• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 27 April 2024

Hikmah

Fatwa-Fatwa Nabi Muhammad di Hadapan Sahabatnya saat akan Menjumpai Ramadhan

Fatwa-Fatwa Nabi Muhammad di Hadapan Sahabatnya saat akan Menjumpai Ramadhan
Ilustrasi bulan Ramadhan. (Foto: Freepik)
Ilustrasi bulan Ramadhan. (Foto: Freepik)

Saat menjelang bulan suci Ramadhan, Nabi Muhammad shallallahualahi wasallam memberikan fatwa di hadapan para sahabat. Fatwa yang dilaksanakan pada penghujung bulan Sya’ban tersebut berisi mengenai keistimewaan bulan suci Ramadhan dan anjuran untuk umat Islam meningkatkan penghambaan kepada Allah swt serta kepedulian sosial. 


Mengawali dari fatwanya, Rasulullah memberikan sapaan kepada para sahabat “ ayyuhannâs” (wahai manusia). Hal tersebut menandakan bahwa fatwa berlaku untuk seluruh umat, tidak hanya untuk kaum Muslimin saja. Berikut ini isi lengkap fatwa Rasulullah tersebut:


أَيُّهَا الَّناسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُباَرَكٌ، شَهْرٌ فِـيْهِ لَيْلَةٌ  خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ اللهُ صِياَمَهُ فَرِيْضَةً وَ قِياَمَ لَيْلَهُ تَطَـوُّعاً مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ  وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ  وَهُوَ شَهْرُ الصَّـبْرِ  وَالصَّـبْرُ  ثَـوَابُهُ الْجَنَّةُ وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ وَ شَهْرٌ يَزْدَادُ فِـيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِـيْهِ  صَائِماً كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ  وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ وَ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقُصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ قَالُوْا لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ،  فَقَالَ : يُعْطِي اللهُ هَذَا الثَّوَابَ مَن فَطَّرَ صَائِماً عَلىَ تَمْرَةٍ  أَوْ شُرْبَةِ مَاءٍ  أَوْ مذَقَّةِ  لَبَنٍ وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتــْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْكِهِ غَفَرَ اللهُ  لَهُ  وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ وَاسْتَكْثَرُوْا فِـيْهِ مِن أَرْبَـعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا ربَّكُمْ وَخَصْلَتَيْنِ لاَ غِنىَ  بِكُمْ عَنْهُمَا فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتاَنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا ربَّكُمْ فَشَهَادَةُ  أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللهُ  وَ تَسْتَغْفِرُوْنَهُ  وَأَمَّا اللَّتاَنِ  لاَ غِنىَ بِكُمْ عَنْهُمَا فَـتَسْأَلُوْنَ اللهَ الْجَنَّةَ  وَ تَـعُوْذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ وَ مَنْ أَشْبَعَ فِـيْهِ صَائِماً سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِيْ شُرْبَةً  لاَ يَظْمَأُ حَتَى يَدْخُلَ اْلجَنَّةَ


Artinya, “Wahai manusia, sungguh bulan agung dan penuh berkah telah menaungi kalian. Bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Pada bulan itu, Allah menjadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan qiyam atau shalat di malam harinya sebagai ibadah sunnah. Siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebajikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan kewajiban di bulan lain. Siapa yang mengerjakan suatu kewajiban dalam bulan Ramadhan tersebut, maka sama dengan menjalankan tujuh puluh kewajiban di bulan lain.”


“Ramadhan itu adalah bulan kesabaran; sedangkan ketabahan dan kesabaran, balasannya adalah surga. Ramadhan adalah bulan pertolongan. Pada bulan itu rezeki orang-orang Mukmin ditambah.” 


“Siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang  yang berpuasa di bulan itu, maka ia akan diampuni dosanya, dibebaskan dari api neraka. Orang itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut. Sedangkan pahala puasa bagi orang yang melakukannya, tidak berkurang sedikit pun.”


"Para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, tak semua dari kami memiliki makanan untuk berbuka bagi orang lain.”


"Rasulullah menjawab, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberikan sebutir kurma, atau seteguk air, atau seteguk susu.”


"Nabi melanjutkan fatwanya, “Dialah Ramadhan, bulan yang permulaannya dipenuhi dengan rahmat, periode pertengahannya dipenuhi dengan ampunan, pada periode terakhirnya merupakan pembebasan manusia dari azab neraka.”  


“Barang siapa yang meringankan beban pekerjaan pembantu-pembantu rumah tangganya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan membebaskannya dari api neraka."


“Oleh karena itu dalam bulan Ramadhan ini, hendaklah kamu sekalian dapat meraih empat bagian. Dua bagian pertama untuk memperoleh ridha Tuhanmu dan dua bagian lain adalah sesuatu yang kamu dambakan. (Untuk meraih) dua bagian yang pertama, hendaklah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. (Untuk meraih) dua bagian yang kedua hendaklah memohon (dimasukkan ke dalam) surga dan berlindung dari api neraka.”


“Siapa yang memberi minuman kepada orang yang berpuasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari telagaku, suatu minuman yang seseorang tidak akan merasa haus dan dahaga lagi sesudahnya, sehingga ia masuk ke dalam surga.” (Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah: 1780; al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman: 3455. Redaksi hadits di atas riwayat Ibn Khuzaimah).


Sebagian ahli hadits menyebutkan bahwa hadits tersebut dhaif (lemah), dikarenakan kandungannya dapat dikategorikan masih bisa untuk diamalkan yang kaitannya dengan fadhailul a’mal (keutamaan amal). Ada hadits yang lebih shahih dari keterangan yang tercantum dari hadits di atas. 


Imam Ahmad bin Hanbal menjelaskan pertanyaan tentang hadits dhaif, sebagai berikut.


الْحَدِيْثِ الضَعِيْفُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ الرَأْيِ


Artinya, “Hadits yang dhaif lebih aku cintai dari ra'yu (pendapat akal seseorang).”


Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat dalam kalimat yang lain;


  الْعَمَلُ بِالْحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ أَوْلَى مِنَ الْقِيَاسِ


Artinya, “Beramal dengan hadits yang dhaif lebih utama dari menggunakan qiyas (analogi)”.  


Hadits tersebut termuat dalam kitab yang telah ditulis oleh para ulama yang terkenal, di antaranya: Muhammad Yusuf al-Kandahlawi dalam kitab Hayah al-Shahabah, III/400–401, Imam al-Munzdiri dalam kitab al-Targhib wa al-Tarhib, I/16–17, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin Baz dalam kitab MajmuFatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, XV/44–45. Prof. Hasbi al-Shiddiqi dalam Pedoman Puasa.

 
*Keterangan ini diambil dari artikel NU Online berjudul Pidato Rasulullah Menjelang Ramadhan


Hikmah Terbaru