Suami-Istri Berhubungan Badan Siang Hari di Bulan Ramadhan, Siapa yang Dapat Hukuman?
Jumat, 14 Maret 2025 | 10:01 WIB
Feni Kusumaningrum
Kontributor
Dalam agama Islam, hubungan suami-istri (jima') di siang hari bulan Ramadhan termasuk hal yang dilarang dan dapat membatalkan puasa. Pelaku hubungan badan tersebut juga diwajibkan untuk membayar kaffarat sebagai bentuk penebusan dosa. Namun, larangan ini tidak berlaku jika hubungan badan dilakukan pada malam hari setelah waktu berbuka puasa.
Muncul pertanyaan, apakah istri yang melakukan hubungan badan di siang hari juga wajib membayar kaffarat, atau hanya suami saja?
Dilansir dari Suami-Istri Melakukan Hubungan Siang Hari, Siapa yang Didenda? yang ditulis oleh Mahbub Ma’afi Ramdlan, para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam persoalan ini.
Pendapat pertama, mazhab Hanafi dan Maliki: Istri yang melakukan hubungan badan dengan suami di siang hari Ramadhan wajib membayar kaffarat. Alasannya, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai pelanggaran yang merusak puasa, dan keduanya (suami dan istri) terlibat dalam pelanggaran tersebut.
Pendapat kedua, mazhab Syafi'i dan Dawud azh-Zhahiri: Istri tidak wajib membayar kaffarat. Alasannya, karena dalam hadis Rasulullah SAW, hanya suami yang diperintahkan untuk membayar kaffarat jika melakukan hubungan badan dengan istri di siang hari Ramadan.
Hal di atas sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Rusyd sebagai berikut,
وَأَمَّا الْمَسْأَلَةُ الثَّالِثَةُ : وَهُوَ اخْتِلَافُهُمْ فِي وُجُوبِ الْكَفَّارَةِ عَلَى الْمَرْأَةِ إِذَا طَاوَعَتْهُ عَلَى الْجِمَاعِ فَإِنَّ أَبَا حَنِيفَةَ وَأَصْحَابَهُ وَمَالِكًا وَأَصْحَابَهُ أَوْجَبُوا عَلَيْهَا الْكَفَّارَةَ وَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَدَاوُدُ: لَا كَفَّارَةَ عَلَيْهَا.
Artinya, “Adapun masalah ketiga: yaitu perselisihan mereka (para ulama) tentang kewajiban membayar kaffarat bagi seorang perempuan yang melakukan jima` dengan suaminya maka Abu Hanifah beserta para pengikutnya dan Imam Malik beserta para pengikutnya mewajibkan ia membayar kaffarat. Sedang menurut Imam Syafi'i dan Imam Dawud azd-Zhahiri, tidak ada kewajiban kaffarat baginya.” (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Mesir-Musthafa al-Babi al-Halabi, 1395 H/1975 M, h. 204)
Kaffarat yang wajib dilakukan yaitu, membebaskan budak. Jika tidak mampu, berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dan jika masih tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin.
Namun sebaiknya, ikuti pendapat pertama yang mewajibkan kaffarat bagi istri, karena pendapat ini lebih berhati-hati dan mencakup pendapat kedua. Selain itu, pendapat ini juga dianut oleh mayoritas ulama.
Puasa adalah sarana untuk menahan diri dari hal-hal yang sebenarnya dihalalkan, termasuk hubungan suami istri di siang hari. Jika merasa sulit menahan diri, sebaiknya hindari pertemuan yang intens dengan pasangan di siang hari selama bulan Ramadhan.
Terpopuler
1
Latih Jiwa Kewirausahaan Siswa, RA-MI Gondekan, Jombang Gelar Bazar Tahunan
2
Pengajian Rutin Muslimat NU Diwek: Thalabul Ilmi dan Gerakkan Ekonomi Keluarga
3
Beberapa Doa agar Resepsi Pernikahan Berjalan Lancar
4
Ibnu Atoillah, Kaligrafer Muda Jombang Yang Berhasil Masuk Nominasi IRCICA Turki 2025
5
Sepak Terjang Farida Mawardi, Memimpin Organisasi Pelajar Putri NU di Masa Sulit (Periode 1963-1966)
6
Pra-Bahtsul Masail: LF PBNU Susun Standar Penerimaan Laporan Rukyat
Terkini
Lihat Semua