Rasulullah adalah utusan Allah yang diutus untuk menyampaikan Risalah. Risalah yang berisi akidah tentang keesaan Allah serta penjelasan tentang segala perintah dan larangan Allah. Perilaku Rasulullah adalah uswah/teladan bagi umat. Kecintaan terhadap Nabi Muhammad adalah bukti kesyukuran atas nikmat iman yang Allah berikan.
Epik indah kecintaan para sahabat terhadap Rasulullah, terekam dan tertulis dalam berbagai hadits dan kitab tarikh/sejarah. Pengorbanan Abu Tholhah RA yang menjadi tameng hidup bagi Nabi dalam perang Uhud, para sahabat yang menangis kala melihat Nabi menangis, bagaimana Sahabat Abu Dzar Al Ghiffari menahan haus hingga dehidrasi kala perang Tabuk. Demi memberikan sebotol air bagi Rasulullah. Semua menjadi inspirasi bagi generasi Muslim masa kini.
Jikalau bukan karena cinta pada Nabinya, Motivasi apa lagi yang menggerakkan para ulama hadits menempuh perjalanan setapak demi setapak melewati ganasnya badai gurun, ribuan kilometer ditempuh, menghabiskan biaya ribuan dinar. Kita mengenal Imam Al-Bukhori asal Kota Bukhara Uzbekistan sekarang. Imam Muslim asal Naisabur, dari Kota Basroh Kufah, Imama Ahmad bin Hanba asal Baghdad Irak, dan sederet Imam ahli hadits lainnya. Dari tempat asal yang berbeda-beda. Ada muhaddits yang mencari periwayat hadits hingga ke Mesir, hingga ke Yaman dan pastinya hingga ke Madinah Al-Munawwarah, demi mendapat sanad transmisi hadits. Saking rindunya mereka agar mampu mendaras kalam petuah Nabinya.
Ribuan kitab tentang Nabi, dikarang oleh ulama salaf hingga ulama masa kini. Kitab maulid, madaa'ih (pujian), Siroh Nabawiyah, Syamaa'il (gambaran detail fisik dan perilaku Nabi Muhammad). Baik kalam nadzam (bait syi'ir), maupun kalam natsar (prosa, selain syi'ir). Mulai kitab turots hingga yang dianggit belakangan. Kita mengenal dan mungkin juga membaca, kitab Maulid Diba', Barzanji, Simthudduror, Adl-Dliyaa'il Laami', Burdah, Kitab Tarikh Nurul Yaqin, maupun kitab lainnya. Beberapa kitab siroh nabawi era modern, baik pula untuk dikaji, seperti Rohiqil Makhtum karya Syaikh Shofiyurrohman Al-Mubarakfuri asal India, maupun Fiqhus Siroh karya Syaikh Sa’id Romdlon Al-Buthi.
Para kiai pesantren pun tidak alpa dari kecintaan terhadap Nabi Muhammad. Cinta tidak selalu tampak dari perkataan semata. Cinta lebih jelas tergambar dari ungkapan, dari amalan yang didawamkan, dan juga dari ekspresi keseharian.
Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari, tercatat sebagai ulama Nusantara angkatan pertama, yang mempopulerkan kajian hadits di Indonesia. Sanad hadits didapatkan dari gurunya, Syaikh Mahfudz asal Pesantren Termas Pacitan. Syaikh Mahfudz At Tarmasi sendiri mukim di Makkah dan mengajar di area Masjidil Haram, kisaran akhir tahun 1800-an.
Kitab al-Jaami'us Shohiih lil Bukhori, yang populer dengan sebutan Kitab Shohih Bukhori, tuntas dikhatamkan oleh Mbah Hasyim setiap bulan Ramadhan. Pun juga kutubus sittah lainnya. Keahlian ilmu hadits Kiai Hasyim serta keajegan beliau mengkaji lafal demi lafal kutubus sittah, adalah bukti kecintaan yang mendalam terhadap Rasulullah.
Seluruh kiai bisa dipastikan menganjurkan santrinya, serta masyarakat umum, untuk membaca shalawat. Kiai Makhrus Ali Lirboyo mengijazahkan bacaan shollallaah 'ala Muhammad, sehari 1000 kali. Kiai Nashrullah Tambakberas, menganjurkan pada santrinya, agar bacaan ini paling tidak dibaca 100 kali. Terkait jumlah bacaan wirid, memang terdapat khasiat tertentu, yang sirr-nya, diketahui oleh para ulama dzawil bashor.
