• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 29 Maret 2024

Bahtsul Masail

Dapat Sumbangan Barang yang Sama untuk Masjid, Takmir Boleh Menjualnya?

Dapat Sumbangan Barang yang Sama untuk Masjid, Takmir Boleh Menjualnya?
Gambar sebuah masjid. (Foto: Freepik)
Gambar sebuah masjid. (Foto: Freepik)

Deskripsi Masalah:

Di suatu daerah banyak terjadi dalam pengelolaan uang masjid yang terkumpul dan masih belum digunakan dalam pembangunan masjid atau alokasi lainnya yang tidak ada hubungannya dengan pembangunan masjid, akhirnya pengurus takmir masjid berinisiatif untuk menyimpannya di bank.


Dan ada sebagian masjid yang mempunyai peralatan yang layak pakai, seperti karpet, kayu, genting, dan lain-lain. Kemudian ada orang yang menyumbang peralatan baru sehingga pengurus takmir masjid kebingungan dalam pengelolaan peralatan tersebut, karena ketika mengganti peralatan yang lama ia merasa tidak enak dengan penyumbang peralatan yang lama, dan begitu juga sebaliknya.


Pertayaan:

Sikap apakah yang paling tepat bagi pengurus takmir terkait dengan pengelolaan peralatan masjid pada deskripsi di atas? 


Jawaban:

Jika sumbangan yang baru dan yang lama bisa digunakan secara bersamaan maka seyogyanya digunakan secara bersamaan. Namun, jika tidak bisa, maka boleh memilih menggunakan barang baru atau lama tergantung kebijakan pengurus masjid dengan memandang kemaslahatan. Untuk barang yang tidak dibutuhkan boleh disimpan atau dilimpahkan ke masjid lain yang membutuhkan, jika tidak ditemukan masjid yang membutuhkan barang tersebut maka boleh dilimpahkan ke mushala, madrasah yang berstatus wakaf.


Referensi:

بُغْيَةُ الْمُسْتَرْشِدِيْنَ صـ: 258
(مَسْئَلَةُ: ب) وَظِيْفَةُ الْوَلِيِّ فِيْمَا تَوَلَّي فِيْهِ حِفْظُهُ وَتَعَهُّدُهُ وَالتُّصَرُّفُ فِيْهِ بِالْغِبْطَةِ وَالْمَصْلَحَةِ وَصَرْفُهُ فِيْ مَصَارِفِهِ مِنْ حَيْثُ إِجمْاَلٌ وَمَا مِنْ حِيْثُ تَفْصِيْلٌ فَقَدْ يَخْتَلِفُ الْحُكْمُ فِيْ بَعْضِ فُرُوْعِ مَسَائِلِ اْلأَوْلِيَاءِ


Artinya: Secara umum tugas seorang wali terhadap harta yang menjadi tanggung jawabnya adalah menjaga, mengawasi, menasarufkannya dengan baik dan sesuai tempatnya.


شَرْحُ الْوَجِيْزِ الْجُزْءُ الثَّالِثُ صـ 290
وَأَمَّا كَيْفِيَّةُ التَّصَرُّفِ فَالْقَوْلُ الْجُمْلِيُّ فِيهِ اِعْتِبَارُ الْغِبْطَةِ وَكَوْنُ التَّصَرُّفِ عَلَى وَجْهِ النَّظَرِ وَالْمَصْلَحَةِ


Artinya: Tata cara tasaruf wali secara global harus mempertimbangkan keuntungan dan harus sesuai dengan pertimbangan dan kemaslahatan.


