Nasional HUT KE-79 RI

Meneladani Perjuangan KH Hasyim Asy'ari dalam Kemerdekaan Indonesia

Senin, 19 Agustus 2024 | 08:06 WIB

Meneladani Perjuangan KH Hasyim Asy'ari dalam Kemerdekaan Indonesia

Pendiri NU, Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari. (Foto: Dok NU Online)

NU Online Jombang,
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Abdul Hakim Mahfudz menceritakan kisah perjuangan Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari yang gigih berdakwah dan berjihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia.


Ia mengisahkan, dahulu di zaman Belanda, KH M Hasyim Asy'ari menjadi pelindung masyarakat, khususnya kaum petani yang berada dalam kesulitan dengan adanya sistem tanam paksa yang dilakukan Belanda.


Mbah Hasyim pun mengajarkan para petani cara mengelola sawah dengan baik agar produktivitasnya meningkat dan menambah pendapatan petani. Setelah para petani tersebut dianggap berhasil dalam bercocok tanam, Mbah Hasyim kemudian mengajarkan syariat atau ilmu agama kepada mereka.


"Ini merupakan cara Mbah Hasyim dalam berdakwah kepada masyarakat kelas bawah," jelasnya dalam acara Refleksi Malam Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia, di Pondok Pesantren Tebuireng pada Jumat (16/8/2024). 


Peran Mbah Hasyim selain itu adalah mempersatukan umat Islam Indonesia meskipun berbeda-beda paham.


Tahun 1930, kata Gus Kikin, sapaan akrabnya, Belanda berniat memberlakukan Undang-undang Ordonansi Perkawinan. Undang-undang ini mendapat penolakan dari ulama-ulama di Indonesia sebab dapat menjadikan hukum wali nikah tidak sah.


Akhirnya, seluruh ulama dari ormas-ormas Islam se-Indonesia berkumpul di Tebuireng untuk berdiskusi dalam menanggapi adanya undang-undang tersebut. Mbah Hasyim mampu mengumpulkan ulama-ulama dari berbagai ormas Islam di Indonesia menjadi satu di Tebuireng berdiskusi bersama.


"Itulah kehebatan Mbah Hasyim, mampu menyatukan ormas-ormas Islam yang berbeda paham," ungkapnya.


Sampai pada akhirnya Mbah Hasyim mendirikan Majelis Islam A'la Indonesia yang beranggotakan 13 ormas Islam. "Itu adalah bukti bahwa Islam pernah bersatu di bawah federasi yang sama," tegas Gus Kikin. 


Mbah Hasyim juga ulama yang memiliki jiwa patriot yang besar. Ia adalah tokoh ulama yang menyuarakan fatwa jihad melawan penjajah yang kembali ingin merebut wilayah Indonesia. 


Surabaya menjadi titik serangan pada masa itu, hingga Mbah Hasyim mengumumkan Fatwa Jihad. "Wajib bagi semua orang Islam yang berada di radius 94 Km dari pusat kota Surabaya untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan," ucap Gus Kikin.


Dari fatwa itu, bergeraklah massa yang sangat besar menuju jantung Kota Surabaya dan terjadilah perang yang dikenal dengan perang 10 November.


"Yang telah dilakukan oleh kiai kita, Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari sangatlah besar, mulai dari mendirikan Pesantren Tebuireng, mendidik santri-santrinya sehingga nanti menjadi tokoh besar dan usaha beliau dalam membangun kekuatan," jelasnya. 


"Mbah Hasyim adalah panutan, saya harapkan kisah ini dapat menjadi refleksi di zaman sekarang, sedangkan santri adalah pewaris perjuangan para kiai pondok pesantren," pungkasnya.