Refleksi tentang Guru: Kebesaran Seorang Murid, Berawal dari Gurunya
Senin, 25 November 2024 | 09:00 WIB
At-Tilmiidz kabiirun bi ustadzih.
Kebesaran seorang murid, berawal dari gurunya.
Terminologi guru berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam unen-unen masyarakat jawa, guru memiliki kepanjangan digugu dan ditiru. Sosok yang menjadi panutan dan teladan/qudwah baik bagi muridnya maupun bagi masyarakat. Berbeda dengan kondisi sekarang, di mana mulai ada gejala guru itu di-guyu dan ditinggal turu.
Berdasarkan pengamatan penulis, ada dua jenis aktivitas manusia yang memakai pakaian putih dalam kesehariannya, yaitu tenaga kesehatan dan ulama. Dua aktivitas (penulis tidak berani mengatakannya sebagai pekerjaan karena begitu mulianya profesi ini) yang bila manusia tidak mengikuti nasihatnya, bisa dipastikan akan tetap sakit dan bodoh. Hal ini merupakan makna dari sebuah syi’ir yang terdapat dalam kitab Ta’limul Muta’allim, innal mu’allima wat thobiiba kilaahumaa # laa yansohaani idzaa humaa lam yukromaa.
Begitu mulianya profesi guru, dalam pengamatan penulis, di masyarakat hanya dua jenis profesi yang menempel dalam sebutan keseharian para pelakunya. Yaitu guru dan tenaga kesehatan. Masyarakat akrab memanggil Pak Guru, Bu Bidan, Pak Dokter maupun Pak Mantri. Jarang sekali disebut dengan namanya. Sebagai penghargaan terhadap profesi mereka.
Guru merupakan ujung tombak dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang berupa mencerdaskan kehidupan bangsa. Istilah Arab bagi seorang guru yaitu mu’allim. Ada pula yang mengistilahkan murobbi. Bila mu’allim hanya sekadar mentransfer ilmu, seorang murobbi melakukan lebih dari itu murobbi yang berarti pengasuh melakukan tugas transfer ilmu dan juga mengajarkan adab/etika. Ki Hajar Dewantara dalam merintis sekolah Taman Siswa yang terinspirasi sistem pesantren itu, mengistilahkannya dengan istilah pamong. Orang yang ngemong.
Murobbi bahkan juga memikirkan nasib muridnya sesudah lulus dari bangku pendidikan. Tak jarang pengasuh memikirkan jodoh, mencarikan rumah tinggal, mencarikan pekerjaan bahkan memikirkan pula pendidikan anak bagi muridnya yang sudah berkeluarga. Ikatan lahir batin antara guru murid melahirkan satu hubungan emosional yang tak kalah kuat dibandingkan hubungan kekerabatan.
Allah menggunakan istilah tarbiyah bagi kegiatan mendidik. Sifat tarbiyah yang asalnya merupakan sifat ketuhanan digunakan untuk mengistilahkan kegiatan mendidik. Sebagaimana Allah menganugerahkan pada diri kaum wanita satu organ tubuh tempat di mana benih keturunan ditempatkan. Rahim istilahnya.
Terdapat tiga unsur pendidikan. At-Tarbiyah hiya ishlaahu syai’in wa hifdluhu wa ri’aayatuhu. Unsur ishlah, hifdz dan ri’ayah. Guru bertugas memperbaiki muridnya. Dari belum berakhlak menjadi tahu tata krama. Dari belum berilmu menjadi berilmu. Dari belum mengamalkan menjadi mau mengaplikasikan ilmunya. Setelah ishlah, guru tidak boleh berpuas diri. Ia harus menjaga agar muridnya tidak berpaling dari doktrin kebaikan yang telah ditanamkan pada muridnya. Sama sebagaimana harapan yang terdapat dalam Al-Qur’an “Robbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaytanaa”. Wahai Allah, janganlah engkau palingkan hati kami (ke arah kesesatan), setelah engkau memberi hidayah kepada kami.
Setelah proses perbaikan dan pemantapan, guru tak boleh berpuas dengan pencapaian yang telah di raih. Guru hendaknya menjadi daya ungkit bagi perkembangan potensi muridnya. Membantu murid menemukan potensi terpendam dalam diri murid. Itulah makna ri’ayah/development.
Sebagaimana Imam Abu Hanifah yang tumbuh berkembang dalam asuhan Syaikh Hammad bin Abi Sulaiman.