الفَتَاوِى الفِقْهِيَّةُ الْكُبْرَى الجزء الثالث صـ 288
(وَسُئِلَ) عَمَّا إذَا جُدِّدَ مَسْجِدٌ بِآلَاتٍ جُدُدٍ، فَهَلْ يَجُوْزُ صَرْفُ مَا بَقِيَ مِنْ آلَاتِهِ الْقَدِيمَةِ فِي عِمَارَةِ مَسْجِدٍ آخَرَ قَدِيمٍ مُحْتَاجٍ لِلْعِمَارَةِ أَوْ لَا وَحِينَئِذٍ فَهَلْ تُبَاعُ وَيُحْفَظُ ثَمَنُهَا أَوْ تُحْفَظُ هِيَ لِحَاجَاتِ ذَلِكَ الْمَسْجِدِ آجِلًا وَلَوْ نَوَى أَوْ نَذَرَ أَنْ يَعْمُرَ مَسْجِدًا مُعَيَّنًا وَجَمَعَ لِذَلِكَ آلَاتٍ فَلَمْ يَتَيَسَّرْ لَهُ فَهَلْ لَهُ أَنْ يَعْمُرَ مَسْجِدًا آخَرَ أَوْ لَا وَهَلْ يُفَرَّقُ بَيْنَ النَّذْرِ وَالْقَصْدِ أَوْ لَا وَلَوْ نَذَرَ أَنْ يَبْنِيَ مَسْجِدًا فِي مَوْضِعٍ مُعَيَّنٍ فَهَلْ لَهُ أَنْ يَبْنِيَ فِي غَيْرِ ذَلِكَ الْمَوْضِعِ أَوْ يَصْرِفَ مَا نَذَرَهُ فِي عِمَارَةِ مَسْجِدٍ آخَرَ أَوْ لَا وَهَلْ يَجُوزُ اسْتِعْمَالُ حُصْرِ الْمَسْجِدِ وَفَرَاشِهِ لِحَاجَاتٍ كَحَاجَةِ الْعُرْسِ وَكَعَرْضِ شَيْءٍ كَالْكُتُبِ عَلَى الشَّمْسِ إذَا لَمْ يَكُنْ مِنْهُ بُدٌّ أَمْ لَا؟
(فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ لَا يَجُوزُ صَرْفُ تِلْكَ الْآلَاتِ الَّتِي قَدْ يَحْتَاجُ إلَيْهَا مَسْجِدُهَا فِي عِمَارَةِ مَسْجِدٍ آخَرَ وَلَا يَبِيعَهَا بَلْ يَجِبُ عَلَى النَّاظِرِ حِفْظُهَا لِحَاجَاتِ ذَلِكَ الْمَسْجِدِ 


Artinya: Tidak diperbolehkan menasarufkan alat-alat masjid yang terkadang masih dibutuhkan untuk masjid lain, dan tidak diperbolehkan juga menjual alat-alat tersebut, akan tetapi bagi nadzir wajib menyimpannya untuk kebutuhan masjid tersebut.


الفَتَاوِى الفِقْهِيَّةُ الْكُبْرَى الجزء الثالث صـ 288
 (وَسُئِلَ) عَمَّنْ جَدَّدَ مَسْجِدًا أَوْ عَمَّرَهُ بِآلَاتٍ جُدُدٍ وَبَقِيَتْ الْآلَةُ الْقَدِيمَةُ هَلْ تَجُوزُ عِمَارَةُ مَسْجِدٍ آخَرَ قَدِيمٍ بِهَا أَوْ لَا فَتُبَاعُ وَيُحْفَظُ ثَمَنُهَا أَوْ لَا؟
(فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ نَعَمْ تَجُوزُ عِمَارَةُ مَسْجِدٍ قَدِيمٍ أَوْ حَادِثٍ بِهَا حَيْثُ قَطَعَ بِعَدَمِ احْتِيَاجِ الْمَسْجِدِ الَّذِي هِيَ مِنْهُ إلَيْهَا قَبْلَ فِنَائِهَا وَلَا يَجُوزُ بَيْعَهَا بِوَجْهٍ مِنْ الْوُجُوهِ فَقَدْ صَرَّحُوا بِأَنَّ الْمَسْجِدَ الْمُعَطَّلَ لِخَرَابِ الْبَلَدِ إذَا خِيفَ مِنْ أَهْلِ الْفَسَادِ عَلَى نَقْضِهِ نُقِضَ وَحُفِظَ وَإِنْ رَأَى الْحَاكِمُ أَنْ يُعَمِّرَ بِنَقْضِهِ مَسْجِدًا آخَرَ جَازَ وَمَا قَرُبَ مِنْهُ أَوْلَى وَالْحَاصِلُ مِنْ رِيعِ الْمَسْجِدِ الْمَذْكُورِ يَصْرِفُهُ لِعِمَارَةِ مَسْجِدٍ آخَرَ قَالَ الْمُتَوَلِّي إلَى عِمَارَةِ الْمَنْقُولِ إلَيْهِ وَكَذَا الرِّبَاطَاتِ وَالْآبَارِ الْمُسَبَّلَةِ يُنْقَلُ نَقْضُهَا وَرِيعُ وَقْفِهَا إلَى مِثْلِهَا لَا إلَى نَوْعٍ آخَرَ إلَّا إذَا فُقِدَ نَوْعُهَا فَتُصْرَفُ لِغَيْرِهِ لِلضَّرُورَةِ وَكَذَا قَالَ الْقَاضِي وَيَفْعَلُ الْحَاكِمُ بِمَا فِي الْمَسْجِدِ الْخَرَابِ مِنْ حُصْرِ وَقَنَادِيلَ وَنَحْوِهَا ذَلِكَ فَيَنْقُلُهَا إلَى غَيْرِهِ عِنْدَ الْخَوْفِ عَلَيْهَا وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ


