Agus Salim dan keluarganya saat diundang di podcast Denny Sumargo memberikan keterangan terkait peristiwa yang dialaminya. (Foto: Tangkapan layar Youtube Denny Sumargo)
Ahmad Faiz
Penulis
Masih kuat di ingatan kita, tentang seseorang orang yang mengaku menjadi buta setelah disiram air keras oleh temannya. Dengan kisah sedih yang dimilikinya, dia setuju melakukan penggalangan dana.
Penggalangan itu sudah dibuka sejak bulan September 2024 lalu dan berhasil meraup hingga Rp1,5 miliar. Namun sayangnya, menurut beberapa sumber ada dugaan penyalahgunaan atas donasi tersebut. Uang yang seharusnya untuk berobat malah digunakan untuk hal lainnya.
Lantas, bagaimanakah sebenarnya kajian fikih menyikapi masalah demikian?
Secara kajian fikih, donasi termasuk dalam kategori akad hibah. Secara konsep, hibah dapat dibagi menjadi dua bagian. Hibah mutlaqoh (tidak ditentukan penggunaannya oleh pemberi) dan hibah muqoyyadah (hibah yang ditentukan penggunaannya).
Untuk yang pertama, penerima boleh menggunakan donasi itu sesuka hatinya. Namun untuk hibah kedua penerima hanya boleh menggunakan donasi itu sesuai dengan tujuan orang yang berdonasi tidak boleh digunakan untuk selainnya.
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, Imam Ibnu Hajar Al Haitami menyebutkan:
(فَرْعٌ) أَعْطَى آخَرَ دَرَاهِمَ لِيَشْتَرِيَ بِهَا عِمَامَةً مَثَلًا وَلَمْ تَدُلَّ قَرِينَةُ حَالِهِ عَلَى أَنَّ قَصْدَهُ مُجَرَّدُ التَّبَسُّطِ الْمُعْتَادِ لَزِمَهُ شِرَاءُ مَا ذُكِرَ وَإِنْ مَلَكَهُ؛ لِأَنَّهُ مِلْكٌ مُقَيَّدٌ يَصْرِفُهُ فِيمَا عَيَّنَهُ الْمُعْطِي
Artinya, "Bila ada seseorang memberikan uang kepada orang lain dengan tujuan untuk membeli serban (misalnya) dan tidak terdapat indikasi bahwa tujuannya hanya sebatas gurauan. Maka penerima wajib menggunakan uang itu hanya untuk membeli serban, walaupun dia telah memilikinya. Sebab kepemilikan dibatasi hanya untuk hal-hal yang telah di tentukan oleh pemberi". (Juz 5 hal. 165)
Selanjutnya, bila penerima wafat dan belum sempat menggunakannya, maka kepemilikannya berpindah kepada ahli waris dengan status menjadi kepemilikan mutlak, artinya ahli waris tidak harus menggunakan sesuai dengan tujuan pendonasi lagi.
Masih dalam kitab dan halaman yang sama, Imam Ibnu Hajar Al Haitami melanjutkan:
وَلَوْ مَاتَ قَبْلَ صَرْفِهِ فِي ذَلِكَ انْتَقَلَ لِوَرَثَتِهِ مِلْكًا مُطْلَقًا كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِزَوَالِ التَّقْيِيدِ بِمَوْتِهِ
Artinya, "Ketika penerima wafat sebelum menggunakan uang tersebut, maka kepemilikannya pindah ke ahli waris dengan status kepemilikan mutlak. Karena dengan kematiannya maka pembatasan penggunaan uang tadi menjadi hilang".
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa donasi yang telah ditentukan peruntukannya oleh orang yang memberi harus digunakan sesuai tujuan pemberi tidak boleh digunakan untuk hal lain. Wallahu a'lam bishshawab.
*Ahmad Faiz, Redaktur Keislaman NU Online Jombang, Pengajar di Pesantren Tarbiyatunnasyiin, Paculgowang, Jombang.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Rajab, Isra' Mi'raj, dan Kesungguhan Tingkatkan Kualitas Shalat
2
Prof KH Ridwan Nasir Mustasyar PWNU Jatim Sosok Komplet, Santri, Kiai, dan Akademisi
3
Khutbah Jumat: Menembus Pintu Rahmat Allah
4
7 Amalan di Pertengahan hingga Akhir Bulan Rajab
5
Harlah Ke-8 JRA Jombang Jadi Momen Perkuat Ukhuwah Bagi Para Praktisi
6
Jadi Titik Penyebaran PMK Paling Rawan, Pasar Hewan di Jombang akan Ditutup Sementara
Terkini
Lihat Semua