• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 2 Mei 2024

Daerah

11 TAHUN NU ONLINE JOMBANG

Ini Penjelasan Kiai Rijal Soal Penempatan Posisi Politik dalam NU

Ini Penjelasan Kiai Rijal Soal Penempatan Posisi Politik dalam NU
Kiai Ahmad Samsul Rijal, mewakili Tokoh NU menjadi nara sumber dalam Dialog Publik bertajuk Milenial Penentu Arah Bangsa, Sabtu (04/03/2023). Foto: Dok NU Online Jombang
Kiai Ahmad Samsul Rijal, mewakili Tokoh NU menjadi nara sumber dalam Dialog Publik bertajuk Milenial Penentu Arah Bangsa, Sabtu (04/03/2023). Foto: Dok NU Online Jombang

NU Online Jombang,

Kiai Ahmad Samsul Rijal mengatakan, di dalam NU dalam hal menempatkan posisi politik itu ada 3. Yaitu memposisikan politik sebagai ghayah (tujuan.Red), musibah, dan wasilah (perantara.Red). 

 

"Kalau memposisikan politik sebagai ghayah, maka isinya adalah bancakan, pesta. Pesta demokrasi atau pesta politik ini konotasinya pasti nanti sedikit banyak akan menginspirasi masyarakat. Ini tahun-tahun politik wes wayahe entuk. Begitu kalau meletakkan politik sebagai ghayah," katanya saat hari lahir (harlah) ke-11 NU Online Jombang di Universitas Wahab Hasbullah Jombang.

 

Kalau seperti itu, lanjut dia, maka orientasinya yang terjadi selanjutnya adalah ihtiyal atau tertipu daya. Kalau sudah ihtiyal, yang terjadi kemudian adalah politicing, segala hal dikemas sebagai politik.

 

"Maka tidak heran 2019 itu banyak hoax, banyak citra yang dikembangkan banyak hal-hal sensitif yang kemudian menjadi pemicu benturan dan sekaligus perpecahan di antara masyarakat," ujarnya.

 

Yang kedua, lanjut Kiai Rijal, ada yang memposisikan politik sebagai musibah. Karena berkali-kali pemilu itu tidak pernah berhasil, yang miskin tetap miskin. Sehingga yang dilihat adalah politik 5 tahun sekali adalah musibah. 

 

"Kalau sudah seperti itu, maka yang terjadi kemudian, politik itu selalu meletakkan posnya secara terpaksa. Kalau tidak seperti itu, yang terjadi adalah uzlah. Tidak berpolitik, tidak usah ikut-ikutan. Inilah yang tidak baik," katanya. 

 

Kalau sudah terjadi uzlah, maka karakter orang seperti ini adalah apolitis. Ini pun pada akhirnya yang terjadi adalah mafsadah. 

 

Kemudian lanjutnya, yang terbaik ialah melihat politik sebagai wasilah (perantara.Red), sebagai instrumen untuk mengantarkan kita untuk beribadah. Maka orientasinya adalah ibadah. 

 

"Kalau kita melihat politik sebagai wasilah, maka yang terjadi di kita adalah perjuangan. Maka politik itu berjuang. Kita ingin mengantarkan orang terbaik yang dalam pandangan kita, kita perjuangkan supaya mendongkrak posisi yang memang tepat untuk melahirkan kebijakan yang tepat," jelasnya. 

 

Kalau orientasinya seperti itu maka isinya adalah ibadah. Bukan lagi kegiatan biasa. Maka tatacara berpola menjadikan wasilah adalah akhlakul karimah (cara-cara yang terbaik.Red). 

 

"Kalau sudah seperti ini maka pada akhirnya yang terjadi adalah maslahah (kebaikan.Red). Nah sekarang tinggal bagaimana kita mau meletakkan di mana politik ini," pungkasnya.


Daerah Terbaru