Banyak pula Kiai yang menganjurkan membaca shalawat yang redaksinya merupakan karya para ulama salaf. Seperti Shalawat Munjiyat, Shalawat Thibbil Qulub, Shalawat Faatih, dan sederet shalawat lainnya. Penyusunan shalawat yang dilakukan para ulama ini bukanlah bid'ah. Bila dikaji isinya, Shalawat-shalawat tersebut berisi permohonan kepada Allah, dengan bertawassul bi jaahin Nabi (derajat pangkat Rasulullah). Terdapat pula kiai yang menyusun shalawat. seperti kiai Ali Manshur Maibit Rengel Tuban, penyusun Shalawat Badar. Dan juga Kiai Hasan Abdul Wafi Paiton Probolinggo, yang menyusun Shalawat Nahdliyah. Keajegan membaca shalawat, adalah ekspresi kecintaan terhadap Rasulullah.
Santri-santri pesantren, juga diajak untuk menyelami kehidupan Rasulullah. Baik lewat kitab hadits maupun kitab Tarikh. kumpulan Hadits Arba'in karya Imam Nawawi, tuntas dikaji para santri di tahun pertama mereka mesantren. Dilanjutkan kajian kitab Riyadlus Sholihin yang berisi tentang amal-amal utama dan hal yang perlu dihindari, sesuai tuntunan Nabi.
Zikir-zikir ma'tsur (diriwayatkan hingga Rasulullah) juga rutin dikaji di pesantren. lewat kitab Al-Adzkaar yang juga susunan Imam Nawawi. Kitab Maulid Diba' pun dimaknai ala pesantren, agar santri lebih memahami kandungan maknanya ketika membaca kitab Mukhtaarul Ahaadits, Tajridus Shorih, Jawaahirul Bukhori dan juga Matan Abi Jamroh, banyak dikaji di berbagai pesantren. Mengkaji hadits, membaca shalawat dan membaca kitab Siroh Nabawiyah adalah cara terbaik dalam merayakan maulid.
Para kiai banyak pula yang menyenandungkan Qoshidah Burdah. Pujian untuk Rasulullah, karya Imam Al Bushiri. Kiai Said Aqil Siroj, pernah menjabat Ketum PBNU, bahkan hafal ratusan bait Burdah. Kiai Wahab Chasbullah Tambakberas, rutin membaca Burdah dan mengajak serta para santrinya. Terkhusus pada bait "Huwal Habiibul ladzii turjaa syafaa'atuhu # likulli haulin minal ahwaali muqtahimi", Â
Mbah Wahab membacanya ratusan kali, dengan menganjurkan pembacaannya dengan intonasi suara yang semangat. Bila dikaji lebih dalam dari segi makna bait Huwal Habib, serta ekspresi Mbah Wahab ketika membacanya, dapat ditarik pelajaran bahwa Mbah Wahab sangat berharap mendapatkan syafaat Nabi Muhammad. Intonasi suara yang cenderung keras menghentak, menunjukkan semangat/nasyath, juhd, sangat butuh terhadap syafaat. Mbah Wahab selalu mengajak para santri membaca bait ini, setiap ada perkara yang dianggap sulit, biasanya terkait peristiwa kenegaraan kala itu.Â
Kesenian hadrah yang diwadahi dalam wadah Ishari NU, dengan cengkok bacaan dan gerakannya yang khas, juga merupakan ekspresi kecintaan Mbah Wahab dan kiai lainnya, terhadap Kanjeng Nabi. Para Kiai biasanya menjadikan pembacaan Hadrah Ishari sebagai agenda rutin tahunan Haul Masyayikh, haflah akhir sanah, ataupun rojabiyah di pesantrennya masing-masing.
Oleh kiai, para santri pun diperintahkan membaca kitab maulid, baik Barzanji, Diba', Habsyi, maupun kitab maulid lainnya, terkhusus pada malam Jumat.Â
Semangat mengkaji hadits Nabi, Keistiqamahan membaca shalawat, mengijazahkan dan mengajak Santri serta masyarakat bershalawat amat sangat mengharap syafaat, keteguhan menjalankan sunnah Nabi adalah bukti kecintaan para kiai terhadap Rasul junjungan.
*Akhmad Taqiyuddin Mawardi, Pengasuh Pesantren An-Nashriyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Redaktur Pelaksana Keislaman NU Online Jombang.
Terpopuler
1
Keutamaan Sedekah di Bulan Rajab
2
Habib Jamal Jelaskan Makna Asyhurul Hurum dan Keutamaan Bulan Rajab
3
Khilafiah Ulama tentang Hukum Pemindahan Pemakaman Jenazah ke Daerah Lain
4
Rapimcab IPNU-IPPNU Jombang, Upaya Perkuat Kolaborasi Tingkat PAC dan PKPT
5
Makna Filosofi di Balik Nama Bulan Rajab
6
Ketua PCNU Jombang Ajak Muslim Manfaatkan Rajab dengan Beragam Amalan, Mulai Istighfar hingga Sedekah
Terkini
Lihat Semua