan kemampuan menjelajahi waktu, Sore berulang kali mencoba menghentikan kebiasaan buruk Jo sekaligus memperbaiki hubungannya dengan sang ayah. Namun, setiap usaha selalu berujung pada kegagalan, hingga akhirnya ia menyadari bahwa perubahan sejati tidak bisa dipaksakan, melainkan harus tumbuh dari kesadaran diri. Dalam pertemuan terakhirnya, Sore berpesan bahwa setiap orang harus memulai perubahan dari dirinya sendiri.


Kisah ini menjadi pengingat bahwa waktu adalah anugerah yang tidak dapat diulang, dan kehidupan nyata tidak memberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu seperti di layar film.


Islam dan Kemuliaan Waktu
Dalam ajaran Islam, melansir NU Online, waktu memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Bahkan, Allah Swt. menurunkan satu surah khusus yang menegaskan nilai waktu, yaitu Surah Al-‘Ashr, di mana Allah bersumpah demi masa.


وَالْعَصْرِۙ ۝١ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ ۝٢ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ۝٣


Artinya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)


Imam Ibnu ‘Asyur dalam At-Tahrir wat Tanwir menjelaskan bahwa sumpah Allah dengan “al-‘Ashr” bertujuan menegaskan kebenaran berita yang disampaikan. Sumpah ini mengingatkan manusia akan kekuasaan Allah yang menciptakan alam semesta, mengatur peristiwa-peristiwanya, dan mengistimewakan waktu-waktu tertentu yang penuh keberkahan, seperti waktu salat dan masa-masa tertentu yang diberkahi (Tahir bin Asyur, At-Tahrir wat Tanwir, Dar Attunisiyah lin Nasyr, hlm. 528).


Karena begitu pentingnya waktu, seorang muslim yang taat semestinya mampu menggunakannya sebaik mungkin, mengisinya dengan amal kebaikan sebagai bekal kehidupan abadi di akhirat kelak.


Seruan untuk Memanfaatkan Waktu
Rasulullah Saw. telah mengingatkan umatnya melalui sabdanya:


اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ


Artinya, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum sakitmu, masa kayamu sebelum fakirmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)


Nasihat Rasulullah Saw. ini sarat makna, menyentuh perencanaan hidup, dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya waktu bagi seorang Muslim.


Pertama, masa muda adalah periode kekuatan, semangat, dan produktivitas. Di fase ini, manusia lebih mudah belajar, bergerak, dan berkarya. Nabi mengingatkan agar masa muda diisi dengan kebaikan, yakni belajar, beramal, dan memberi manfaat sebelum fisik melemah dan semangat memudar di masa tua.


Kedua, masa sehat adalah kesempatan berharga untuk beribadah, bekerja, dan bergerak leluasa. Sakit dapat membatasi semua itu. Karena itu, selagi sehat, manfaatkan untuk amal saleh dan menyelesaikan tugas penting, sebelum datangnya penyakit yang menghalangi.


Ketiga, kekayaan adalah sarana yang dapat digunakan untuk berbuat kebaikan: membantu sesama, bersedekah, mendukung dakwah, atau menunaikan ibadah haji. Namun harta tidak kekal. Gunakanlah secara bijak sebelum kondisi ekonomi berubah.


Keempat, waktu luang sering menjadi celah yang terbuang sia-sia, padahal ia adalah peluang emas untuk belajar, membaca, merenung, atau memperbaiki diri. Saat kesibukan datang, kesempatan itu akan hilang. Maka, isilah waktu senggang dengan hal-hal yang bernilai tinggi.


Kelima, yang menjadi inti dari semuanya adalah masa hidup. Selama hidup, manusia memiliki kesempatan untuk bertobat, beramal, dan memperbaiki diri. Setelah kematian, semua peluang itu tertutup selamanya. Hidup adalah ladang amal, sebelum pintu kesempatan ditutup rapat.


Rasulullah Saw. mengajak umatnya agar tidak menunda amal kebaikan. Beliau menanamkan kesadaran akan waktu, pentingnya beramal segera, serta kepekaan menghadapi perubahan hidup. Setiap fase kehidupan membawa peluangnya masing-masing, dan semuanya akan berlalu. Orang bijak adalah yang mampu memanfaatkannya dan mempersiapkan diri menghadapi pergantian waktu.


Kisah dalam film Sore menguatkan pesan, mengajarkan bahwa waktu adalah anugerah yang tak ternilai, sementara hidup di dunia hanyalah sementara. Kesempatan untuk berubah tidak datang dua kali. Selagi ada waktu, isilah dengan kebaikan dan kesadaran penuh. Wallahu a‘lam.