Syariah

Rajab Bulan Mulia: Alasan Penamaan dan 2 Sebutan Lainnya

Rabu, 8 Januari 2025 | 06:10 WIB

Rajab Bulan Mulia: Alasan Penamaan dan 2 Sebutan Lainnya

Ilustrasi bulan Rajab, salah satu bulan yang mulia dalam Islam. (Foto: Freepik)

Bulan Rajab yang termasuk dalam bulan ketujuh penanggalan Hijriah, adalah salah satu bulan yang sangat dimuliakan dalam Islam, sehingga sangat dianjurkan untuk umat Islam memperbanyak amal ibadah di bulan ini. 


Allah telah menetapkan bulan ini sebagai salah satu bulan yang mulia haram atau asyhurul hurum, penuh berkah, dan kemuliaan bagi seluruh umat Islam. Penegasan kemuliaan bulan Rajab tercantum dalam surat at-Taubah ayat 36: 

 

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

 
Artinya, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.”


Dilansir dari NU Online yang ditulis oleh Sunnatullah dijelaskan bahwa Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya, Allah swt telah memberitahukan manusia tentang adanya dua belas bulan dalam setahun. Di dalamnya ada empat bulan di antara dua belas bulan tersebut, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab, memiliki kedudukan yang sangat mulia dan dikaruniai keistimewaan oleh Allah.


Berkaitan dengan hal tersebut para ulama memberikan penjelasan mengenai asal-usul penamaan bulan Rajab serta menjelaskan tentang nama-nama lain untuk bulan Rajab, berikut penjelasannya:


Asal Usul Penamaan Bulan Rajab

Dalam salah satu kitabnya, Imam Al-Hafiz Abu Hasan bin Muhammad Hasan al-Khalal menjelaskan mengenai keutamaan bulan Rajab dengan mengutip sebuah riwayat dari Anas bin Malik, Nabi Muhammad bersabda:


قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ لِمَ سُمِيَ رَجَبَ؟ قَالَ: لأنَّهُ يُتَرَجَّبُ فِيهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ لِشَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

 
Artinya, “Dikatakan kepada Rasulullah, ‘Kenapa (bulan Rajab) dinamakan Rajab?’ Rasulullah menjawab: Karena sungguh banyak di dalamnya kebaikan untuk bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (Imam Abu Muhammad al-Khalal, Fadhailu Sayahri Rajab, [Lebanon, Beirut, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama: 1996 H/1416 H], halaman 47).


Selanjutnya, Imam Zainuddin Muhammad Abdurrauf bin Tajul Arifin bin Ali bin Zainal Abidin atau yang lebih populer dengan sebutan Imam al-Manawi al-Qahiri dalam kitabnya menjelaskan lebih rinci mengenai hadits di atas. Menurutnya, kata “yatarajjabu” adalah pada bulan Rajab Allah memperbanyak kebaikan dan melipatgandakan pahala di dalamnya.


Bulan Rajab juga sebagai bulan awal dari persiapan umat Islam dalam menyambut bulan Sya'ban dan Ramadhan. Imam al-Manawi dalam kitab Faidhul Qadir Syarh Jami’us Shaghir menyebutkan:


فَالْمَعْنَى أَنْ يُهَيَّئَ فِيْهِ خَيْرٌ كَثِيْرٌ عَظِيْمٌ لِلْمُتَعَبِّدِيْنَ فِي شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ
 

Artinya, “Maka makna (hadits tersebut), adalah dengan disediakan di dalamnya suatu kebaikan yang banyak dan agung bagi ahli ibadah (untuk menghadapi) bulan Sya’ban dan Ramadhan.”

 
Nama Lain Bulan Rajab

Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id Ruslan dalam kitabnya menyebutkan bahwa bulan Rajab memiliki lebih dari satu nama. Dua di antaranya yang cukup dikenal adalah "bulan fardhu" dan "bulan asham", yang masing-masing memiliki makna dan peristiwa yang terkait.


Pertama, bulan Rajab disebut dengan bulan fardhu yang artinya satu. Disebut "bulan fardhu", karena bulan Rajab sebagai satu-satunya bulan suci yang tidak berpasangan dengan bulan-bulan haram lainnya. Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram selalu beriringan, sementara Rajab berdiri sendiri.


Kedua, bulan Rajab disebut juga dengan bulan asham yang berarti tuli. Penamaan bulan Rajab sebagai bulan yang tidak mengenal gencatan senjata merujuk pada kebiasaan suku Arab Jahiliyah yang terus-menerus terlibat dalam konflik bersenjata sepanjang bulan tersebut. Semua orang Arab pada masa itu menyimpan peralatan perang, dan kembali berdamai dengan musuh-musuh mereka. Bahkan, mereka berkunjung ke rumah orang-orang yang membunuh ayahnya di medan perang untuk menghormati bulan mulia ini. (Sai’id Ruslan, asy-Syahru Rajab, [Maktabah an-Noor], halaman 8).