• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 27 April 2024

Daerah

Bukan Kebarat-baratan, Ini Inti dari Moderasi Beragama Ala Gus Dur

Bukan Kebarat-baratan, Ini Inti dari Moderasi Beragama Ala Gus Dur
Seminar Nasional Pemikiran Gus Dur di Tebuireng Jombang, Rabu (21/12/2022) (Foto: NU Online Jombang/Amalia Dwi Cahyani)
Seminar Nasional Pemikiran Gus Dur di Tebuireng Jombang, Rabu (21/12/2022) (Foto: NU Online Jombang/Amalia Dwi Cahyani)

NU Online Jombang,

Moderasi agama ala Gus Dur tidak hanya bersumber dari barat. Tetapi, moderasi beragama yang diusung oleh Gus Dur adalah akar tradisi yang dibangun oleh para Ulama terdahulu. 

 

Hal ini yang disampaikan oleh Kiai Ngatawi Al-Zastrow, asisten pribadi Gus Dur (1998-2009) dalam Seminar Nasional Haul ke-13 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Aula lantai 3 Gedung KH Yusuf Hasyim, Pesantren Tebuireng Jombang pada Rabu (21/12/2022).

 

Kiai Sastro sapaanya, menjelaskan, Gus Dur membuat strategi konstruksi keilmuan yang mengembalikan rute peradaban pengetahuan Nusantara. Yaitu, pertautan antara rasionalitas dan spiritualitas. Ini konstruksi pengetahuan yang paten dilakukan oleh para intelektual Nusantara. 

 

"Gus Dur mempelajari konsep moderasi tetap dari barat. Namun di saat yang sama, Gus Dur juga mempelajari pemikiran Wali Sanga yang menjadi sumber rasionalitas dan spiritualitas. Oleh karenanya, sumbernya lebih kaya. Itu adalah paradensif dari intelektualitas kenusantaraan," katanya.

 

Kemudian, Kiai Sastro membeberkan strategi Gus Dur dalam merawat multikulturalisme dan moderasi yang diusung olehnya. 

 

"Yang pertama, Gus Dur menggali akar-akar tradisi dan budaya Nusantara. Ini persis seperti yang dilakukan ulama-ulama dulu. Sanad keilmuannya tahu. Sehingga, ketika menjadikan tradisi ini jangkar, maka saat pengembaraan intelektual dilakukan dengan menyentuh budaya tradisi yang beragam," ujarnya.

 

Yang kedua, lanjut Kiai Sastro, Gus Dur mengerti sejarah. Bagi Gus Dur, sejarah tidak hanya dipahami sebagai peristiwa masa lalu. Tapi, Gus Dur memahami sejarah mempunyai 3 peran. 

 

"Sejarah dipahami sebagai rute peradaban suatu bangsa. Karena dia rute peradaban, maka kita bangun peradaban. Kita harus tahu rutenya supaya terjadi kesinambungan. Yang kedua, sejarah menjadi marojinul hayat (referensi hidup). Karena itu, ketika tidak mengerti sejarah atau tidak punya referensi dan saat dikasih referensi, pasti ditelan mentah-mentah. Ini bahaya. Yang ketiga, sejarah dipahami sebagai sumber pengetahuan," paparnya.

 

Lalu, strategi Gus Dur dalam merawat Multikulturalisme yang ketiga adalah, Gus Dur melakukan rekonstruksi terhadap pemikiran dan gerak kebudayaan. Ini persis yang dilakukan Wali Sanga. Wali Sanga tahu bahwa yang paling hebat menjadi sarana komunikasi adalah wayang. Maka hal itu yang dijadikan media dakwahnya.

 

"Wayang bentuknya diambil, isinya diganti. Persis seperti Gus Dur ketika menggunakan isu demokrasi, moderasi, multikulturalisme, HAM, dan lain sebagainya," pungkasnya.


Daerah Terbaru