NU Online Jombang,
Laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam membangun masyarakat, bangsa, dan dunia melalui kebermanfaatan demi kemajuan dalam semua aspek kehidupan manusia, tak terkecuali aspek kepemimpinan.Â
Dalam kepemimpinan sendiri, yang menjadi krusial adalah kapabilitas dan integritas dari seorang pemimpin, bukan persoalan biologis; seperti jenis kelamin. Berkaitan dengan ini, KH Bahaudin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan dan mengisahkan perihal kepemimpinan perempuan.
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengawali penjelasan dengan menegaskan bahwa dalam keadaan normal memang yang menjadi ketentuan untuk menjadi pemimpin adalah seorang laki-laki.
"Dalam keadaan normal kita harus punya keyakinan bahwa pemimpin itu syaratnya laki-laki," katanya dalam tayangan YouTube Santri Gayeng yang diunggah beberapa minggu lalu.
Gus Baha mengatakan kerap kali terjadi kesalahpahaman perihal kepemimpinan perempuan, terlebih kaum ekstrimis yang mengartikan bahwa pemimpin haruslah laki-laki sehingga kepemimpinan perempuan sepenuhnya dianggap tidak sah.
"Cara berpikir mereka itu seperti ini: pemimpin itu harus laki-laki, kemudian ketika ada pemimpin perempuan dianggap tidak sah, ini keliru," ungkapnya.
Menurutnya, adalah kesalahan ketika masyarakat menolak hasil pemilihan umum yang telah dilaksanakan bersama. Dalam konteks ini, ketika kemudian yang terpilih menjadi pemimpin adalah seorang perempuan, maka tidak boleh menolak hasil dari pemilihan bersama.
Gus Baha kemudian mencontohkan, semisal ada calon pemimpin perempuan yang cakap dalam bernegara dan calon pemimpin yang tidak cakap bernegara sekalipun ia adalah seorang laki-laki, maka dalam hal ini, yang lebih utama adalah ia yang memiliki kapasitas untuk memimpin.
"Jika situasinya seperti itu kamu tidak bisa mengatakan: asal laki-laki pasti benar," imbuhnya.
Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa sosok pemimpin akan menentukan arah laju yang dipimpinnya, maka yang menjadi pertimbangan tidak boleh hanya persoalan laki-laki atau perempuan, lebih dari itu meliputi karakteristik dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin.
"Misal ada calon pemimpin laki-laki, muslim, tapi zalim, dan perempuan Islam, tidak zalim. Kamu harus pilih perempuan, sebab bahanya orang zalim itu lebih besar," lanjutnya.
Itulah, lanjut Gus Baha, dalam persoalan kepemimpinan selain memperhatikan keutamaan, juga harus mempertimbangkan hal-hal lain yang lebih subtansial dan krusial.
"Jadi orang itu harus memikirkan kelayakan dan beberapa potensi," tandasnya.
Kontributor: Muhammad Rizky Fadillah
Terpopuler
1
Latih Jiwa Kewirausahaan Siswa, RA-MI Gondekan, Jombang Gelar Bazar Tahunan
2
Pengajian Rutin Muslimat NU Diwek: Thalabul Ilmi dan Gerakkan Ekonomi Keluarga
3
Beberapa Doa agar Resepsi Pernikahan Berjalan Lancar
4
Ibnu Atoillah, Kaligrafer Muda Jombang Yang Berhasil Masuk Nominasi IRCICA Turki 2025
5
Sepak Terjang Farida Mawardi, Memimpin Organisasi Pelajar Putri NU di Masa Sulit (Periode 1963-1966)
6
Pra-Bahtsul Masail: LF PBNU Susun Standar Penerimaan Laporan Rukyat
Terkini
Lihat Semua