Masalah kotoran tahi cicak sering menjadi gangguan saat beribadah di rumah maupun di masjid. Kotoran ini sering ditemukan di sajadah, lantai, ataupun tembok yang sangat mengurangi konsentrasi dalam beribadah.
Selain mencemari kesucian tempat, kotoran tersebut juga memiliki bau yang tidak sedap sehingga mengharuskan untuk membersihkan secara rutin. Namun, karena kotoran cicak jumlahnya banyak dan ukurannya kecil, sering kali diabaikan dan baru dibersihkan saat menyapu lantai.
Bagaimana hukum shalat di tempat yang ada kotoran cicak yang tidak dibersihkan sesuai standar fiqih?
Kondisi ini cukup umum di banyak tempat, termasuk di masjid, mushala, dan rumah-rumah. Dalam fiqih, situasi semacam ini disebut umumul balwa, yang berarti keadaan yang sulit dihindari dan dialami oleh banyak orang. Sebagaimana dikutip dari tulisan di NU Online berjudul 'Shalat di Masjid yang Banyak Tahi Cicaknya' ditulis oleh Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo.
Dalam fiqih, umumul balwa dapat menjadi alasan untuk menoleransi najis, karena sulit untuk dihindari. Sayyid Al-Bakri menjelaskan:
قوله: لعسر الاحتراز عنها علة العفو) أي ويعفى عما ذكر لأنه مما يشق الاحتراز عنه لكونه مما تعم به البلوى. (قوله: ويعفى عما جف من ذرق سائر الطيور) ذكر شرطين للعفو وهما الجفاف وعموم البلوى، وبقي أن لا يتعمد المشي عليه كما مر
Artinya, "Ungkapan: 'Karena kesulitan menghindarinya' adalah alasan dima'fu, yaitu bahwa hal-hal yang disebutkan dimaafkan karena sulit untuk dihindari mengingat bahwa itu adalah sesuatu yang sering ditemui (umumul balwa)".
"Ungkapan: 'Dan dimaafkan (ma'fu) kotoran burung yang sudah kering'. Ada dua syarat dima'fu, yaitu kering dan sering ditemui (umumul balwa). Namun, perlu diingat bahwa tidak boleh dengan sengaja menginjak kotoran tersebut." (Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati As-Syafi'i, I'anatut Thalibin, [Beirut, Dar-Fikr: tt], juz I, halaman 126).
Menurut mazhab Syafi'i, kotoran dan urin hewan, baik yang halal dimakan maupun yang tidak, termasuk burung, dianggap najis. Namun, kotoran hewan yang tidak memiliki darah mengalir, seperti cicak, dimaafkan dalam konteks shalat.
Sebagai kesimpulan, shalat di masjid ataupun mushala yang terdapat kotoran cicak yang tidak dibersihkan sesuai standar penghilangan najis tetap sah. Kotoran cicak dimaafkan karena cicak termasuk hewan yang tidak memiliki darah mengalir, bahkan ada pendapat lemah yang menyatakan bahwa kotoran hewan seperti ini dianggap suci.
*Ditulis oleh Rana Wahyu Fatimah, mahasiswi Universitas Hasyim Asy'ari (Unhasy) Tebuireng Jombang, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Rajab, Isra' Mi'raj, dan Kesungguhan Tingkatkan Kualitas Shalat
2
Prof KH Ridwan Nasir Mustasyar PWNU Jatim Sosok Komplet, Santri, Kiai, dan Akademisi
3
Libur Panjang Akhir Januari 2025, Catat Tanggalnya!
4
Khutbah Jumat: Menembus Pintu Rahmat Allah
5
Harlah Ke-8 JRA Jombang Jadi Momen Perkuat Ukhuwah Bagi Para Praktisi
6
Riwayat Penyakit Imam Syafi'i hingga Wafat di Akhir Bulan Rajab
Terkini
Lihat Semua