• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 29 Maret 2024

Daerah

11 TAHUN NU ONLINE JOMBANG

Kiai Rijal: NU Harus Berpolitik, Tapi Tidak Bisa Jadi Bagian dari Partai Politik

Kiai Rijal: NU Harus Berpolitik, Tapi Tidak Bisa Jadi Bagian dari Partai Politik
Kiai Ahmad Samsul Rijal dalam dialog publik bertajuk Milenial Penentu Arah Bangsa di Unwaha Jombang. Foto: Dok NU Online Jombang
Kiai Ahmad Samsul Rijal dalam dialog publik bertajuk Milenial Penentu Arah Bangsa di Unwaha Jombang. Foto: Dok NU Online Jombang

NU Online Jombang,

Politik bagi NU, menurut Kiai Ahmad Samsul Rijal bila memahami perjalanan NU sekurang-kurangnya ada 4 manhaj dalam politik NU. Hal ini disampaikannya dalam acara hari lahir (harlah) ke-11 NU Online Jombang di Universitas Wahab Hasbullah (Unwaha).

 

"Di saat Hadratussyaikh Mbah Hasyim Asy'ari peran politiknya seperti apa, pada saat Mbah Wahab Hasbullah seperti apa, Mbah Bisri Syansuri seperti apa, hingga Gus Dur pada 1984 sampai 2010. Pasca itu belum ada manhaj lagi soal sikap dan pandangan politik," terangnya. 

 

Oleh karenanya, agak susah sekarang ini posisi dan peran NU mau menggunakan pendapat siapa. Paling benar adalah bahwa NU tidak berpolitik praktis, bahwa NU kembali kepada khittah 1926.

 

"Namun, keempat manhaj ini meletakkan politik begitu penting. Ketika NU meletakkan diri sebagai penjaga NKRI, NU memilik sikap yang jelas dalam posisinya sebagai pejuang kemerdekaan yang turut merumuskan Pancasila," katanya. 

 

Di sisi lain, lanjut Kiai Rijal, semua keputusan politik, semua kebijakan di Indonesia ini, semua perubahan pastilah dilakukan dengan mekanisme politik. 

 

"Bayangkan kalau NU tidak berpolitik maka hal-hal besar itu pasti dipikirkan dan ditentukan oleh orang lain. Ini yang tidak diharapkan oleh Hadratussyaikh," ujarnya. 

 

Ada ungkapan dan dawuh Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari pada saat kongres di Purwokerto pada 1946. Bahwa NU harus berpolitik, harus mengambil peluang itu. Karena kalau tidak, maka hal-hal besar mengenai umat semacam ini akan dirumuskan dan diputuskan oleh pihak lain. 

 

Kemudian di dalam NU, politiknya dikenal dengan pertama, ada politik wathaniyah, politik kebangsaan. Yang kedua, politik sya'biyah, politik kerakyatan. Dan NU berusaha menghilangkan politik mahdhah, politik yang sifatnya paling umum, politik praktis yang 5 tahun sekali pasti pergantian dan terjadi rebutan jabatan. 

 

"Tapi sekali lagi perjuangan politik NU tidak sebagaimana perjuangan politik oleh partai politik dan gerakan-gerakan seperti organisasi yang lain. Karena di dalam NU itu as-siyasah mabniyyatun ala aqidadiyah bahwa politik NU itu mencerminkan terhadap akidahnya," jelasnya, Sabtu (04/03/2023)

 

Bila melihat secara keseluruhan, lanjutnya, NU memang harus berpolitik karena pergantian kepemimpinan dalam pandangan NU adalah dalam rangka melanjutkan tugas-tugas kenabian. Dan dalam rangka menjaga kedaulatan agama sekaligus menjaga kedaulatan dunia.

 

"Bahwa karena bangsa ini pun mengatur urusan keagamaan, kalau NU tidak terlibat dalam penjagaan itu, maka habislah agama. Maka jangan salahkan ada pergeseran orientasi orang beragama, Jika NU tidak masuk," paparnya 

 

Menurutnya, kunci politik NU tidak seperti partai politik dan tidak bisa menjadi bagian partai politik.

 

"Meski tidak menjadi bagian dari Partai Politik, NU harus bersikap secara politik untuk keperluan menjalankan tugas dan kewajiban NU," tandasnya.


Daerah Terbaru