Amaliyah NU

Anjuran Mandi dan Memakai Wewangian di Malam Lailatul Qadar

Sabtu, 22 Maret 2025 | 17:27 WIB

Anjuran Mandi dan Memakai Wewangian di Malam Lailatul Qadar

Ilustrasi shower saat digunakan mandi di malam lailatul qadar. (Foto: Freepik)

Di malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan ini menyimpan berbagai keutamaan dan amalan sunnah yang dapat dilaksanakan. Salah satunya adalah mandi malam, tradisi yang dianjurkan oleh ulama salaf dan sesuai dengan riwayat hadits.


Melansir dari NU Online, banyak riwayat yang menyebutkan adanya anjuran mandi di malam lailatul qadar, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya, Lathaiful Ma'arif.


Setidaknya ada 5 riwayat yang menganjurkan hal tersebut, yakni sebagai berikut:


Pertama, Ibnu Jarir At-Thabari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab, mengatakan bahwa:


كانوا يستحبون أن يغتسلوا كلّ ليلة من ليالي العشر الأواخر


Artinya, "Mereka ulama salaf menyunahkan mandi pada setiap malam 10 terakhir bulan Ramadhan."


وكان النّخعيّ يغتسل في العشر كلّ ليلة، ومنهم من كان يغتسل ويتطيّب في الليالي التي تكون أرجى لليلة القدر، فأمر زر بن حبيش بالاغتسال ليلة سبع وعشرين من رمضان


Artinya, "An-Nakha'i mandi pada setiap malam 10 terakhir bulan Ramadhan. Sebagian ulama salaf ada ulama yang mandi dan memakai wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan merupakan malam lailatul qadar. Zirr bin Hubaisy memerintahkan mandi pada malam 27 Ramadhan."


Kedua, Anas bin Malik meriwayatkan mandi, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian khusus di malam ke-24 Ramadhan.


وروي عن أنس بن مالك أنه إذا كان ليلة أربع وعشرين اغتسل وتطيّب ولبس حلّة إزارا ورداء، فإذا أصبح طواهما فلم يلبسهما إلى مثلها من قابل


Artinya, "Diriwatkan dari Anas bin Malik bahwa, jika malam 24 Ramadhan beliau mandi, memakai wewangian serta mengenakan izar dan rida', dan setelah subuh beliau melipat keduanya dan tidak mengenakannya lagi sampai waktu yang sama pada tahun berikutnya."


Ketiga, Hammad bin Salmah menceritakan bahwa Tsabit Al-Banani dan Humaid Al-Thawil mengenakan pakaian terbaik, memakai wewangian, dan mengharumkan masjid di malam-malam yang diperkirakan sebagai Lailatul Qadar.


وقال حمّاد بن سلمة: كان ثابت البناني، وحميد الطويل يلبسان أحسن ثيابهما ويتطيّبان، ويطيّبون المسجد بالنّضوح والدّخنة في الليلة التي يرجى فيها ليلة القدر. وقال ثابت: كان لتميم الداريّ حلّة اشتراها بألف درهم، كان يلبسها في الليلة التي يرجى فيها ليلة القدر


Artinya, "Hammad bin Salmah berkata: "Tsabit Al-Banani dan Humaid Al-Thawil, keduanya mengenakan pakaian terbaiknya, menggunakan wewangian dan memberi wewangian masjid dengan wewangian dan asam wewangian pada malam-malam yang diharapkan merupakan malam lailatul qadar." Tsabit berkata: "Tamim Ad-Dari memiliki pakaian yang ia beli dengan 1000 dirham dan ia pakai pada malam yang diharapkan merupakan malam lailatul qadar."


Keempat, Ibnu Rajab menyimpulkan bahwa di malam-malam yang diperkirakan sebagai Lailatul Qadar, dianjurkan untuk membersihkan diri dan berhias dengan mandi, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian yang bagus, seperti halnya di hari Jumat dan hari raya.


فتبيّن بهذا أنّه يستحبّ في الليالي التي ترجى فيها ليلة القدر التنظّف والتزيّن، والتطيب بالغسل والطّيب واللباس الحسن، كما يشرع ذلك في الجمع والأعياد


Artinya, "Dengan ini menjadi jelas bahwa disunahkan pada malam-malam yang diharapkan merupakan malam lailatul qadar untuk membersihkan diri dan berhias, yaitu dengan mandi, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian yang bagus. Semua itu sebagaimana disyariatkan mandi dalam perkumpulan dan hari raya." (Ibnu Rajab, Lathaiful Ma'arif, [Beirut, Darul Ibnu Hazm, 2004], halaman 336-337).


Kelima, Syekh Abdullah bin Muhammad bin As-Shiddiq Al-Ghumari, seorang ahli hadits abad ke-20, menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw mandi di 10 malam terakhir Ramadhan karena keutamaan Lailatul Qadar.


Beliau mengutip hadits dari Aisyah ra, yang menyatakan bahwa Rasulullah saw mandi di antara waktu Maghrib dan Isya' di 10 malam terakhir Ramadhan.


كان رسول الله إذا كان رمضان قام ونام، فإذا دخل العشر شدّ المئزر، واجتنب النساء، واغتسل بين الأذانين، وجعل العشاء سحورا


Artinya, "Rasulullah saw pada bulan Ramadhan mendirikan malamnya dan tidur. Apabila masuk 10 malam akhir Ramadhan beliau mengikat kuat izarnya, menjauhi istri, mandi di antara dua azan (Magrib dan Isya') dan melakukan shalat isya pada waktu sahur." (Abdullah bin Muhammad bin As-Shiddiq Al-Ghumari, Ghayatul Ihsan fi Fadhli Zakatil Fitri ea Fadhli Ramadhan, [Beirut, 'Alamul Kutub: 1985], halaman 59).


Kesimpulannya, berdasarkan 5 riwayat tersebut, dianjurkan untuk mandi di 10 malam terakhir Ramadhan atau di malam Lailatul Qadar, serta berhias dengan memakai wewangian dan mengenakan pakaian yang bagus, sebagaimana yang dilakukan oleh ulama salaf.