Sebagaimana pula Imam Asy-Syafi’i dalam tarbiyah Imam Malik. Sebagaimana Bung Karno berkembang dalam asuhan HOS. Cokroaminoto.
Seperti Hellen Keller yang mengalami kemajuan luar biasa dalam bimbingan Anna Sullivan.
Guru inspiratif membuat Tetsuko Kuryonagi yang tak mampu melupakan jasa besar kepala sekolahnya yang bernama Mister Kobayashi, hingga membuatnya menuangkan pengalamannya dalam sebuah Novel yang berjudul Totto Chan (chan merupakan bahasa Jepang yang berarti anak, totto merupakan panggilan masa kecil Tetsuko).
Sebagaimana Kiai Wahab Chasbullah yang 10 tahun memohon pada Kiai Hasyim Asy’ari gurunya. Agar direstui pendirian Organisasi NU. Kiai Wahab sabar dan setia menanti. Menunggu titah Hadratussyekh. Wujud kepatuhan pada arahan sang guru.
Seperti Kiai Djazuli Usman yang tumbuh berkembang dalam asuhan Kiai Zainuddin Mojosari hingga dijadikan menantu. Dan memberikan nama putra pertamanya Zainuddin Djazuli (kelak dikenal dengan sebutan Kiai Din), sebagai wujud kecintaan seluas samudera kepada gurunya tersebut.
Hadis riwayat Imam Al-Hakim menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda “khiyaarukum man dzakkarokum billahi ru’yatuh, wa zaada fii ilmikum manthiquh, wa roghghobakum bil aakhiroti amaluh”. Orang terbaik adalah orang yang tatkala engkau melihatnya, maka engkau mampu mengingat Allah. Dan ucapannya mampu menambahi ilmumu serta aktivitas yang dikerjakannya mampu menginspirasimu.
Sosok sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas inilah yang sepantasnya dijadikan sebagai guru.
Guru tidak pernah ingin untuk merepotkan muridnya ataupun meminta-minta ketika kesusahan. Tugas muridlah untuk pandai membaca keadaan gurunya. Karena guru itu laa yas’aluunan naasa ilhaafa. Tak pernah meminta secara memaksa.
Murid sepatutnya selalu berbaik sangka pada gurunya. Seringkali kebijakan yang diambil seorang guru, tidak diterima oleh murid. Tersebab kurangnya ilmu dan mengedepankan nafsu. Wejangan dari guru seringkali dianggap sebagai angin lalu. Kelak waktu yang akan menyingkap, betapa benar, tulus dan lurusnya sang guru. Berharap kebaikan bagi muridnya. Tidak ingin muridnya berkubang dalam kebodohan dan kesalahan.
Guru acapkali kurang waktu untuk anaknya sendiri. Waktu dan pikirannya tercurah bagi muridnya. Dari kerelaan memprioritaskan anak orang dibanding anak sendiri, seringkali Allah balas dengan anugerah keberhasilan anak guru. Walau secara zahir, kurang waktu, biaya dan fasilitas dari sang ayah.
Sebagai penutup, marilah direnungkan isi surat Al Baqarah ayat 273 tentang bagaimana tugas orang Mukmin bila melihat ada kesusahan menimpa gurunya. Guru tak perlu berunjuk rasa. Karena Allah telah menyatakan dalam Al-Qur'an tentang kewajiban terhadap pejuang di jalan Allah yang mengalami kekurangan. Bila ada guru yang anaknya sakit namun tidak segera membawa anaknya opname ke rumah sakit, atau rumah guru yang bocor sana-sini hendak ambruk, apa yang seharusnya kita lakukan?
*Akhmad Taqiyuddin Mawardi, Redaktur Pelaksana Keislaman NU Online Jombang, Pengasuh Pesantren An-Nashriyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Rajab, Isra' Mi'raj, dan Kesungguhan Tingkatkan Kualitas Shalat
2
Puasa Ayyamul Bidh di Bulan Rajab, Ini Niat dan Keutamaannya
3
Prof KH Ridwan Nasir Mustasyar PWNU Jatim Sosok Komplet, Santri, Kiai, dan Akademisi
4
Khutbah Jumat: Menembus Pintu Rahmat Allah
5
7 Amalan di Pertengahan hingga Akhir Bulan Rajab
6
Harlah Ke-8 JRA Jombang Jadi Momen Perkuat Ukhuwah Bagi Para Praktisi
Terkini
Lihat Semua