• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 26 April 2024

Amaliyah NU

Shalat Witir Tiga Rakaat Sekaligus, Bolehkah?

Shalat Witir Tiga Rakaat Sekaligus, Bolehkah?

Shalat witir merupakan salah satu shalat sunnah yang sangat dianjurkan oleh syara’, bahkan dalam madzhab hanafi, hukum melaksanakan shalat witir bukan lagi sebatas sunnah, tapi wajib. Hal tersebut merupakan salah satu bukti betapa dianjurkannya melaksanakan shalat witir. Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya memerintahkan agar shalat witir dijadikan sebagai penutup shalat malam:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

Artinya, “Jadikan shalatmu yang paling akhir di waktu malam berupa shalat witir,” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam bulan Ramadhan shalat Witir umumnya dilaksanakan setelah selesai melaksanakan shalat tarawih, sebagian ada yang melaksanakan hanya satu rakaat, sebagian lain melaksanakannya sampai tiga rakaat.

Dalam hal ini patut dipahami bahwa satu rakaat adalah jumlah minimal pelaksanaan shalat witir. Maksimalnya adalah sebelas rakaat. Jumlah rakaat shalat witir yang dinilai paling sempurna adalah sebanyak lima rakaat. Ketentuan demikian secara jelas tercantum dalam Kitab Fathul Mu’in:

وأقله ركعة)، وإن لم يتقدمها نفل من سنة العشاء أو غيرها. قال في المجموع: وأدنى الكمال ثلاث، وأكمل منه خمس فسبع فتسع. (وأكثره إحدى عشرة) ركعة

Artinya, “Minimalnya shalat witir adalah satu rakaat, meskipun tidak didahului shalat sunnah berupa shalat sunnah (Ba’diyah) Isya’ atau shalat lainnya. Imam Nawawi berkata dalam Kitab Al-Majmu’, ‘Jumlah rakaat yang mendekati  sempurna adalah tiga rakaat, dan jumlah yang paling sempurna adalah lima rakaat lalu tujuh rakaat lalu sembilan rakaat,’” (Lihat Syekh Zainuddin Al-Maliabari, Fathul Mu’in, juz I, halaman 288).

Umumnya masyarakat yang melaksanakan shalat witir dengan tiga rakaat pada saat bulan Ramadhan memisahnya dengan salam pada rakaat kedua dan melanjutkan satu rakaat. Namun di sebagian tempat, ada juga yang melaksanakan shalat tarawih dengan cara menyambung tiga rakaat sekaligus dengan hanya satu salam.

Hal ini memunculkan pertanyaan tersendiri, sebenarnya bolehkah menyambung tiga rakaat sekaligus dalam shalat witir? Jika boleh, manakah yang lebih utama, memisahnya dengan salam atau justru menyambungnya?

Pelaksanaan shalat witir tiga rakaat sekaligus adalah hal yang diperbolehkan dalam madzhab syafi’i. Namun melaksanakan tiga rakaat witir dengan dipisah salam pada rakaat kedua adalah pelaksanaan yang dianggap lebih utama daripada menyambung tiga rakaat sekaligus. Hal ini  seperti yang ditegaskan dalam Kitab Hasyiyatul Bujairami alal Manhaj:

ولمن زاد على ركعة) في الوتر (الوصل بتشهد) في الأخيرة (أو تشهدين في الأخيرتين) للاتباع في ذلك رواه مسلم، والأول أفضل، ولا يجوز في الوصل أكثر من تشهدين، ولا فعل أولهما قبل الأخيرتين لأنه خلاف المنقول من فعله صلى الله عليه وسلم

Artinya, “Orang yang melaksanakan witir lebih dari satu rakaat boleh baginya untuk menyambung witir dengan satu tasyahud di akhir rakaat atau dua tasyahud di dua rakaat terakhir. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Namun praktik yang pertama (satu tasyahud) lebih utama. Dalam menyambung rakaat, seseorang dilarang untuk melakukan lebih dari dua tasyahud dan juga tidak boleh melakukan awal dari dua tasyahud sebelum dua rakaat terakhir, sebab praktk demikian tidak pernah ditemukan dalam shalat Rasulullah SAW,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairami, Hasyiyatul Bujairami alal Manhaj, juz III, halaman 152).

