• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 29 Maret 2024

Daerah

Hari Pahlawan : Pemuda Harus Berpikir Strategis Untuk Bangsa

Hari Pahlawan : Pemuda Harus Berpikir Strategis Untuk Bangsa
Katib PCNU, Ahmad Syamsul Rijal (Foto: NU Online Jombang)
Katib PCNU, Ahmad Syamsul Rijal (Foto: NU Online Jombang)

NU Online Jombang,

Di antara pahlawan bangsa yang sudah memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, peran ulama-ulama Nahdlatul Ulama (NU) ketika itu cukup besar. Pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari bahkan mencetuskan fatwa yang menjelaskan hukumnya wajib untuk berperang melawan penjajah dalam jarak lingkar 94 kilometer. Hal ini disebabkan datangnya tentara Inggris pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, yang menjadi buah dari Agresi Militer Belanda II ketika itu.

 

10 November 1945 menjadi momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Tiga bulan setelah Indonesia merdeka, ini menjadi perang pertama negara Indonesia setelah melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Namun sebelum perang besar itu terjadi, ada peristiwa penting saat para ulama NU memiliki peran strategis dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

 

Menurut Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jombang, Ahmad Syamsul Rijal, para ulama dan kiai NU pada zaman pergerakan nasional adalah orang lapangan yang tahu persis problem bangsa dan masyarakatnya.

 

Dilansir dari NU Online, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ketika ituitu segera mengambil sikap untuk mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura agar hadir pada tanggal 21 Oktober 1945 di kantor Pengurus Besar Ansor Nahdlatul Ulama (PB ANO atau sekarang disebut Gerakan Pemuda Ansor) di Jalan Bubutan Vl/Z Surabaya.

 

Malam itu, lanjut dia, KH Hasyim Asy’ari, menyampaikan amanat untuk berperang melawan penjajah itu hukumnya adalah fardlu ’ain bagi tiap-tiap orang Islam baik Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak. Bersenjata ataupun tidak, bagi yang berada dalam jarak Iingkaran 94 km dari tempat musuh berada. Sementara itu, Bagi orang-orang yang berada di Iuar jarak Iingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardlu kifayah.

 

Ia mengatakan, pimpinan NU ketika itu mampu berpikir strategis dan diplomatis untuk kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

 

"Para ulama dan kiai yang memimpin NU ketika itu memiliki pemikiran strategis. Yang pertama adalah, Indonesia harus merdeka. Indonesia harus terlepas dari cengkeraman penjajah dan ketidakadilan," paparnya.

 

Hal itu, kata dia, harus diperjuangkan lahir, batin, jiwa dan raga. Termasuk juga harus mengorbankan harta dan nyawa. 

 

Selain itu, pemikiran strategis yang ke dua adalah syariat islam (agama secara umum) yang tidak bisa dijalankan dengan baik bila kehidupan masyarakat dikendalikan.

 

"Pemikiran trategis yang ke tiga adalah persatuan dan kesatuan yang merupakan kekuatan utama untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dan sebisa mungkin untuk mempertahankannya," katanya.

 

Selanjutnya, KH Hasyim Asy'ari atau yang akrab disapa Mbah Hasyim dibantu para kiai NU lainnya, bersepakat untuk mengumandangkan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. Hal ini dilakukan untuk memompa semangat perjuangan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

 

"Berkat resolusi jihad yang telah di kumandangkan kiai NU, seyogyanya pemuda dan pemudi belajar dari sejarah perjuangan bangsa, khususnya dari para kiai dan santri," jelasnya.

 

Lebih lanjut, ia berpesan kepada para pemuda-pemudi untuk berpikir secara strategis untuk bangsa ini, demi mewujudkan cita-cita luhur serta menjaga kedaulatan NKRI di semua bidang. 

 

"Pemuda-pemudi jangan hanya sekedar berpikir taktis apalagi bersikap pragmatis. Bangsa ini perlu dijaga dan dipertahankan. Jadilah pemuda pemudi yang inovatif, kreatif dan progresif. Karena iwtulah harga yang harus dibayar oleh pemuda pemudi saat ini kepada para Pahlawan Nasional," pungkasnya.

 

Kontributor: Annisa Rahma Nur Listia
Editor : Fitriana


Daerah Terbaru