• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 3 Mei 2024

Nasional

Emosional karena Berbeda Pilihan Politik Itu Berbahaya

Emosional karena Berbeda Pilihan Politik Itu Berbahaya
Ketua PBNU Gus Ulil. (Foto: NU Online)
Ketua PBNU Gus Ulil. (Foto: NU Online)

NU Online Jombang,

Di dalam agama Islam, penunjukkan seseorang sebagai pemimpin dianggap sebagai salah satu tugas agama. Karena Islam sebagaimana karakternya yang menginginkan arah kehidupan sosial dan perilaku manusia agar sesuai dengan tatanan syariat. Maka, membentuk kekuasaan dan memilih pemimpinnya adalah salah satu upaya sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan tersebut.

 

Dalam hal ini, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla menegaskan bahwa yang paling penting dalam kehidupan berbangsa adalah persatuan umat dalam mewujudkan cita-cita bersama. Sehingga urusan politik, seperti pemilu, jangan sampai menjadi faktor yang membuat persatuan lemah.

 

"Kita tidak boleh lengah dari tujuan besar ini, pemilu adalah sarana untuk mencapai cita-cita besar Indonesia menjadi negara maju dan masyarakatnya sejahtera," ujarnya seperti dikutip dari akun YouTube NU Online, Jum'at (17/11/2023).

 

Ia juga mengingatkan kembali imbauan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam berbagai kesempatan agar masyarakat tidak terpengaruh oleh aspirasi politik yang berbeda hingga mengakibatkan perpecahan.

 

Karena bagi Nahdlatul Ulama, lanjut Gus Ulil, yang paling penting adalah agar umat mampu melewati fase ini dengan selamat dan tidak terjadi polarisasi emosional akibat pilihan politik yang berbeda.

 

Ia menambahkan dalam Munas dan Konbes NU 2023, PBNU telah mengeluarkan rekomendasi politik, antara lain; bahwa perbedaan pilihan dan aspirasi politik jangan sampai menimbulkan perpecahan di tengah-tengah umat. Karena pemilu adalah sarana bagi warga negara untuk terlibat aktif dalam mengelola kehidupan bernegara.

 

"Jadi ini bagian dari civic engagement (keterlibatan masyarakat) di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, itu yang paling penting, pilihan politiknya berbeda itu jangan sampai menjadi faktor yang membuat orang lengah," ungkapnya.

 

Lebih lanjut, Gus Ulil juga menyoroti fenomena perkembangan politik di Indonesia masih terpaku pada aspek individual, yang menjadi perhatian adalah siapa calon pemimpinnya. Menurutnya, kultur politik yang ada masih belum mampu mendidik publik untuk mengkritisi dan mengkaji lebih dalam gagasan yang dibawa oleh masing-masing calon.

 

"Memang salah satu perkembangan politik kita yang agak menyedihkan itu terlalu terpaku kepada tokoh. Kurang banyak mengeksplorasi atau mendidik untuk melihat secara lebih kritis, secara lebih dalam lagi apa yang ditawarkan oleh masing-masing calon kita," terang Kiai yang juga menantu Gus Mus itu.

 

Kemudian, Gus Ulil juga mengingatkan bahwa makna doktrin politik Ahlussunah wal Jamaah untuk mengangkat seorang pemimpin itu tidak sekadar memilih calon pemimpin, tetapi juga kita berkewajiban untuk terlibat aktif dalam politik dengan mengemukakan pendapat mengenai bagaimana seharusnya negara ini dikelola ke depan.

 

"Sesuai doktrin Ahlussunah wal Jamaah, mengangkat seorang Imam yaitu penguasa itu wajib. Nah, ini tidak sekedar maknanya adalah mencoblos calon presiden, tapi juga kita perduli kepada apa yang mereka perjuangkan," tutupnya.

 

Kontributor: Muhammad Rizky Fadillah


Nasional Terbaru