Hikmah

Memaknai Kisah Mudik Rasulullah di Bulan Ramadhan

Ahad, 16 Maret 2025 | 13:30 WIB

Memaknai Kisah Mudik Rasulullah di Bulan Ramadhan

Ilustrasi mudik pada zaman Rasulullah. (Foto: Freepik)

Menjelang Idul Fitri, Indonesia memiliki tradisi yang disebut mudik. Mudik adalah perjalanan pulang ke kampung halaman, biasanya dari kota besar ke desa atau kota lain. Tujuannya beragam, mulai dari bertemu orang tua, menjalin silaturahim dengan keluarga, hingga mengenang masa kecil.


Ternyata, jauh sebelum tradisi ini ada di Indonesia, Rasulullah saw dan para sahabatnya juga pernah melakukan perjalanan serupa. Rasulullah saw kembali ke Makkah setelah delapan tahun hijrah, tepatnya pada 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriah atau 8 Juni 632 M. Meskipun tujuan mudik Rasulullah saw berbeda dengan tradisi mudik saat ini, yaitu untuk menaklukkan Makkah (Fathu Makkah), bukan sekadar pulang kampung.


Dilansir dari NU Online, menurut buku "Pengantin Ramadhan" karya Muchlis Hanafi, Rasulullah saw berada di Makkah selama 19 hari. Beliau dan para sahabat merayakan Idul Fitri ke-6 di kampung halaman.


Saat kembali ke Makkah, Rasulullah saw menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang. Beliau memaafkan semua orang yang dulu menentang ajarannya. Beliau juga membersihkan Ka'bah dari berhala-berhala yang disembah oleh warga Makkah. Total, ada 360 berhala yang dihancurkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya, termasuk tiga berhala terbesar: Hubal, al-Latta, dan al-Uzza.


Setelah selesai urusan di Makkah, Rasulullah saw kembali ke Madinah. Beliau bersabda bahwa setelah kemenangan di Makkah, tidak ada lagi hijrah ke Madinah. Yang terpenting adalah niat tulus untuk berbuat baik dan berusaha mewujudkannya.


Berdasarkan kisah mudik Rasulullah saw ini, dapat diambil hikmah bahwa mudik seharusnya menjadi momen untuk menyebarkan kebaikan, kebahagiaan, dan kedamaian, bukan malah menyebarkan hal-hal negatif.