Artinya: Diperbolehkan membangun masjid baru atau masjid lama dengan menggunakan peralatan masjid lain, selama peralatan tersebut tidak dibutuhkan sebelum rusak, dan tidak boleh menjual peralatan tersebut dengan cara apapun. Para ulama menjelaskan bahwa ketika ada masjid yang sepi karena daerahnya sepi penduduknya takut dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab, maka boleh dirusak dan disimpan, dan bila hakim boleh menggunakannya untuk masjid lain ketika lebih maslahat, dan yang lebih utama diberikan pada masjid terdekat, dan hasil dari masjid tersebut juga boleh digunakan untuk membangun masjid lain. 


Pondok dan sumur wakaf hukumnya sama dengan masjid, yakni boleh memindah material rusak dan hasil dari wakaf ke sesamanya, tidak ke lain jenisnya, kecuali bila tidak ditemukan sejenisnya, maka boleh diberikan ke jenis yang lain karena darurat. 


رَوْضَةُ الطَّالِبِيْنَ وَعُمْدَةُ الْمُفْتِيْنَ الجزء الخامس صـ 357
حُصْرُ الْمَسْجِدِ إِذَا بَلِيَتْ وَنُحَاتَةُ أَخْشَابِهِ إِذَا نَخَرَتْ، وَأَسْتَارُ الْكَعْبَةِ إِذَا لَمْ يَبْقَ فِيهَا مَنْفَعَةٌ وَلَا جَمَالٌ، فِي جَوَازِ بَيْعِهَا وَجْهَانِ: أَصَحُّهُمَا: تُبَاعُ لِئَلَّا تَضِيعَ وَتُضَيِّقَ الْمَكَانَ بِلَا فَائِدَةٍ، وَالثَّانِي: لَا تُبَاعُ بَلْ تُتْرَكُ بِحَالِهَا أَبَدًا


Artinya: Tikar masjid yang sudah rusak, pahatan kayu yang sudah rapuh dan selambu ka'bah yang tidak dimanfaatkan lagi serta tidak layak, hukum menjualnya terdapat dua pendapat, menurut pendapat al-Ashah barang tersebut boleh dijual supaya tidak disia-siakan dan tidak memenuhi tempat yang tidak ada faedahnya. Dan pendapat yang kedua barang tersebut tidak boleh dijual akan tetapi dibiarkan apa adanya.


