Amaliyah NU

Ini Amalan-Amalan Sunnah saat Idul Fitri

Ahad, 30 Maret 2025 | 18:30 WIB

Ini Amalan-Amalan Sunnah saat Idul Fitri

Ilustrasi melaksanakan shalat Idul Fitri. (Foto: Freepik)

Hari Raya Idul Fitri adalah kebahagiaan tersendiri bagi umat Islam. Namun, kegembiraan yang dirasakan tidak boleh membuat kita lalai hingga melupakan ibadah kepada Allah swt. Rayakan Idul Fitri dengan penuh suka cita, tetapi tetap jaga ibadah dan ketaatan kepada-Nya.


Islam menganjurkan beberapa amalan agar kita mengisi Hari Raya Idul Fitri tersebut dengan gembira tapi juga bernilai ibadah. 


Mengutip artikel NU Online karya M Mubasysyarum Bih dijelaskan amalan-amalan sunnah yang dapat dilakukan saat Idul Fitri 


1. Shalat Idul Fitri

Shalat Idul Fitri. hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang sangat dikukuhkan. Bahkan, sebagian pendapat menyatakan fardlu kifayah Salah satu dalil kesunnahannya adalah firman Allah dalam surat al-Kautasar:


فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ


Artinya, “Maka shalatlah kepada Tuhanmu dan berkurbanlah,” (QS. Al-Kautsar ayat 2).


Shalat Idul Fitri disunnahkan bagi laki-laki dan perempuan. Dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Lebih utama dilaksanakan di masjid dari pada di tempat lainnya, termasuk lapangan. Waktu shalat Idul Fitri dimulai sejak terbitnya matahari sampai masuk waktu zhuhur (tergelincirnya matahari) yang dikerjakan 2 rakaat.


2. Mandi

Disunnahkan bagi siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk wanita yang sedang haid atau nifas, untuk mandi pada Hari Idul Fitri. Kesunnahan ini juga berlaku bagi mereka yang tidak menghadiri shalat Idul Fitri, seperti orang yang sedang sakit. Waktu pelaksanaan mandi ini dimulai sejak tengah malam Idul Fitri hingga tenggelamnya matahari pada hari tersebut, namun lebih utama dilakukan setelah terbit fajar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairimi dalam Tuhfah al-Habib 'Ala Syarh al-Khathib (juz 1, hal. 252). Contoh niatnya adalah:


نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى


Artinya, “Aku niat mandi Idul fitri, sunnah karena Allah”.


3. Menghidupkan Malam Hari Raya dengan Beribadah

Barang siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri, hatinya tidak akan mati di saat banyak orang mengalami kelalaian hati. Terdapat tiga pendapat mengenai cara menghidupkan malam tersebut. Pertama, dengan lebih banyak melakukan ibadah. Kedua, cukup beribadah meskipun hanya sesaat. Ketiga, dengan melaksanakan shalat Isya secara berjamaah serta bertekad untuk menunaikan shalat Subuh berjamaah.


Selain itu, pada malam Idul Fitri juga disunnahkan untuk memperbanyak doa, karena malam tersebut termasuk waktu yang mustajab untuk dikabulkannya doa. Hal ini sebagaimana keutamaan doa di malam Jumat, dua malam pertama bulan Rajab, malam Idul Adha, dan malam Nishfu Sya’ban, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zakariyya al-Anshari dalam Asna al-Mathalib (juz 1, hal. 281).


4. Memperbanyak Bacaan Takbir

Disunnahkan untuk memperbanyak bacaan takbir pada Hari Idul Fitri. Waktu pelaksanaannya dimulai sejak matahari terbenam pada tanggal 1 Syawal hingga takbiratul ihram imam bagi yang melaksanakan shalat Id berjamaah, atau hingga takbiratul ihram bagi individu yang shalat sendiri.


Menurut pendapat lain, waktu takbir berakhir saat masuk waktu shalat Id yang dianjurkan, yaitu ketika matahari telah naik setinggi satu tombak (sekitar 3,36 meter), baik imam sudah memulai shalat maupun belum.


5. Makan sebelum Berangkat Shalat Hari Raya

Sebelum berangkat melaksanakan shalat Idul Fitri, disunnahkan untuk makan terlebih dahulu. Berbeda dengan shalat Idul Adha yang dianjurkan makan setelahnya, sunnah ini mengikuti kebiasaan Rasulullah. Makanan yang lebih utama dikonsumsi adalah kurma dengan jumlah ganjil, seperti satu, tiga, atau lebih.


Meninggalkan anjuran ini dianggap makruh, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Nawawi dalam al-Umm dan diperkuat oleh Syekh Khathib al-Syarbini dalam Mughni al-Muhtaj (juz 1, hal. 592).


6. Jalan Kaki Melewati Rute yang Berbeda saat Berangkat dan Pulang Shalat Id

Berjalan kaki menuju tempat shalat Id hukumnya sunnah, berdasarkan ucapan Sayyidina Ali:


 مِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا


Artinya, “Termasuk sunnah Nabi adalah keluar menuju tempat shalat Id dengan berjalan”. (HR. al-Tirmidzi dan beliau menyatakannya sebagai hadits Hasan). 


Bagi yang tidak mampu berjalan kaki seperti orang tua, orang lumpuh dan lain sebagainya diperbolehkan untuk menaiki kendaraan. Dan dianjurkan rute berangkat Shalat Id untuk dibedakan dengan rute yang dilalui ketika pulang. Rute keberangkatan juga dianjurkan agar lebih panjang dari rute pulang. Di antara faedahnya adalah supaya lebih memperoleh banyak pahala dalam perjalanan ibadah. 


7. Berhias

Idul Fitri adalah momen untuk berhias dan berpenampilan terbaik sebagai wujud kebahagiaan. Berhias dapat dilakukan dengan membersihkan diri, memotong kuku, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian terbaik. Disunnahkan mengenakan pakaian putih, namun jika ada yang lebih baik, maka lebih utama memakainya, seperti baju baru. Tradisi membeli baju baru saat Lebaran pun memiliki dasar dalam syariat sebagai bagian dari syiar kebahagiaan.


Sunnah dalam berhias ini berlaku bagi siapapun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksanaan shalat Idul Fitri. Khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat, seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).


8. Memberi Ucapan Selamat 

Memberi ucapan selamat Idul Fitri atau tah’inah dianjurkan pada momen ini. Di antara dalil kesunnahannya adalah beberapa hadits yang disampaikan al-Imam al-Baihaqi, beliau dalam kitab Sunannya menginventarisasi beberapa hadits dan ucapan para sahabat tentang tradisi ucapan selamat di hari raya.


Tidak ada aturan baku mengenai redaksi ucapan selamat ini, contohnya dengan ucapan, minal aidzin wal faidzin, selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H, taqabbalallahu minna wa minkum, Mohon maaf lahir dan batin, dan sebagainya.