Meski menyambung tiga rakaat shalat witir dengan satu salam adalah hal yang diperbolehkan, namun cara demikian dihukumi makruh, sebab dianggap menyerupai pelaksanaan shalat maghrib. Dalam hal ini, Syekh Zainuddin Al-Maliabari menjelaskan:

والوصل خلاف الاولى، فيما عدا الثلاث، وفيها مكروه للنهي عنه في خبر: ولا تشبهوا الوتر بصلاة المغرب

Artinya, “Menyambung rakaat witir merupakan menyalahi hal yang utama (khilaful aula) pada selain tiga rakaat. Sedangkan menyambung tiga rakaat witir (sekaligus) dihukumi makruh, sebab adanya larangan dalam Hadits Nabi, ‘Janganlah kalian menyerupakan shalat witir dengan shalat maghrib,’” (Lihat Syekh Zainuddin Al-Maliabari, Fathul Mu’in, juz I, halaman 289).

Sedangkan cara melaksanakan shalat witir dengan menyambung tiga rakaat sekaligus sama persis dengan cara melaksanakan shalat-shalat yang lain, khususnya seperti shalat maghrib yang sama-sama berjumlah tiga rakaat. Dua rakaat terakhir harus disertai dengan tasyahud.

Adapun niat shalat witir dengan menyambung tiga rakaat adalah sebagai berikut:

اُصَلِّى سُنَّةَ الْوِتْرِ ثَلَاثَ رَكْعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal witri tsalātsa raka’ātin mustaqbilal qiblati adā’an lillāhi ta‘ālā.

Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah shalat Witir tiga rakaat dengan menghadap kiblat, karena Allah Ta’ala.”

Niat di atas merupakan niat bagi orang yang melaksanakan shalat witir dengan sendirian (munfarid). Sedangkan ketika menjadi makmum dalam shalat witir berjamaah, maka ia cukup menambahkan kata “makmūman” setelah kata “mustaqbilal qiblati”. Jika menjadi imam, maka ia menambahkan kata “imāman” setelah kata “mustaqbilal qiblati”. Untuk lebih jelasnya, silakan simak dalam tulisan ini-lafal-niat-shalat-witir.

Niat shalat witir dengan cara tiga rakaat digabung berbeda dengan niat witir ketika dipisah, sebab jika dipisah harus menyertakan huruf “min” sehingga niatnya menjadi:

اُصَلِّى سُنَّةً مِنَ الْوِتْرِ ثَلَاثَ رَكْعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatan minal witri tsalatsa raka’atin mustaqbilal qiblati adā’an lillāhi ta‘ālā.

Pada pelaksanakan shalat witir tiga rakaat, baik itu dengan cara dipisah dengan salam pada rakaat kedua atau digabung tiga rakaat sekaligus, kita disunnahkan untuk membaca Surat Al-A’la setelah Al-Fatihah pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua dan Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas pada rakaat ketiga. Anjuran ini dijelaskan dalam Kitab Hasyiyatul Jamal:

ويسن لمن أوتر بثلاث أن يقرأ في الأولى بعد الفاتحة الأعلى ، وفي الثانية الكافرون ، وفي الثالثة الإخلاص ثم الفلق ثم الناس مرة مرة

Artinya, “Seseorang yang shalat witir tiga rakaat dianjurkan agar membaca Surat Al-A’la pada rakaat pertama setelah membaca Al-Fatihah dan pada rakaat kedua membaca Surat Al-Kafirun dan pada rakaat ketiga Surat Al-Ikhlas lalu Surat Al-Falaq lalu Surat An-Nas satu per satu,” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyatul Jamal, juz IV, halaman 299).

Kita dapat menyimpulkan bahwa menggabung tiga rakaat shalat witir dalam satu kali salam adalah hal yang diperbolehkan, namun cara demikian dianggap makruh. Sedangkan cara yang paling utama dalam shalat witir tiga rakaat adalah dengan memisah rakaat kedua dengan salam dan melanjutkan satu rakaat terakhir dengan takbiratul ihram. Wallahu a’lam.


Ustadz M Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji, Jember

Sumber: NU Online


Editor:

Amaliyah NU Terbaru