تُحْفَةُ الْمُحْتَاجِ الجزء السادس ص: 282 دار صادر
(وَالْأَصَحُّ جَوَازُ بَيْعِ حُصْرِ الْمَسْجِدِ إذَا بَلِيَتْ وَجُذُوعِهِ إذَا انْكَسَرَتْ) أَوْ أَشْرَفَتْ عَلَى الِانْكِسَارِ (وَلَمْ تَصْلُحْ إلَّا لِلْإِحْرَاقِ) لِئَلَّا تَضِيعَ فَتَحْصِيلُ يَسِيرٍ مِنْ ثَمَنِهَا يَعُودُ عَلَى الْوَقْفِ أَوْلَى مِنْ ضَيَاعِهَا وَاسْتُثْنِيَتْ مِنْ بَيْعِ الْوَقْفِ لِأَنَّهَا صَارَتْ كَالْمَعْدُومَةِ وَيُصْرَفُ ثَمَنُهَا لِمَصَالِحِ الْمَسْجِدِ إنْ لَمْ يَكُنْ شِرَاءَ حَصِيرٍ أَوْ جُذُوعٍ بِهِ وَأَطَالَ جَمْعٌ فِي الِانْتِصَارِ لِلْمُقَابِلِ أَنَّهَا تَبْقَى أَبَدًا نَقْلًا وَمَعْنًى، وَالْخِلَافُ فِي الْمَوْقُوفَةِ وَلَوْ بِأَنْ اشْتَرَاهَا النَّاظِرُ وَوَقَفَهَا بِخِلَافِ الْمَمْلُوكَةِ لِلْمَسْجِدِ بِنَحْوِ شِرَاءِ فَإِنَّهَا تُبَاعُ جَزْمًا وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ وَلَمْ تَصْلُحْ إلَخْ مَا إذَا أَمْكَنَ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْهُ نَحْوَ أَلْوَاحٍ فَلَا تُبَاعُ قَطْعًا بَلْ يَجْتَهِدُ الْحَاكِمُ وَيَسْتَعْمِلُهُ فِيمَا هُوَ أَقْرَبُ لِمَقْصُودِ الْوَاقِفِ قَالَ السُّبْكِيُّ حَتَّى لَوْ أَمْكَنَ اسْتِعْمَالُهُ بِإِدْرَاجِهِ فِي آلَاتِ الْعِمَارَةِ امْتَنَعَ بَيْعُهُ فِيمَا يَظْهَرُ وَقَدْ تَقُومُ قِطْعَةُ جِذْعٍ مَقَامَ آجُرَّةٍ، وَالنُّحَاتَةُ مَقَامَ التُّرَابِ وَيُخْتَلَطُ بِهِ أَيْ: فَيَقُومُ مَقَامَ التِّبْنِ الَّذِي يُخْلَطُ بِهِ الطِّينُ


Artinya: “Menurut pendapat ‘ashah’ adalah diperbolehkannya menjual karpet-karpet dan batang kayu milik masjid jika bendanya telah rusak, robek atau hampir robek dan tidak layak pakai kecuali untuk dibakar. Agar tidak sia-sia begitu saja, maka mendapatkan sedikit pemasukan (dari penjualan di atas) yang dimasukkan (ke dalam kas) wakaf, tentu lebih baik. Dan hal ini dikecualikan dari (larangan) penjualan benda wakaf, karena dihukumi seolah tidak ada, dan keuntungannya dialokasikan untuk kemaslahatan masjid jika tidak mungkin untuk dibelikan karpet dan batang kayu lagi. Dan khilaf ulama terjadi pada benda-benda yang diwakafkan, meskipun telah dibeli oleh pihak yang menanganinya (nadzir) lalu mewakafkannya. Berbeda halnya dengan inventarisir milik masjid yang diperoleh dengan cara membeli, maka sudah pasti boleh dijual kembali”.


Catatan:

  1. Penjelasan atau uraian di atas merupakan hasil bahtsul masail yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang (PC) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Jombang.
  2. Sumber yang dijadikan referensi dalam membahas topik terkait, sebagian tidak diterjemahkan secara utuh, hanya menerjemahkan poin-poin penting yang langsung menjelaskan topik.


Bahtsul Masail Terbaru