Feni Kusumaningrum
Kontributor
Kebiasaan umat Islam di Indonesia saat Hari Raya Idul Fitri, saling mengunjungi keluarga, tetangga, teman kerja, dan kenalan lainnya. Kegiatan ini disebut hablum minannas, yang artinya menjaga hubungan baik antarmanusia, sebagai penyeimbang ibadah hablum minallah (hubungan dengan Allah) selama Ramadhan.
Melansir dari Hukum Batalkan Puasa Saat Silaturahim Lebaran, banyak umat Islam yang melanjutkan dengan berpuasa sunnah selama enam hari di bulan Syawal. Dasar dari sunnahnya puasa ini adalah hadits Nabi Muhammad,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ
Artinya, “Siapa saja yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian menyusulnya dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka seperti puasa setahun penuh.” (HR Muslim).
Namun, terkadang semangat untuk berpuasa sunnah di bulan Syawal ini bisa terhambat ketika sedang bersilaturahim. Biasanya, tuan rumah sudah menyiapkan berbagai macam makanan khas Lebaran.
Dalam situasi seperti ini, ada contoh menarik dari Nabi Muhammad saw. Ketika ada sahabat yang tetap ingin berpuasa sunnah saat dijamu makan, Nabi bersabda:
يَتَكَلَّفُ لَكَ أَخُوكَ الْمُسْلِمُ وَتَقُولُ إنِّي صَائِمٌ، أَفْطِرْ ثُمَّ اقْضِ يَوْمًا مَكَانَهُ
Artinya, “Saudara Muslimmu sudah repot-repot (menyediakan makanan) dan kamu berkata, ‘Saya sedang berpuasa?’ Batalkanlah puasamu dan qadha’lah pada hari lain sebagai gantinya.” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi)
Kemudian dari sinilah para ulama merumuskan, ketika tuan rumah keberatan atas puasa sunnah tamunya, maka hukum membatalkan puasa sunnah baginya untuk menyenangkan hati (idkhalus surur) tuan rumah adalah sunnah karena perintah Nabi saw dalam hadits tersebut.
Dari hadits di atas, para ulama menyimpulkan bahwa jika tuan rumah keberatan atas puasa sunnah tamunya, maka membatalkan puasa sunah tersebut untuk menyenangkan hati tuan rumah (idkhalus surur) hukumnya sunnah. Ini karena ada perintah dari Nabi SAW dalam hadits tersebut.
Bahkan, dalam kondisi seperti ini, pahala membatalkan puasa dikatakan lebih besar daripada pahala berpuasa.
Dalam hal ini, Ibnu Abbas RA berkata:
Baca Juga
Benarkah Makruh Menikah di Bulan Syawal?
مِنْ أَفْضَلِ الْحَسَنَاتِ إِكْرَامُ الْجُلَسَاءِ بِالْإِفْطَارِ
Artinya, “Di antara kebaikan yang paling utama adalah memuliakan teman semajelis dengan membatalkan puasa (sunnah).” (Lihat Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 14).
Kesimpulannya adalah, ketika ingin menjalankan puasa sunnah di bulan Syawal saat bersilaturahim Lebaran, sebaiknya perhatikan apakah tuan rumah keberatan atau tidak dengan puasa kita. Jika tuan rumah tidak keberatan, kita boleh tetap berpuasa. Namun, jika tuan rumah merasa tidak enak hati, maka lebih baik kita makan hidangan yang disuguhkan dan mengganti puasa sunnah tersebut di hari lain di bulan Syawal.
Terpopuler
1
Menag Sebut Haji 2025 Berpotensi Menjadi Haji Akbar
2
Santri Tahfiz Diwisuda, Nyai Machfudhoh Tekankan Jaga Hafalan dan Akhlak Mulia
3
Sambut Harlah Ke-91, Ansor Jombang Jaga Kekompakan Kader lewat Halal Bihalal
4
Halal Bihalal LTN MWCNU Diwek: Pompa Spirit Baru Tingkatkan Literasi dan Komitmen Rampungkan Buku
5
NU Jombang, Cabang NU Pertama: Proses Pendirian, Tokoh Penting, dan Susunan Pengurusnya
6
IPNU-IPPNU Sambongdukuh Resmi Dilantik, Upgrading Pengurus dan Program Jadi Harapan
Terkini
Lihat Semua