Syariah

Hukum dan Ketentuan Ibadah Kurban agar Sah

Jumat, 16 Mei 2025 | 10:38 WIB

Hukum dan Ketentuan Ibadah Kurban agar Sah

Ilustrasi binatang kurban. (Foto: Freepik)

Secara etimologi, kata kurban berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat, menurut Ibn Manzhur. Maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan sebagian perintahya.


Sebagaimana kutipan dalam NU Online, kurban istilah agamanya disebut “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari kata “dhaha” (waktu dhuha), yaitu sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Dari sini muncul istilah Idul Adha.


Jadi yang dimaksud kata kurban atau udhhiyah dalam pengertian syara' ialah menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah di Hari Raya Haji atau Idul Adha dan tiga Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. 


Hukum dan Keutamaan Kurban
Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkad atau sunnah yang dikuatkan. Nabi Muhammad saw tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. 


Ibadah kurban sebagai sunnah muakkad menurut madzhab Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).


Menurut Zain al-Arab, ibadah yang paling utama pada hari raya Idul Adha ialah menyembelih hewan untuk kurban karena Allah. Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh.


Ada sebuah riwayat dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).


Kriteria Hewan Kurban
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. 


Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).  


Agar ibadah kurbannya sah menurut syariat, hendaknya memperhatikan kriteria-kriterianya:


a. Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’).  

b. Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.   

c. Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.   

d. Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.


Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat.


  أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى  


Artinya, “Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420).


Ada beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya ibadah kurban, yaitu; Hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya. Hal ini dikarenakan cacat yang tidak mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat bathin).


Adapun cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tetap tidak sah untuk dijadikan kurban. Hal ini dikarenakan cacat yang mengakibatkan dagingnya berkurang atau cacat fisik, (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243). 


Ketentuan Kurban
Berkurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang. 


عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ  


Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123)


Waktu Pelaksanaan Kurban
Waktu menyembelih kurban dimulai seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan pembagian daging kurban dibagi menjadi tiga bagian dan tidak mesti harus sama rata. 


Ketiga bagian itu, (1) untuk fakir miskin, (2) untuk dihadiahkan, dan (3) untuk dirinya sendiri dan keluarga secukupnya. Dengan catatan, porsi untuk dihadiahkan dan untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari sepertiga daging kurban. Meskipun demikian memperbanyak pemberian kepada fakir miskin lebih utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).